Liputan6.com, Jakarta - Perempuan dewasa yang belum memiliki jodoh atau sulit jodoh bisa saja karena pilihan hidupnya, atau bisa saja karena kondisi tertentu.
Perempuan yang sulit jodoh ini sebagai manusia dewasa memiliki kebutuhan seksual. Bagaimana cara memenuhinya, apakah boleh masturbasi oleh agama Islam?
Secara umum, kebutuhan seksual adalah aspek normal dalam kehidupan manusia, termasuk bagi wanita dewasa yang belum menemukan jodoh atau pasangan hidup. Memiliki keinginan dan kebutuhan seksual adalah bagian dari keberadaan manusia dan bukan hanya terkait dengan status hubungan.
Advertisement
Seksualitas adalah hal pribadi dan individu memiliki kebebasan untuk menentukan bagaimana mereka ingin mengatasi atau mengelola kebutuhan dan keinginan seksual mereka. Tidak menemukan jodoh atau pasangan hidup tidak berarti seseorang tidak dapat mengatasi kebutuhan seksualnya dengan cara yang sehat dan bermoral.
Beberapa mungkin memilih untuk menunggu sampai menemukan pasangan hidup yang tepat, sementara yang lain mungkin memilih untuk memiliki kehidupan seksual mandiri.
Dalam pandangan umum, masturbasi adalah cara bagi banyak orang untuk mengatasi kebutuhan seksual mereka tanpa melibatkan pasangan. Ini adalah tindakan yang normal dan sehat, selama dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan rasa hormat terhadap diri sendiri.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Pendapat Prof Quraish Shihab
Hal yang perlu diperhatikan salah satunya menjaga kesehatan seksual. Ini penting bagi wanita, termasuk menghindari risiko penyakit menular seksual dengan menggunakan pengaman, jika diperlukan, dan berkonsultasi dengan profesional kesehatan tentang pencegahan dan kesehatan reproduksi.
Sementara mengutip pendapat Prof Habib Quraish Shihab dalam laduni.id menyebutkan, dalam Kamus Bahasa Indonesia (KBBI), masturbasi diartikan sebagai “proses memperoleh kepuasaan seks tanpa berhubungan kelamin”.
Tentu saja definisi ini dapat mencakup banyak cara, sehingga tidak mudah menjawab pertanyaan persoalan masturbasi secara hitam putih-boleh atau tidak. Pada prinsipnya, Al-Qur’an mencela siapa pun yang menyalurkan kebutuhan seksualnya kepada bukan pasangannya yang sah dan budak-budak perempuan (baca: QS. al-Mu’minun 23: 5-6).
Tentu saja yang dimaksud dengan budak perempuan adalah pada masa lalu ketika budak perempuan masih ada. Banyak ulama yang memahami ayat ini menyatakan: Jika hanya dua cara itu yang dibenarkan, maka semua cara lainnya tidak dibenarkan, termasuk menyalurkan kebutuhan seksual melalui diri sendiri.
Mereka juga meriwayatkan hadis yang menyatakan: “Terkutuk siapa yang menikahi tangannya”. Tapi ulama lain, seperti Imam Ahmad bin Hanbal, salah seorang tokoh madzhab Sunni kenamaan, berpendapat bahwa mencari kepuasaan seksual melalui upaya sendiri sampai terjadi orgasme dapat dibenarkan jika dibutuhkan.
Itu, menurut logikanya, serupa dengan mengeluarkan sesuatu yang ada dalam diri seorang katakanlah seperti berbekam.
Pendapat tersebut sangat longgar, karena itu sebagian ulama kendati membolehkannya, menetapkan beberapa syarat:
1. Yang bersangkutan tidak memiliki pasangan hidup, karena tidak mampu menikah
2. Takut terjerumus dalam haram
3. Tidak untuk tujuan memperoleh kelezatan, tetapi untuk menyalurkan dorongan birahi yang sangat kuat.
4. Hanya dilakukan sekali-sekali. Wallahu A’lam.
Penulis: Nugroho Purbo
Advertisement