Benarkah Usia 40 Tahun Menjadi Batas Sukses atau Gagal Seseorang? Simak Ulasan Buya Yahya

Buya Yahya dengan tegas membantah adanya ketentuan mutlak seperti itu. Menurutnya, takdir manusia telah ditentukan oleh Allah sejak di alam ruh, termasuk rezeki, ajal, dan perjalanan hidupnya, bukan usia 40 tahun.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Nov 2024, 01:30 WIB
Diterbitkan 14 Nov 2024, 01:30 WIB
Buya Yahya. (Foto: Dok. Instagram @buyayahya_albahjah)
Buya Yahya. (Foto: Dok. Instagram @buyayahya_albahjah)

Liputan6.com, Jakarta - Usia 40 tahun seringkali dianggap sebagai penanda penting dalam kehidupan seseorang. Dalam berbagai budaya, usia ini disebut sebagai titik kematangan, baik dalam pemikiran maupun kehidupan spiritual. Beberapa orang bahkan meyakini bahwa apa yang telah dicapai atau dialami pada usia 40 tahun akan menentukan nasib seseorang, baik dalam urusan dunia maupun akhirat.

Sebagai usia yang sering kali menjadi fase transisi antara kedewasaan dan kematangan penuh, usia 40 kerap kali dijadikan acuan dalam mengevaluasi kehidupan. Dalam Islam, Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi rasul pada usia 40 tahun, yang dianggap sebagai tanda kematangan spiritual dan fisik. Namun, muncul pertanyaan, apakah benar, jika di usia 40 seseorang belum mencapai kesuksesan atau ketakwaan, maka hidupnya akan selamanya seperti itu?

Dalam sebuah kajian yang diunggah di kanal YouTube @albahjah-tv, seorang jamaah perempuan bertanya kepada Buya Yahya, pengasuh LPD Al Bahjah, mengenai mitos bahwa usia 40 tahun menentukan nasib seseorang. Jamaah tersebut menanyakan, apakah benar jika pada usia 40 seseorang belum sukses di dunia atau belum bertakwa, maka ia tidak akan pernah mencapai keduanya?

Menanggapi hal tersebut, Buya Yahya dengan tegas membantah adanya ketentuan mutlak seperti itu. Menurutnya, takdir manusia telah ditentukan oleh Allah sejak di alam ruh, termasuk rezeki, ajal, dan perjalanan hidupnya.

“Masyaallah, tidak ada ketentuan seperti itu,” kata Buya Yahya. Ia menjelaskan bahwa segala sesuatu tentang kehidupan manusia telah dicatat oleh Allah SWT sejak awal penciptaan.

Buya Yahya merujuk pada hadis yang menyebutkan bahwa saat roh ditiupkan ke janin, malaikat telah mencatat rezeki, ajal, dan tempat kematian seseorang. Namun, hal-hal ini adalah rahasia Allah dan tidak boleh dipastikan oleh manusia.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Usia 40 Tahun untuk Evaluasi

Ajang untuk Mengevaluasi Diri
Ilustrasi Muslimah evaluasi diri. Credit: shutterstock.com

"Kita tidak tahu takdir kita, tapi Allah sudah tahu," lanjut Buya Yahya, mengingatkan agar umat Islam tidak berprasangka buruk terhadap ketetapan Allah.

Dalam penjelasannya, Buya Yahya juga menyampaikan kisah tentang seorang lelaki yang mengetahui dirinya akan meninggal di suatu tempat tertentu. Karena ketakutan, ia meminta bantuan untuk dibawa jauh dari tempat tersebut. Namun, ketika tiba di tempat baru, malaikat pencabut nyawa tetap datang sesuai ketetapan Allah, menunjukkan bahwa kematian seseorang adalah hal yang sudah ditentukan.

Buya Yahya juga menekankan bahwa usia 40 tahun bisa menjadi momen refleksi atau evaluasi, bukan batas keberhasilan. Menurutnya, usia ini adalah saat yang tepat untuk introspeksi, mengingat semakin dekatnya manusia pada usia paruh baya.

"Usia 40 tahun adalah waktu untuk berevaluasi, bukan sebagai batasan hidup," ujar Buya Yahya, menekankan bahwa setiap orang memiliki perjalanan hidup yang berbeda.

Buya Yahya mengingatkan bahwa banyak orang yang justru memulai kesuksesannya setelah usia 40 tahun, atau bahkan di usia yang lebih lanjut. Tidak sedikit yang baru menemukan titik balik hidupnya di usia 50 atau 60. Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa anggapan batas sukses pada usia 40 tidak berdasar dalam ajaran Islam.

Menurut Buya Yahya, usia 40 tahun hanyalah usia yang disarankan untuk mulai berintrospeksi. Jika seseorang di usia ini belum menjadi lebih baik atau belum bertaubat, maka sebaiknya segera memperbaiki diri. Namun, ini tidak berarti jika seseorang gagal di usia ini, ia akan selamanya gagal. "Tetaplah berusaha menjadi lebih baik, jangan berputus asa," tegasnya.

Pentingnya Berprasangka Baik

Mudah Berprasangka dan Menaruh Curiga
Ilustrasi Berprasangka Credit: pexels.com/cottonbro

Ia juga menolak pandangan bahwa jika seseorang belum kaya atau sukses di usia 40, maka ia tidak akan pernah mencapainya. Sebaliknya, Buya Yahya menekankan pentingnya husnudzon atau prasangka baik kepada Allah, yang berarti tetap optimis dan berusaha.

Menurutnya, Allah memiliki waktu dan cara sendiri untuk memberikan rezeki dan keberhasilan kepada hamba-Nya. Bahkan jika usia sudah lanjut, kesempatan untuk memperbaiki diri dan meraih sukses tetap terbuka. "Tidak ada batasan usia untuk sukses. Jangan putus asa hanya karena usia," katanya.

Buya Yahya juga mengingatkan bahwa putus asa atau merasa gagal karena usia termasuk dalam sikap buruk terhadap ketentuan Allah. Ia menyarankan agar umat Islam tetap berdoa, berusaha, dan tidak membiarkan usia menjadi penghalang untuk mencapai cita-cita atau kesuksesan.

Di akhir penjelasannya, Buya Yahya mengingatkan bahwa pencapaian dalam kehidupan tidak hanya diukur dengan materi, melainkan juga dengan ketakwaan dan kualitas ibadah. Ia menekankan bahwa pada usia berapa pun, manusia tetap memiliki kesempatan untuk berubah menjadi lebih baik dan mendekatkan diri pada Allah.

Kisah ini menjadi pengingat bahwa usia tidak seharusnya dijadikan patokan keberhasilan atau kegagalan hidup. Meskipun usia 40 tahun dianggap penting, bukan berarti seseorang yang belum sukses di usia tersebut akan gagal selamanya.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya