Liputan6.com, Jakarta - Normalnya wanita mengalami menstruasi atau haid setiap bulannya. Ini merupakan siklus alami yang terjadi pada tubuh perempuan.
Pada fase ini, perempuan akan mengeluarkan darah dari vagina selama periode tertentu. Sehingga pada saat haid, muslim perempuan dikatakan dalam keadaan tidak suci.
Dengan begitu, mereka tidak diperkenankan untuk melaksanakan sholat ataupuh puasa wajib. Akan tetapi, proses keluarnya darah dari vagina sering kali tidak tentu.
Advertisement
Baca Juga
Mungkin bagi beberapa perempuan bahkan sebagiannya pernah mengalami terputusnya darah selama haid kemudian di hari berikutnya darah keluar lagi.
Dalam Islam ini dikenal dengan istilah istihadhah. Namun tidak semua bisa disebut darah istihadhah, melainkan ada perhitungan sendiri.
Melansir dari laman merdeka.com, berikut penjelasan tentang cara menghitung darah istihadhah menurut pandangan beberapa ulama.
Â
Saksikan Video Pilihan ini:
Pengertian Darah Istihadhah
Sebelum dijelaskan cara menghitung darah istihadhah, perlu dipahami dahulu pengertiannya.
Darah istihadhah adalah istilah dalam agama Islam yang mengacu pada darah yang keluar dari seorang wanita di antara waktu haid dan waktu bersih. Istihadhah biasanya terjadi karena adanya gangguan hormonal atau kelainan fisik yang mengubah siklus menstruasi wanita.
Faktor penyebab darah istihadhah dapat bervariasi. Salah satu faktor utama adalah ketidakseimbangan hormon dalam tubuh wanita. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai alasan seperti stres, obat-obatan tertentu, gangguan kesehatan seperti tiroid, atau penurunan kadar hormon tertentu dalam tubuh.
Selain itu, adanya kelainan struktural dalam organ reproduksi wanita juga dapat menjadi faktor penyebab darah istihadhah. Contohnya adalah adanya polip atau kista dalam rahim atau ovarium, endometriosis, atau adhesi yang mengganggu aliran darah normal selama menstruasi.
Selanjutnya, gangguan reproduksi seperti sindrom ovarium polikistik (PCOS) dapat menyebabkan darah istihadhah. PCOS adalah kondisi di mana sel telur tidak matang secara normal dan tubuh menghasilkan terlalu banyak hormon pria. Hal ini dapat menyebabkan gangguan dalam siklus menstruasi dan menyebabkan darah istihadhah.
Secara umum, faktor penyebab darah istihadhah dapat beragam, dan setiap wanita mungkin memiliki penyebab yang berbeda-beda. Oleh karena itu, jika seorang wanita mengalami darah istihadhah yang berkepanjangan atau tidak normal, sebaiknya berkonsultasi dengan dokter untuk melakukan pemeriksaan dan mendapatkan pengobatan yang tepat.
Advertisement
Pandangan Mazhab Imam Hanafi
Cara menghitung darah istihadhah menurut pandangan Madzhab Imam Hanafi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Penggunaan Istilah Mu'tadah dan Bukan Mu'tadah:
Menurut pandangan Imam Hanafi, istihadhah terbagi menjadi dua jenis yaitu mu'tadah dan bukan mu'tadah. Istilah mu'tadah digunakan untuk menggambarkan darah yang keluar dari tempat yang seharusnya, seperti darah yang keluar setelah masa haid selesai.
Sedangkan istilah bukan mu'tadah digunakan untuk menyebutkan darah yang keluar diluar masa haid yang biasanya, seperti darah yang keluar sebelum masa haid dimulai atau setelah 10 hari masa haid selesai.
2. Mengukur Berdasarkan Lama Masa Haid Biasa:
Dalam menghitung darah istihadhah, Imam Hanafi memandang bahwa wanita harus mengukur darah istihadhah berdasarkan lama masa haid biasanya.
Jika darah yang keluar setelah masa haid biasa berlangsung adalah darah mu'tadah, maka darah tersebut tetap dianggap sebagai darah haid.
Namun, jika darah yang keluar setelah masa haid biasa berlangsung adalah darah bukan mu'tadah, maka darah tersebut dihitung sebagai darah istihadhah.
3. Maksimal 10 Hari Haid:
Menurut Imam Hanafi, masa haid yang dianggap normal adalah selama 10 hari. Jika darah haid berlangsung lebih dari 10 hari, maka darah setelah hari ke-10 dianggap sebagai darah istihadhah.
4. Terputusnya Darah Haid:
Imam Hanafi juga memandang bahwa jika darah haid berhenti, kemudian keluar darah istihadhah setelah itu, maka darah istihadhah tersebut dianggap sebagai darah istihadhah baru. Hal ini berlaku meskipun darah haid keluar lagi setelah darah istihadhah tersebut.
