Liputan6.com, Jakarta - Ramadan bulan penuh berkah dan rahmat. Di bulan Ramadan juga adalah waktu yang tepat untuk belajar dan membiasakan saling berbagi tanpa melihat latar belakang agama, suku apalagi ras. Tentu semua yang dilakukan dalam bingkai dan berharap ridho Allah SWT.
Sosok Koh Steven mungkin satu dari jutaan orang yang mau berbagi dengan mengorbankan harta bendanya. Tidak tanggung-tanggung, lebih dari Rp13 miliar terkumpul. Lantas, buat apa? Begini kisahnya.
Baca Juga
"Untuk membantu menangani persoalan di masa pandemi Corona Covid-19," ujar lelaki yang akrab disapa dengan Koh Steven ini, Kamis (14/5/2020).
Advertisement
Sebenarnya ia tidak pernah berpikir menjual harta bendanya. Sejak Januari, ia sudah mulai menjalankan aksi kemanusiaan dengan mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan ketika pandemi Corona Covid-19 masuk ke Indonesia.
Waktu itu ia masih menggunakan uang tabungan dan perputaran uang di beberapa lini bisnis miliknya.
Belanja bahan, belanja mesin, adalah sebagian caranya mempersiapkan amunisi sebelum badai pandemi benar-benar dirasakan di dalam negeri. Ia menggandeng komunitas, termasuk Mualaf Center Indonesia, mengingat laki-laki kelahiran 38 tahun silam ini menjabat sebagai ketua di organisasi itu.
Ia mencari penjahit rumahan yang mau diberdayakan untuk menjahit masker dan baju hazmat. Tidak mungkin ia membuat sebuah tempat khusus dan mempekerjakan banyak orang dalam satu ruangan. Corona Covid-19 membuat manusa harus berjarak, maka bekerja dari rumah menjadi solusi.
"Lebih baik kami yang berputar dari satu rumah ke rumah penjahit lain itu untuk meminimalkan penyebaran ketimbang mengumpulkan pekerja dalam jumlah besar di sebuah tempat," ucapnya.
Bahkan, ia juga sudah membuat sistem. Peralatan atau mesin dipinjamkan ke para penjahit rumahan. Apabila ada penjahit yang masuk dalam kategori orang dalam pemantauan (ODP) atau pasien dalam pengawasan (PDP) Corona Covid-19, maka mesin akan diambil untuk disetrilkan.
Sedangkan, penjahit dan keluarganya diisolasi dan dipasok makanan selama dua bulan.
Satu bulan berlalu, sekitar Februari ia mulai kehabisan uang untuk operasional dan menjalankan aksi kemanusiaannya. Satu persatu hartanya dijual. Pertama, rumah yang berada di Jakarta. Aksi kemanusiaan kembali bergulir.
Uang kembali menipis, ia menjual rumah miliknya yang berada di Bandung pada awal Maret. Tak sampai di situ, tujuh buah mobil, dan tiga motor gede koleksinya pun ikut dijual.
Uang yang terkumpul dari kocek pribadinya itu untuk membuat 48.000 baju hazmat yang dibagikan ke hampir 5.000 fasilitas kesehatan dan rumah sakit, pemasangan surgical glow ke 43.000 baju alat pelindung diri (APD) agar sesuai standar WHO, memproduksi 150.000 masker, 80.000 hand sanitizer, serta ratusan ribu paket makan dan puluhan ribu paket sembako.
Distribusi bantuan pun nyaris ke seluruh Indonesia. Wilayah paling barat yang tersentuh aksi berbagi Koh Steven adalah Aceh Timur, dan daerah paling timur adalah Pulau Buru.
**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Kiprah Koh Steven
Belum cukup sampai di sini. Koh Steven juga menggagas program yang diberi nama Ketahanan dan Kecakapan Pangan.
Ia membeli sawah ribuan hektare di berbagai daerah di Indonesia. Tujuannya, supaya ia bisa memanen padi untuk mempersiapkan ketahanan pangan selama pandemi Corona Covid-19 berlangsung.
