Liputan6.com, Jakarta - Bagi warga Rembang, nama Mbah Ma'shoem bukanlah sosok asing. Mbah Ma'shoem Lasem merupakan ulama yang kharismanya masih diingat meski telah wafat bertahun-tahun lampau.
Warisannya masih terjaga. Pondok pesantren yang didirikannya, misalnya. Lebih penting lagi adalah warisan ajarannya mengenai keilmuan agama melalui santri-santrinya.
Semasa belia, Mbah Ma'shoem mengaji kepada kiai-kiai alim. Salah satunya adalah Syaikhona Kholil Bangkalan. Bahkan, Mbah Ma'shoem mendapat tempat tersendiri di hati Mbah Kholil.
Advertisement
Dia disebut sebagai jagoan dari Jawa oleh sang Waliyullah. Sebagaimana gurunya, Mbah Ma'shoem juga memiliki karomah, bahkan tampak sejak muda.
Kisah mengenai karomah Mbah Ma'shoem yang didatangi Walisongo dan mimpi bertemu Nabi Muhammad SAW tak hanya sekali itu menjadi artikel yang menyita perhatian pembaca kanal Islami Liputan6.com.
Dua artikel lain yang tak kalah menarik adalah hukum oral seks bagi pasangan suami istri dan pernikahan janda. Selengkapnya mari simak Top 3 Islami.
Top 3 Islami
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
1. Kisah Karomah Mbah Ma'shoem Lasem, Santri 'Jagoan' Syaikhona Kholil Bangkalan
Syahdan, Syaikhona Kholil Bangkalan meminta santrinya dibuatkan kurungan ayam jago. Kurungan jago lebih besar dan lazimnya didesain seindah mungkin.
Maklum, ayam jago bertubuh lebih besar dan cenderung agresif. Ini berbeda dengan kurungan ayam betina yang biasanya dibuat sederhana dan lebih kecil.
“Tolong buatkan aku kurungan Ayam Jago, sebab besok akan ada jagoan dari tanah Jawa yang datang ke sini,” ucap Mbah Kholil Bangkalan kepada santrinya.
Kemudian esoknya, datanglah seorang pemuda bernama Muhammadun dari tanah Jawa. Muhammadun adalah nama Mbah Ma’shoem Lasem di kala muda.
Pemuda itu pun diminta masuk ke dalam kurungan Ayam Jago tersebut. Dengan penuh pasrah dan ketundukan terhadap gurunya, pemuda itu pun masuk dan duduk berjongkok ke dalam kurungan Ayam Jago tadi.
Mbah Kholil kemudian berkata kepada segenap santri beliau. “Inilah yang kumaksudkan sebagai Ayam Jago dari tanah Jawa, yang kelak akan menjadi Jagoan Tanah Jawa,”.
Ini merupakan kisah nyata. Kisah tersebut dinukil dari buku Manaqib Mbah Ma’shoem Lasem.
Sebagaimana gurunya, Syaikhona Kholil Bangkalan yang merupakan wali Allah, Mbah Ma'shoem yang sudah tampak kesitimewaanya sejak belia, juga merupakan waliyullah. Lazimnya wali, Mbah Ma'shoem juga dianugerahi karomah.
Advertisement
2. Bolehkah Istri Puaskan Suami dengan Oral Seks? Simak Penjelasan Buya Yahya
Aktivitas seksual adalah salah satu pernik penting suami istri. Kehidupan seksual seringkali berkorelasi dengan harmonis terciptanya keluarga harmonis.
Dalam pandangan Islam, aktivitas seks juga merupakan ibadah. Makanya, seringkali disebut pula dengan nafkah batin, bersanding dengan rasa sayang, perlindungan, dan cinta kasih.
Berbeda dengan lelaki yang tiap saat bisa berhubungan seks, wanita, sebagaimana fitrahnya, memiliki keterbatasan. Ada fase 'libur' karena menstruasi atau haid maupun nifas. Sementara, terkadang suami tidak mau tahu siklus rutin wanita ini.
Lantas, bolehkah istri memuaskan suami dengan tangan (onani) maupun dengan mulut (oral seks)?
Pertanyaan yang kurang lebih sama ditanyakan seorang jemaah Al Bahjah bertanya kepada KH Yahya Zainul Ma’arif atau Buya Yahya perihal kebolehan istri yang sedang haid melayani istri tidak sebagaimana mestinya, misalnya dengan mulutnya.
“Maaf jika kita wanita sedang libur atau menstruasi, apakah boleh memuaskan suami menggunakan mulut?” tanya salah seorang jamaah sebagaimana dibacakan oleh pembawa acara.
3. Janda Menikah Lagi Apa Butuh Wali, Siapa yang Berhak Menikahkan?
Dalam Islam, hak seorang perawan (lajang) dan janda dalam konteks pernikahan berbeda. Seorang janda tidak bisa dinikahkan dengan lelaki pilihan walinya, tanpa persetujuan yang bersangkutan.
Kesediaan atau izin pernikahan seorang janda, termaktub dalam hadis berikut,
الثَّيِّبُ أَحَقُّ بِنَفْسِهَا مِنْ وَلِيِّهَا
Artinya, “Janda itu lebih berhak atas dirinya,” (HR. Malik).
Dijelaskan oleh Imam al-Haramain dalam kitabnya:
والثيب لا تجبر؛ فإن كانت بالغة عاقلة لا تزوج إلا بإذنها، ولو كانت صغيرة، لم تزوج حتى تبلغ وتأذن.
Artinya, “Seorang janda tidak bisa dipaksa nikah (oleh walinya) meskipun ia sudah baligh dan berakal sehat. Ia tidak boleh dinikahkan oleh kecuali atas seizinnya meskipun ia masih anak kecil. Lagi pula ia tidak boleh dinikahkan sampai baligh dan mengizinkan dirinya.” (Lihat: Imam al-Haramain, Nihayatul Mathlab, jilid XII, halaman 42).
Mengutip penjelasan Ustadz M Tatam Wijaya di NU Online, pernikahan seorang janda harus perkenan dan keinginan dirinya. Tidak sah dipaksa nikah jika ia tidak menginginkannya meskipun atas dasar kemaslahatan dan wali yang memaksanya adalah wali mujbir (ayah kandung dan kakek). Bahkan, saat dimintai izin pun, izinnya harus terdengar secara lisan, bukan sekadar diam atau mengiyakan dalam hati.
"Berbeda halnya dengan seorang gadis atau perawan. Wali mujbir yang dalam hal ini adalah ayah kandung dan kakeknya, lebih berhak menikahkan putrinya atas dasar kemaslahatannya, baik masih kecil maupun sudah baligh," tulis Tatam, dikutip dari NU Online, Senin (28/8/2023).
Hadis di atas menyebut bahwa janda lebih berhak atas dirinya. Lantas apakah saat menikah dia tidak butuh wali nasab?
Advertisement