Dalam pandangan Imam Hanafi, perhitungan darah istihadhah didasarkan pada penggunaan istilah mu'tadah dan bukan mu'tadah, diukur berdasarkan lama masa haid biasa, masa haid maksimal 10 hari, dan terputusnya darah haid.
Pandangan Mazhab Imam Maliki
Cara menghitung darah istihadhah menurut pandangan Madzhab Imam Maliki meliputi dua faktor utama, sebagai berikut:
1. Darah haid terputus dan keluar lagi:
Menurut pandangan Imam Maliki, jika seorang wanita mengalami darah haid, kemudian darah tersebut terputus selama beberapa hari, dan kemudian keluar lagi dalam jangka waktu 15 hari setelah haid terakhir, maka darah tersebut masih dianggap sebagai haid.
Namun, jika keluarnya darah terputus lebih dari 15 hari, maka darah yang keluar tersebut dianggap sebagai darah istihadhah.
2. Masa haid yang maksimal:
Imam Maliki juga meyakini bahwa masa haid yang maksimal adalah 15 hari.
Jika seorang wanita mengalami haid selama lebih dari 15 hari, maka darah yang keluar setelah itu dianggap sebagai darah istihadhah.
Dalam pandangan Imam Maliki, penentuan darah istihadhah didasarkan pada lamanya putusnya darah haid dan lamanya masa suci setelah haid.
Batas waktu haid maksimal adalah 15 hari, jika berlangsung lebih lama, maka darah yang keluar dianggap sebagai darah istihadhah.
Semua ini bertujuan untuk membantu wanita muslim dalam menjalankan ibadah dan memahami aturan-aturan yang berkaitan dengan darah istihadhah menurut pandangan Madzhab Imam Maliki.
Advertisement
Pandangan Mazhab Imam Hambali
Cara menghitung darah istihadhah menurut pandangan mazhab Imam Hambali adalah sebagai berikut:
1. Darah Haid Berhenti:
Dalam mazhab Hambali, jika seorang wanita mengalami darah haid dan kemudian darah haid tersebut berhenti selama kurang dari tujuh belas hari, maka darah istihadhah dianggap sebagai bagian dari darah haid.
Jadi jika darah istihadhah berlangsung selama tujuh belas hari atau lebih, maka itu bukan merupakan bagian dari darah haid.
2. Kembalinya Darah Keluar dalam Rentang 'Adah:
Pada kasus dimana darah haid berhenti dan kemudian darah haid kembali keluar dalam periode waktu 17 hari. Maka darah tersebut dianggap sebagai darah haid dan bukan darah istihadhah.
Jadi, jika darah keluar setelah 17 hari, hukumnya tetap sebagai istihadhah.
3. Kewajiban Menunaikan Shalat saat Haid:
Imam Hambali berpendapat bahwa wanita yang sedang mengalami darah haid tidak diwajibkan untuk menunaikan sholat.
Namun, ketika darah haid berhenti, maka wanita tersebut harus segera mandi besar dan menjalankan shalat.
Dari penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa menurut mazhab Hambali, terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu ketika darah haid berhenti, kembalinya darah keluar dalam rentang 'adah, dan kewajiban menunaikan shalat saat haid.
Semua hal tersebut penting untuk dipahami agar dapat menjalankan ibadah dengan tepat sesuai dengan pandangan mazhab Imam Hambali.
Pandangan Mazhab Imam Syafi
Cara menghitung darah istihadhah menurut pandangan Mazhab Imam Syafi'i dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Darah Haid Terputus dan Keluar Lagi:
Menurut Mazhab Imam Syafi'i, jika seorang wanita mengalami haid yang terputus dan keluar lagi dalam waktu kurang dari 15 hari, maka hal tersebut dianggap sebagai darah haid.
Jadi, jika darah haid terhenti selama 10 hari, kemudian keluar kembali, maka masa haid dihitung dari hari pertama munculnya darah haid yang pertama hingga darah haid yang kedua.
2. Keharusan Darah Pertama Selama Minimal Sehari Semalam:
Dalam pandangan Mazhab Imam Syafi'i, darah haid yang pertama harus keluar minimal selama satu hari dan satu malam.
Jika darah haid hanya keluar dalam waktu kurang dari itu, maka tidak dianggap sebagai haid.
3. Periode Terputus di Tengah-tengah Masa Haid:
Jika darah haid terhenti dalam jangka waktu kurang dari satu hari dan malam, tetapi kemudian keluar lagi.
Maka masa haid masih dianggap berlanjut dan dihitung dari hari pertama munculnya darah haid yang pertama hingga darah haid yang terakhir tersebut.
Namun, jika terjadi periode terputus lebih dari satu hari dan malam, maka periode tersebut dianggap sebagai masa suci.
Demikianlah cara menghitung darah istihadhah menurut pandangan Mazhab Imam Syafi'i.
Advertisement