Menurut Koh Steven, pandemi Corona Covid-19 akan mencapai puncak. Diperkirakan masa itu datang pada Juli dan Agustus. Saat itu, orang sudah kelelahan dan sumber daya nyaris habis.
"Jadi saya beli sawah sekarang (dari hasil jual harta), ditanami padi, dan tiga bulan lagi bisa untuk membantu mencukupi kebutuhan pangan," tuturnya.
Tak banyak yang tahu soal kiprah Koh Steven, karena aksi yang dilakukannya lebih banyak dan tidak menonjolkan namanya.
Aksi-aksi kemanusiaan seperti ini sudah sering dilakukannya semenjak erupsi Merapi, gempa Lombok, tsunami Banten, dan gempa Palu.
"Tapi kalau pandemi ini kan beda ya situasinya, semua orang merasakan dampaknya," ujarnya.
Koh Steven juga aktif turun ke lapangan untuk mendistribusikan barang-barang bantuannya. Sesekali ia mengontrak sebuah rumah di daerah yang disinggahi supaya lebih efisien dalam penyaluran bantuan. Pernah ia mengontrak di Kebumen dan baru-baru ini ia tinggal di rumah kontrakan di kawasan Maguwoharjo, Sleman.
Koh Steven tidak asal-asalan memprediksi pandemi. Aksi kemanusiaan yang dilakukannya ini sudah diperhitungkan sejak kasus Corona Covid-19 muncul di Wuhan.
Kok bisa? Ya tentu saja bisa dan tidak mengherankan. Koh Steven ternyata adalah seorang direktur eksekutif di lembaga riset terkemuka internasional di Singapura. Ia sudah membaca perkiraan pandemi Corona Covid-19 akan menurunkan status ekonomi orang-orang.
"Mereka yang status ekonominya A, bisa jadi B, yang B, bisa jadi C, yang biasa jajan di atas Rp10 juta berkurang menjadi Rp7 juta, begitu seterusnya," ucapnya.
Di masa work from home (WFH) atau bekerja dari rumah inilah ia mengeluarkan daya dan upayanya untuk membantu penanganan Corona Covid-19. Langkahnya tegas dan lugas, tidak melihat birokrasi sebagai batas. Semua dikerjakan bersama dengan timnya dengan koordinasi dan komunikasi sebagai kunci.
Advertisement
Titipan Allah SWT
Banyak yang berdecak kagum setelah mendengar kisahnya. Namun, lebih banyak yang merasa terheran-heran.
Bagaimana tidak? Di tengah orang-orang yang justru berpikir keras supaya tidak jatuh miskin saat pandemi, Koh Steven justru menjual harta benda dengan nilai yang fantastis untuk membantu penanganan Corona Covid-19.
Ia bercerita bukan berasal dari orang kaya. Ia pernah tidak punya harta benda.
"Dulu saya kere juga, waktu enggak punya uang juga tidak pernah merepotkan keluarga," ucapnya.
Bagi Koh Steven, harta yang dimiliki hanya titipan Tuhan, sehingga suatu saat pasti kembali. Ia meyakini, ada dua cara harta kembali ke Allah Swt.
Pertama, dalam keadaan dipaksa karena suatu musibah. Kedua, mengembalikan dalam bentuk sedekah. Koh Steven memilih cara yang kedua.
Ia juga bercerita sang istri juga tidak langsung setuju dengan rencananya. Namun, ia memberi pengertian sehingga saat ini istrinya pun mendukung langkah dan aksi kemanusiaan ini.
Koh Steven memahami di masa seperti ini, orang tidak cukup dengan bersimpati. Penyakit ini bisa menimpa siapa saja, termasuk anggota keluarga dan diri sendiri. Oleh karena itu, melalui caranya, Koh Steven menunjukkan empati di tengah pandemi.
(Switzy Sabandar)