Pandangan Fatwa Tarjih Muhammadiyah tentang Daftar Haji dengan Utang Bank

Pandangan Fatwa Tarjih Muhammadiyah tentang Daftar Haji dengan Utang Bank

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Mei 2023, 22:30 WIB
Diterbitkan 23 Mei 2023, 22:30 WIB
Ilustrasi haji
Ilustrasi haji (dok.pexels)

Liputan6.com, Jakarta - Daftar tunggu haji di beberapa wilayah di Indonesia menguntai hingga lebih dari 35 tahun. Hal itu menunjukkan antusiasme masyarakat Indonesia yang tinggi untuk menunaikan rukun Islam kelima ini.

Di sisi lain, membeludaknya jumlah pendaftar haji juga menunjukkan meningkatnya perekonomian penduduk Indonesia yang mayoritas muslim. Hal ini patut disyukuri.

Namun begitu, ternyata masih ada pula yang mendaftar haji dengan menjual aset, entah hasil pribadi atau warisan demi bisa berangkat haji. Tekadnya yang kuat patut diapresiasi.

Lain hal, banyak pula yang daftar haji dengan utang bank. Terlebih, setelah perbankan melakukan berbagai inovasi untuk mendukung program ini.

Daftar haji dengan dana tabungan atau menjual aset tak perlu diperbincangkan. Namun, bagaimana dengan yang terakhir, jika mendaftar haji dengan dana hasil dari utang bank?

Berikut ini adalah pandangan Fatwa Tarjih Muhammadiyah, mengutip laman Muhammadiyah.

 

 

Simak Video Pilihan Ini:

Fatwa Tarjih tentang Daftar Haji dengan Dana Utang

Mengutip muhammadiyah.or.id, dalam Islam, dana talangan haji dari perbankan biasa disebut dengan “qardl” atau pinjaman. Nasabah kemudian wajib mengembalikan sejumlah uang yang dipinjam itu dalam jangka waktu tertentu.  Bagaimana menyelesaikan persoalan ini?

Pada dasarnya, naik haji itu tidak wajib hukumnya atas orang yang belum mempunyai isthitha’ah (kemampuan). Allah Swt berfirman, yang artinya:

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” [QS. Ali Imran, 3: 97].

Orang yang memakai jasa talangan haji belum bisa dikategorikan sebagai orang yang isthitha’ah. Sebab ia memaksakan diri dengan mencari pinjaman atau berutang kepada pihak lain. Dengan memakai dana talangan haji dikhawatirkan akan menyusahkan dirinya sendiri.

Memang dengan dana talangan haji terdapat kebaikan, namun kemudaratannya juga tidak sedikit. Dalam kaidah usul fikih ditegaskan bahwa lebih baik menghindari kemudaratan daripada mendatangkan kemanfaatan. Bahkan umat Islam diperintahkan agar waspada terhadap setiap potensi kemudaratan (sadd al-dzariah).

Karenanya, dalam Fatwa Tarjih disebutkan bahwa jika seseorang belum mempunyai biaya, maka tidak wajib hukumnya menunaikan ibadah haji. Tidak perlu berutang hanya karena untuk mengerjakan sesuatu yang belum menjadi kewajiban.

Lebih baik menabung agar jika kelak Allah memberikan kesempatan kepada kita untuk pergi ke Baitullah, kita dapat beribadah dengan batin yang lebih tenang, tentram, dan khusyuk.

Tim Rembulan

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya