Liputan6.com, Jakarta - Dalam kitabnya, Al-Ihya’ Ulum ad-Din Juz III, Imam Al-Ghazali membagi ulama dalam tiga kelompok.
“Ulama terdiri dari tiga kelompok. Pertama, ulama yang membinasakan dirinya dan orang lain. Mereka adalah ulama yang dengan terang-terangan mencari dunia dan tamak kepadanya.
Kedua, ulama yang membahagiakan dirinya dan orang lain. Mereka adalah ulama yang menyeru manusia kepada Allah secara lahir dan batin.
Advertisement
Ketiga, ulama yang membinasakan dirinya sendiri dan membahagiakan orang lain.
Merekalah ulama yang mengajak ke jalan akhirat dan menolak dunia secara lahir tetapi dalam batinnya ingin agar dihormati manusia dan mendapatkan kedudukan yang mulia, maka lihatlah pada golongan mana Anda berada.”
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Syair Imam-Al Ghazali tentang Rusaknya Ulama
Mengutip mediaIslam.id, berdasarkan peringatan Al-Ghazali di atas, dia yakin dan keyakinannya itu benar, bahwa kerusakan yang tampak di negara-negara Islam justru disebabkan oleh para ulama. Merekalah penyebab utama kerusakan negara, karena mereka adalah garamnya umat dan jika garam sudah rusak lalu apa gunanya? Beliau menulis dalam sebuah syair:
Wahai para ulama, garamnya negara
Apa gunanya garam jika dia rusak
Al-Ghazali juga menyebutkan dalam bab ini, mengapa masyarakat rela menerima keadaan itu, sehingga mereka bertambah lalai terhadap akhirat. Beliau mengatakan, penyebabnya adalah karena ulamanya sakit dan cacat, padahal mereka adalah dokter hati dan akal.
Beliau berkata, “Sesungguhnya para ulama adalah dokter, tetapi mereka sendiri telah tertimpa penyakit. Bila Dokter sakit maka sedikit orang yang bisa mengobatinya, maka dari itu penyakitnya menjadi bertambah parah dan mewabah.”
Advertisement
Penolakan Imam Al-Ghazali soal Rusaknya Pemimpin dan Ulama
Al-Ghazali menolak pendapat bahwa rusaknya pemimpin menyebabkan rusaknya ulama, tetapi sebaliknya bahwa ketika para ulama meninggalkan kewajiban mereka terhadap para pemimpin maka rusaklah para pemimpin itu.
Beliau berkata, “Inilah perjalanan dan kebiasaan para ulama dalam beramar ma’ruf dan bernahi mungkar, serta peduli kepada sepak terjang para penguasa. Mereka bertawakkal kepada Allah agar menjaga mereka dan ridha terhadap hukum Allah serta berdoa semoga mereka diberi kesempatan untuk bertemu dengan-Nya. Jika mereka mengikhlaskan niat karena Allah, maka perkataan mereka akan membekas di dalam hati yang keras lalu melunakkannya dan menghilangkan kekerasannya.
Adapun sekarang, mulut para ulama telah tersumbat oleh ketamakan sehingga mereka diam. Kalau toh berbicara perkataan mereka tidak digubris sehingga sia-sia. Seandainya mereka jujur dan menyuarakan kebenaran ilmu, tentu mereka akan berbahagia.
Kerusakan rakyat disebabkan oleh rusaknya penguasa, rusaknya penguasa karena rusaknya ulama, dan rusaknya ulama karena dikuasai oleh cinta harta dan pangkat. Barangsiapa yang dikuasai oleh rasa cinta dunia, maka dia tidak akan bisa bersikap obyektif terhadap kesesatan, apalagi terhadap penguasa dan pembesar. Allah Maha Penolong atas segala keadaan.”
Demikianlah perkataannya kepada para ulama di masanya, lalu apa yang akan dia katakan seandainya dia hidup bersama ulama pada masa sekarang?
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul