Liputan6.com, Jakarta - Sosok pendiri Nahlatul Ulama (NU) Mbah Hasyim Asy'ari selalu menarik dikisahkan. Kali ini adalah cerita KH Hasyim Asyari dengan seorang santri bernama Sulam Syamsun.
Sulam, seorang santri dengan beban utang yang cukup besar, merasa putus asa hingga memutuskan untuk melakukan tindakan tak terduga.
Agar terlepas dari masalah utang tersebut, Sulam nekat mengirim surat kepada Mbah Hasyim, memalsukan kematiannya dan meminta pengampunan.
Advertisement
Dalam surat tersebut, keluarga Sulam mengabarkan bahwa ia tidak akan kembali ke pondok karena telah "meninggal dunia". Ia juga menuliskan permohonan maaf atas segala kesalahan yang pernah dilakukan dan berharap semua utangnya dapat diikhlaskan.
Pesan terakhir Sulam saat pura-pura mati dalam surat itu meminta pengertian dan maaf dari para santri serta guru-gurunya.
Dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @SPORTS_30626, Mbah Hasyim sangat terkejut ketika membaca surat dari Sulam. Menyadari bahwa salah satu santrinya dikabarkan telah meninggal dunia, Mbah Hasyim diliputi rasa duka yang mendalam. Ia tidak menyangka akan kehilangan santri yang selama ini dekat dengannya dengan cara yang begitu tiba-tiba.
Setelah membaca surat tersebut, Mbah Hasyim pun memutuskan untuk mengumpulkan seluruh santri di pesantren guna melaksanakan sholat ghaib bagi Sulam. Prosesi sholat gaib dilakukan dengan penuh khidmat, dan para santri turut larut dalam kesedihan, mengenang Sulam yang dianggap telah meninggal dunia.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Mengejutkan, Ini yang Terjadi Usai Sholat Gaib
Usai sholat ghaib, Mbah Hasyim berdiri di hadapan jemaah dan meminta agar seluruh santri memberikan maaf atas kesalahan Sulam. Dengan ketulusan hati, Mbah Hasyim juga mengimbau kepada semua yang hadir agar mengikhlaskan semua utang Sulam, jika ada yang berutang kepadanya.
Para santri yang hadir saat itu serentak menjawab dengan kata "halal," menandakan mereka mengikhlaskan semua utang Sulam. Sungguh suasana saat itu begitu mengharukan, para santri berdoa dengan tulus untuk arwah Sulam yang dikira telah berpulang ke rahmatullah.
Namun, tak disangka, ketika suasana masih khidmat usai sholat gaib, pintu pondok pesantren mendadak terbuka. Sosok Sulam tiba-tiba muncul dan berlari mendekati jemaah yang masih berkumpul. Sambil menangis, Sulam berteriak, "Matur suwun! Terima kasih!" Kata-kata itu keluar dengan penuh penyesalan sekaligus lega.
Melihat Sulam masih hidup dan datang kembali ke pondok, para santri terkejut dan banyak yang sempat tak percaya dengan kejadian tersebut. Mereka tak menyangka bahwa Sulam telah berpura-pura meninggal dunia untuk menghindari utang yang membebani dirinya.
Mbah Hasyim yang melihat Sulam berlari ke arahnya juga terkejut, namun tidak menunjukkan kemarahan sedikit pun.
Bukannya memarahi Sulam atas kelakuannya, Mbah Hasyim justru memeluk santri tersebut dengan erat, tak kuasa menahan air matanya.
“Alhamdulillah, kamu masih hidup. Aku kira benar-benar sudah meninggal dunia," ucap Mbah Hasyim dengan suara yang bergetar, menahan rasa haru dan bahagia.
Advertisement
Betapa Luas Hati Mbah Hasyim
Mbah Hasyim lalu mengatakan bahwa ia sudah terlanjur mengikrarkan di hadapan semua santri bahwa Sulam tidak memiliki kesalahan dan utang lagi. Dengan hati lapang, Mbah Hasyim berkata kepada Sulam, "Aku sudah mengikrarkan kamu di sini sudah tidak punya salah dan tidak punya utang."
Para santri yang menyaksikan momen tersebut merasa terharu dengan sikap bijak Mbah Hasyim. Keputusan Mbah Hasyim untuk mengampuni dan menerima kembali Sulam menjadi pelajaran penting bagi seluruh santri mengenai ketulusan, maaf, dan kasih sayang seorang guru kepada muridnya.
Dalam momen penuh kehangatan itu, Mbah Hasyim melanjutkan dengan sebuah pesan yang mengesankan, "Jika ada yang punya utang atau yang diutang Sulam, panggillah aku," tutur Mbah Hasyim dengan penuh keikhlasan, menandakan kesediaannya untuk menanggung apapun demi kebaikan santrinya.
Kisah ini kemudian menjadi legenda di kalangan santri dan masyarakat sekitar. Kisah Mbah Hasyim dan Sulam menjadi teladan tentang bagaimana seorang pemimpin agama yang bijaksana memilih jalan maaf daripada kemarahan, serta pengorbanan tulus seorang kiai untuk mengampuni kesalahan santrinya.
Banyak yang belajar dari kisah ini bahwa keberanian untuk mengakui kesalahan adalah langkah awal untuk meraih pengampunan. Sementara itu, tindakan Mbah Hasyim yang dengan tulus menerima Sulam kembali menunjukkan ketinggian akhlak seorang ulama besar yang penuh kasih sayang dan pengertian.
Cerita ini juga mengajarkan tentang arti penting dari saling mengikhlaskan. Dalam kehidupan, tidak sedikit orang yang mungkin melakukan kesalahan, namun dengan maaf dan niat baik, kesalahan itu bisa menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak yang terlibat.
Kisah Sulam dan Mbah Hasyim pun terus hidup dalam ingatan masyarakat sebagai kisah yang menginspirasi tentang kasih sayang, pengorbanan, dan ketulusan seorang guru kepada muridnya.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul