Hukum Talak Lewat SMS atau WA, Apakah Sah? Ini Pandangan Imam Mazhab

Perceraian dalam istilah fiqih disebut talak. Meskipun cara ini sangat dibenci oleh Allah SWT, akan tetapi hal ini merupakan solusi ketika biduk rumah tangga sudah tidak dapat dipertahankan lagi

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Des 2022, 14:30 WIB
Diterbitkan 25 Des 2022, 14:30 WIB
Ilustrasi main HP, menyemangati pacar lewat HP
Ilustrasi main HP, menyemangati pacar lewat HP. (Photo by Andrea Piacquadio/Pexels)

Liputan6.com, Cilacap - Perceraian dalam istilah fiqih disebut talak. Meskipun talak ini merupakan perbuatan yangsangat dibenci Allah SWT, akan tetapi hal ini diperbolahkan. Sebab hal ini dilakukan sebagai solusi ketika biduk rumah tangga sudah tidak dapat dipertahankan lagi.

Rasulullah SAW bersabda:

أَبْغَضُ الْحَلَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى الطَّلَاقُ

“Halal yang paling dibenci Allah adalah talak (cerai).” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Saat ini, seiring kecanggihan teknologi tentunya pernah terjadi seorang suami menyatakan talak lewat tulisan yang dikirmkan melalui SMS, Whatsapp, Facebook, Twitter dan aplikasi lain yang dapat mengirimkan pesan.

Sebagaimana diketahui, talak identik dengan perkataan atau ucapan. Perkataan talak dalam terminologi fiqih ini terbagi atas 2, yaitu 1. jelas dan tegas (sharih) dan 2. Tidak tegas atau sindiran (kinayah).

Berdasarkan permasalahan ini, maka lahir pertanyaan: bagaimana hukum talak lewat SMS atau WA, apakah sah atau tidak?

Saksikan Video Pilihan Ini:

Hukum Tulisan dan Ucapan, Apakah Sama?

ilustrasi hp ponsel
Ilustrasi/Copyright unsplash/NordWood Themes

Sebelum membahas tentang talak menggunakan SMS atau WA, sebaiknya terlebih dahulu mengetahui hukum tulisan dan ucapan. Sebab sebagaimana yang kita ketahui, talak merupakan ucapan cerai dari seorang suami.

Mengutip NU Online, jumhur ulama fiqih menyatakan bahwa tulisan bukanlah ungkapan jelas. Tidak pula bisa dihukumi sebagai ungkapan jelas. Menurut mereka, andai tulisan sama dengan perkataan tentu Allah telah menguatkan Nabi-Nya dengan tulisan.

Tulisan hanya bentuk lain dari perkataan yang memiliki sisi kekurangan karena terdapat beberapa kemungkinan di dalamnya. Selain itu, tulisan berbeda dengan perkataan dalam hal menyampaikan pesan kepada si penerima pesan. Memang benar, tulisan sebagai pengganti perkataan, namun seringkali tulisan hanya mewakili sebagian pesannya saja. (lihat: al-Mawardi, al-Hâwi al-Kabîr fî Fiqh Madzhab al-Imam al-Syafi‘i, Beirut: Darul Kutub, 1999, jilid 10, hal. 167). 

Pandangan Imam Mazhab

(sumber: pinterest.com)
Foto Imam Syafi'i

Itulah sebabnya Imam al-Syafi‘i, Imam Malik, dan Imam Abu Hanifah menetapkan bahwa tulisan dalam hal talak sama dengan ungkapan kinayah (sindiran). Dalam arti, talak melalui tulisan hanya dihukumi jatuh manakala disertai niat.

Sebaliknya, bila tidak disertai niat, talaknya tidak jatuh. Contohnya tulisan, “Engkau ditalak” atau tulisan, “Aku telah menalakmu.” 

Menurut al-Mawardi, jika sudah disimpulkan bahwa tulisan talak setara dengan kinayah alias bukan ungkapan sharih, maka keadaan suami yang menuliskan talak tidak terlepas dari tiga keadaan: (1) menulis talak kemudian mengucapkannya, (2) menulis talak disertai dengan meniatinya, dan (3) menulis talak tidak disertai mengucapkan dan meniatinya. 

Jika tulisan itu disertai ucapan, maka jatuhlah talaknya. Sebab, sekalipun tanpa tulisan, ucapan talak sendiri membuat talak menjadi jatuh. Begitu pula jika menggabungkan antara ucapan dengan tulisan, tentunya talak jelas jatuh. 

Sementara tulisan yang disertai niat, perihal jatuhnya ada dua pendapat. Jika dikatakan kinayah, maka talaknya jatuh. Namun jika dikatakan bukan kinayah, tidak jatuh talaknya.

Namun, Imam al-Syafi‘i telah memfatwakan: 

 وَلَوْ كَتَبَ بِطَلَاقِهَا فَلَا يَكُونُ طَلَاقًا إِلَّا بِأَنْ يَنْوِيَهُ كَمَا لَا يَكُونُ مَا خَالَفَهُ الصَّرِيحُ طَلَاقًا إِلَّا بِأَنْ يَنْوِيَهُ

Artinya, “Andai seorang suami menuliskan talak untuk istrinya, maka tulisan itu tidak menjadi talak kecuali jika diniatinya sebagai talak. Demikian halnya setiap hal yang berbeda dengan ungkapan sharih (jelas) tidak menjadi talak kecuali jika diniatinya,” (al-Mawardi, al-Hâwi al-Kabîr fî Fiqh Madzhab al-Imam al-Syafi‘i, Beirut: Darul Kutub: 1999, jilid 10, hal. 167).

Terakhir, tulisan talak yang tidak diucapkan dan tidak disertai niat, tidak membuat talaknya jatuh. Sebab, boleh jadi sang suami menuliskannya sekadar menceritakan orang lain, mencoba tulisan sendiri, menakut-nakuti istri, dan seterusnya. 

Penulis: Khazim Mahrur

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya