Siapa yang Dimaksud 'Orang yang Berselimut' dalam Surah Al-Mudassir?

Dalam Al-Qur’an Allah menyebut hambanya dengan sebutan al-Mudatsir. Al-Mudatsir artinya otang yang berkemul atau orang yang berselimut, Lantas siapakah yang dimaksud orang yang berselimut itu?

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Apr 2024, 18:30 WIB
Diterbitkan 06 Apr 2024, 18:30 WIB
Ilustrasi Al-qur'an
Ilustrasi Al-Qur'an (sumber: GR Stocks)

Liputan6.com, Cilacap - Dalam Al-Qur’an Allah menyebut hambanya dengan sebutan al-Mudassir. Al-Mudassir artinya orang yang berkemul atau orang yang berselimut, Lantas siapakah yang dimaksud orang yang berselimut itu?

Surah Al-Mudassir merupakan surah yang ke 74 dalam susunan mushaf Al-Qur’an. Surah ini turun setelah Surah Al-‘Alaq ayat 1-5.

Al-Mudassir untuk menyebut hamba Allah yang berkemul atau berselimut ini sekaligus menjadikan kata ini menjadi nama surah itu.

Surah Al-Mudatsir termasuk ke dalam golongan surah yang terdapat dalam juz ke 29. Surah ini terdiri atas 56 ayat dan termasuk ke dalam golongan surah makkiyah karena turun di kota Makkah.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Siapa yang Dimaksud Al-Mudatsir?

Ilustrasi membaca Al-Qur'an
Ilustrasi membaca Al-Qur'an. (Photo by Masjid MABA on Unsplash)

Menukil minhajulatsar.com, Al-Imam Ibnu Syihab az-Zuhri rahimahullah mengatakan bahwa Abu Salamah bin Abdurrahman bin Auf rahimahullah mengabarkan kepada beliau, “Jabir bin Abdillah al-Anshari radhiallahu ‘anhu berkata, ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan tentang masa tenggangnya wahyu, dalam sabdanya beliau berkata,

بَيْنَا أَنَا أَمْشِي إِذْ سَمِعْتُ صَوْتًا مِنَ السَّمَاءِ، فَرَفَعْتُ بَصَرِي، فَإِذَا المَلَكُ الَّذِي جَاءَنِي بِحِرَاءٍ جَالِسٌ عَلَى كُرْسِيٍّ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ، فَرُعِبْتُ مِنْهُ، فَرَجَعْتُ فَقُلْتُ: زَمِّلُونِي زَمِّلُونِي فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى: {يَا أَيُّهَا المُدَّثِّرُ. قُمْ فَأَنْذِرْ} إِلَى قَوْلِهِ {وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ}“ فَحَمِيَ الوَحْيُ وَتَوَاتَرَ.

“Suatu saat aku berjalan, tiba-tiba aku mendengar suara dari langit, aku pun menengok ke atas, ternyata ada seorang malaikat yang pernah datang kepadaku di gua Hiro sedang duduk di atas kursi antara langit dan bumi. Aku pun merasa ketakutan dan langsung pulang. Aku berteriak, Selimuti aku! Selimuti aku! Maka Allah pun menurunkan ayat-Nya,   يَا أَيُّهَا المُدَّثِّرُ. قُمْ فَأَنْذِرْ “Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan!” (QS. Al-Muddatstsir: 1-2) Hingga pada firman-Nya, وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ “Dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah.” (Al-Muddatstsir: 5) Maka setelah itu wahyu pun datang terus-menerus.” (HR. Bukhari no. 4)  

Dalam hadis di atas kita dapat mengambil faedah bahwa turunnya surat Al-Muddatstsir adalah setelah turunnya lima ayat surat al-‘Alaq, yaitu pada perkataan beliau, “Ternyata ada seorang malaikat yang pernah datang kepadaku di gua Hiro.”

Dengan demikian, berdasarkan keterangan di atas, maka yang dimaksud al-Mudassir dalam surah tersebut ialah Nabi Muhammad SAW.

Panggilan kepada orang yang berselimut terdapat dalam ayat pertama,

يٰٓاَيُّهَا الْمُدَّثِّرُۙ

Yâ ayyuhal-muddatstsir

Wahai orang yang berselimut (Nabi Muhammad),

Tugas Berat Rasulullah Setelah Turunnya Surah Al-Mudassir

Ilustrasi Al-Qur'an
Ilustrasi Al-Qur'an. (Photo Copyright by Freepik)

Menukil suaramuhammadiyah.id, ada beberapa tugas yang dibebankan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dalam Surat Al-Mudatsir ini:

1. Tugas untuk menyampaikan dakwah dan memberi peringatan (bangunlah, lalu beri peringatan!);

2. Tugas untuk melaksanakan segala perintah Allah (dan Tuhanmu agungkanlah);

3. Tugas membersihkan diri lahir dan batin (dan pakaianmu bersihkanlah);

4. Tugas menjauhi segala hal yang menyebabkan datangnya murka Allah (dan perbuatan dosa tinggalkanlah). (Ar-Rahiq al-Makhtum, hal. 84-85)

Setelah turun Surat Al-Mudastir ini Rasulullah SAW bangkit berdiri. Terhitung sejak itu sampai lebih dari 20 tahun berikutnya, tidak ada lagi kata istirahat bagi beliau.

Hidupnya bukan lagi untuk dirinya sendiri dan keluarganya. Beliau menapaki jalan dakwah tiada ujung. Memikul beban berat yang meletihkan.

Sedikitpun tiada goyah. Mengemban misi kemanusian, beban akidah, beban perang. Hidup dalam suasana konflik terus menerus selama hamir seperempat abad. (Ar-Rahiq al-Makhtum, hal. 85)

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya