Daftar Pesantren Tertua hingga Modern di Aceh, Lengkap dengan Sejarah Berdirinya

Pesantren Tertua dan Modern di Aceh

oleh Muhamad Husni TamamiLiputan6.com diperbarui 20 Des 2022, 18:30 WIB
Diterbitkan 20 Des 2022, 18:30 WIB
Pesantren Al Manar Bangun Ulang Masjid
Pesantren Al Manar Bangun Ulang Masjid

Liputan6.com, Aceh - Aceh atau yang dikenal dengan julukan Serambi Mekah merupakan salah kota di Indonesia yang selalu menjalankan syariat agama Islam secara penuh. Tak ayal jika di banyak sekali ditemui model pendidikan yang beragam, salah satunya pondok pesantren.

Pondok pesantren di Aceh tersebar di berbagai wilayah. Di Aceh, penyebutan untuk ponpes sendiri ialah dayah.

Berikut daftar pesantren tertua hingga modern di Aceh, beserta sejarah berdirinya.

 

Saksikan Video Pilihan ini:

Dayah Darul Ihsan Krueng Kalee

Dayah Terpadu Darul Ihsan merupakan salah satu dari dua Dayah tertua yang telah  ada di Aceh sejak masa Kolonial Belanda. Ia merupakan tindak lanjut dari pengembangan Dayah Salafi Teungku Haji Hasan Krueng Kalee yang sudah pernah berkembang pada tahun 1910 s.d. 1946.

Dayah ini dulunya didirikan oleh Teungku Haji Hasan Krueng Kalee, anak Teungku Haji Hanafiah, yang digelar Teungku Haji Muda Krueng Kalee. Teungku Haji. Hasan Krueng Kalee merupakan tokoh ulama kharismatik di Aceh pada awal abad ini.

Beliau mengenyam pendidikan di Dayah Yan-Kedah, Malaysia, kemudian melanjutkan pendidikan ke Masjidil Haram, Mekkah Al-Mukarramah selama 7 tahun. 

Sistem pendidikan Dayah Terpadu “Darul Ihsan” menggunakan Metode Pendidikan Madrasah Formal dan Dayah. Pendidikan madrasah yang mengacu pada kurikulum Kementerian Agama dijalankan sinergi (bersamaan) dengan Metode Pendidikan Dayah Salafi dan terpadu pada sore, malam dan selepas subuh. Seluruh santri/wati diasramakan dan diwajibkan berbicara bahasa Arab dan Inggris sehari-hari.

Di samping itu para santri juga dibekali dengan berbagai kegiatan extra kurikuler, seperti Les Computer, Jahit-Menjahit, Nasyid Islami, Tarian Adat Aceh, Dalail Khairat, Seni Tilawatil Qur’an, Kegiatan Kepramukaan, Drama tiga bahasa: Arab, Inggris, Indonesia.

Kemudian, pidato tiga bahasa: Arab, Inggris Indonesia, Bela diri, Khat Kaligrafi, Praktik Ibadah dan berbagai training peningkatan mutu. Seluruh santri diasramakan dan diwajibkan menggunakan bahasa Arab dan Inggris sebagai bahasa percakapan sehari-hari.

Pesantren Modern Al Manar

Al Manar berasal dari kata Arab nawwara-yunawwiru yang artinya cahaya atau nur sedang manaara yang berarti tugu yang memancarkan cahaya, dengan penafsirannya bahwa Pesantren ini nantinya diharapkan dapat memancarkan cahaya bagi umat ini dalam melahirkan generasi Islam di Aceh khususnya dan di Indonesia serta ke seluruh penjuru dunia.

Pesantren ini didirikan atas prakarsa H. Azhar Manyak atau yang lebih dikenal Abu Manyak, seorang wirausaha kelahiran Aceh Besar yang sukses di dunia usaha sejak tahun tujuh puluhan.lembaga ini dibangun pada tahun 2000 atas dasar keprihatinan terhadap anak anak yatim piatu korban konflik.

Pada tahun 1999 dengan niat yang tulus beliau berkomunikasi dengan Prof. Dr. Safwan Idris, MA yang pada saat itu beliau masih menjabat sebagai Rektor IAIN Ar- Raniry untuk mengutarakan niatnya membangun sebuah lembaga pendidikan yang santrinya terdiri dari anak-anak yatim. Melalui komunikasi ini, beliau ingin mendirikan sebuah Panti Asuhan di Aceh Besar.

Setelah bermusyawarah dengan teman-teman alumni Gontor lainnya, serta melihat keseriusan dan pengorbanan Abu Manyak yang begitu besar maka Tgk. H. Fakhruddin mengatakan di hadapan teman-teman IKPM bahwa alangkah naifnya jika seseorang diberikan kelebihan ilmu walaupun sedikit tidak digunakan untuk membantu kemaslahatan umat, terutama membantu kelangsungan pendidikan anak-anak yatim.

Maka pada waktu itu (2000) teman-teman alumni Gontor tergugah hatinya dan menyanggupi untuk ikut serta dalam membina pesantren ini. Maka pada tahun 2001 bulan Juli resmilah lembaga pendidikan ini dimulai. Lembaga ini bernama Pesantren Modern Al Manar.

Pesantren Al-Falah Abu Lam U

Pesantren Al-Falah Abu Lam U merupakan titisan dari Dayah Lam U yang sudah pernah ada sebelum Indonesia merdeka. Sebelum perang Aceh-Belanda 1873, di desa Lam U telah berdiri sebuah Dayah yang dipimpin oleh seorang ulama Tgk. Haji ‘Auf dan kemudian dilanjutkan kepemimpinannya oleh anak beliau Tgk. Haji Umar bin ‘Auf.

Namun karena kondisi keamanan setelah meletusnya perang Aceh – Belanda (1873), beberapa ulama diharuskan untuk hijrah dalam rangka menyelamatkan ilmu pengetahuan. Di antara ulama yang melakukan hijrah pada waktu itu adalah Tgk. Haji Umar bin ‘Auf, beliau berangkat ke Yan Kedah Malaysia dan menetap di sana untuk mengajarkan pelajaran agama di dayah Yan di bawah asuhan Tgk. Muhammad Arsyad Ie Leubeue. Tgk H. Umar bin ‘Auf dalam hijrahnya, membawa serta keluarganya ke Yan, termasuk di dalamnya Tgk. Abdullah bin Umar Lam U.

Pada awalnya Pesantren ini bernama Pesantren Modern Abu Lam U, namun karena namanya dianggap sama dengan yayasan yang menaunginya, maka namanya diubah menjadi Pesantren Modern Al-Falah Abu Lam U.

Penamaan dengan Pesantren modern karena sistem pengajaran yang digunakan tidak lagi mengikuti sistem lama dalam bentuk pengajian, tetapi lebih condong ke sistem yang digunakan dalam sekolah formal.

Juga di Pesantren ini mata pelajaran yang diajarkan tidak hanya ilmu-ilmu keislaman semata, tetapi juga diajarkan semua pelajaran umum yang diajarkan pada sekolah-sekolah umum yang sederajat.

Pesantren Dayah Modern Tgk. Chiek Oemar Diyan

Sejarah berdirinya Dayah Modern Tgk. Chiek Oemar Diyan ini bermula dari keprihatinan yang sangat serta kepedulian sosial dari seorang aktivis Muslim H. Sa’aduddin Djamal, SE (almarhum) yang melihat kanan kiri ternyata belum ada satu lembaga Pendidikan Dayah terpadu khusus putri yang berdiri di Aceh. keprihatinan dan kepedulian bapak H.

Saaduddin Djamal, SE tersebut dengan seiring dengan keinginan masyarakat untuk didirikan sebuah dayah modern walaupun hanya sangat sederhana. selanjutnya bapak H. Sa’aduddin Djamal, SE (almarhum) dengan penuh semangat berusaha mengajak masyarakat setempat untuk berpartisipasi dan pembangunan dayah tersebut.

Setelah itu, pada tahun 1990 beliau nawaitu membangun dan mendirikan dayah dengan memilih Putroe Krueng lam Kareung sebagai nama dari dayah ini. Nama itu sendiri berdasarkan keinginan beliau pada awalnya untuk mendirikan dayah yang dikhususkan putri. Namun karena desakan masyarakat yang menginginkan bahwa jangan putri saja, kemudian diterima putra dan nama dayah diubah menjadi Dayah Tgk, Chiek Oemar diyan.

Nama Tgk. Chiek Oemar Diyan itu sendiri dipilih berdasarkan Chiek Oemar dari nama Ulama Besar Aceh Tgk. Chiek Oemar yang merupakan kakek buyut dari bapak H. Sa’aduddin Djamal, SE (almarhum) sebagai pendiri pesantren ini merupakan keturunan dari Abu Lam U, karena lokasi pesantren terletak di Indrapuri maka diambilah nama Tgk. Chiek Oemar yang merupakan ayah dari Abu Lam U dan Abu Indrapuri yang lama menetap di kampung Yan Kedah Malaysia dan Bahkan menutup hidupnya di kampung Yan tersebut.

Pada sejarah perkembangan awal dayah Modern Tgk. Chiek Oemar Diyan, sistem yang digunakan sudah bersifat modern (terpadu) dengan mengacu pada kurikulum Pondok Modern Gontor dan Kurikulum Departemen Agama. Namun dalam menyesuaikan perkembangan ini Dayah Modern Tgk. Chiek Oemar Diyan mengacu kepada visi dan misi madrasah,yang diantaranya yaitu 

a. Diharapkan santri mampu memiliki pengetahuan yang seimbang antara agama dan pengetahuan umum

b. Diharapkan santri mampu berkomunikasi dengan bahasa Arab dan Inggris

C. Diharapkan santri dayah yang berbudi, beriman, berilmu dan bertaqwa

d. Diharapkan santri setelah keluar dari madrasah mampu melanjutkan studinya ke perguruan tinggi yang terkemuka.

Penulis : Putry Damayanty

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya