Liputan6.com, Jakarta - Bulan Muharram adalah bulannya anak yatim. Lebih spesfisik, 10 Muharram, selain disebut sebagai hari Asyura, juga disebut dengan hari anak yatim.
Pasalnya, setiap tanggal 10 Muharram, Nabi Muhammad S.A.W menganjurkan kepada umatnya untuk memperbanyak bersedekah dan menyantuni anak yatim piatu. Dalam hadis yang artinya:
Advertisement
Baca Juga
“Sedang terhadap yatim piatu, perhatian Nabi s.a.w. sangat besar sekali, prihatin, melindungi, dan menjamin keperluan hidup mereka, dan selalu dipesankan dan dianjurkan kepada umatnya dalam tiap keadaan. “Aku dan pemeliharaan anak yatim, akan berada di syurga kelak”, sambil mengisyaratkan dan mensejajarkan kedua jari tengah dan telunjuknya, demikianlah sabda baginda S.A.W. (H.R. Bukhari) - via laman Kemenag Sumsel, Sabtu (13/7/2024).
Di Indonesia, di kalangan umat Islam juga ada tradisi santunan anak yatim. Beberapa lembaga lain atau perorangan juga menggalang dana untuk diberikan kepada anak yatim.
Soal penggalangan dana ini, KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) mewanti-wanti tentang hal-hal yang tidak boleh dilakukan pada saat melakukan penggalangan dana untuk anak yatim piatu.
Simak Video Pilihan Ini:
Gus Baha Marah
Untuk menjelaskan itu, Gus Baha berkisah tentang pengalaman sahabatnya. Melansir situs langit7.id, alkisah, Gus Baha memiliki sahabat yang kaya raya. Ia pernah membuat acara santunan bagi anak yatim piatu.
Lalu, sang sahabat bertanya apakah boleh memakai dana Rp10 juta dari total uang terkumpul untuk acara makan-makan pada saat santunan.
Dia lalu bertanya kembali kepada sang penanya itu, apakah ingin jawaban basa-basi atau jawaban jujur dari kacamata hukum fikih. Namun, sang sahabat ingin jawaban jujur.
"Saya marahi dia," kata Gus Baha, dikutip YouTube Santri Gayeng via langit7.id, Sabtu (13/7/2024).
Dia menegaskan, perbuatan itu haram dilakukan. Harta atau dana yang dikumpulkan oleh penyumbang sejatinya seratus persen untuk keperluan anak yatim piatu.
Advertisement
Yang Sesuai Fikih Menurut Gus Baha
"Kalau terkumpul Rp100 juta, harus semua untuk yatim," ucap Gus Baha.
Sebab, status anak yang yatim piatu itulah yang membuat orang menjadi penyumbang. Kata Gus Baha, status tersebut membuat banyak golongan atau kelompok mau menyumbang.
Para penyumbang itu tidak akan peduli Ormas, bendera, partai atau apapun. Bila sudah menyangkut keperluan anak yatim pasti banyak donatur yang menyumbangkan harta. Jadi, jika uang terkumpul Rp100 juta, maka tidak boleh mengambil Rp10 juta untuk kepentingan makan-makan panitia.
Sebaiknya, kata Gus Baha, panitia membedakan sendiri anggaran untuk kegiatan di luar kebutuhan anak yatim. Itu lebih sesuai dengan syariat fikih Islam.