Liputan6.com, Jakarta - Kehidupan spiritual dalam Islam sering kali dikaitkan dengan tingkat kesalehan. Salah satu istilah yang digunakan untuk menggambarkan orang yang taat adalah muttaqin, yang merujuk pada orang-orang yang memiliki ketakwaan kepada Allah.
Namun, pemahaman tentang siapa yang bisa disebut muttaqin, terutama dalam konteks dosa-dosa kecil, sering kali menimbulkan pertanyaan di kalangan umat Islam.
Advertisement
Dalam sebuah tayangan video yang dikutip dari kanal YouTube @Pengaosangusbaha, Gus Baha, atau KH Ahmad Bahauddin Nursalim, memberikan penjelasan tentang bagaimana seorang muttaqin seharusnya hidup dan berperilaku.
Advertisement
Gus Baha menjelaskan bahwa ada tiga kelas muttaqin menurut para ulama, yang masing-masing memiliki ciri-ciri dan tingkatan yang berbeda dalam menghindari dosa-dosa.
Muttaqin adalah istilah yang merujuk kepada orang yang bertakwa kepada Allah Swt. Orang yang bertaqwa akan melaksanakan perintah agama dan menjauhi larangannya.
Pada kelas pertama, muttaqin dianggap sebagai orang yang menghindari perilaku syirik atau kekafiran. Menurut Gus Baha, meskipun seseorang pernah melakukan kesalahan besar seperti mencuri atau berkorupsi, selama ia masih beriman dan bertauhid, yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat, maka ia tetap tergolong sebagai seorang mukmin. Ini adalah tingkat dasar atau kelas pokok dalam kategorisasi muttaqin.
Tingkat kedua muttaqin adalah mereka yang dapat menghindari dosa besar tetapi masih terjebak dalam dosa kecil. Dalam hal ini, seseorang bisa menjaga diri agar tidak terjerumus dalam dosa besar seperti zina, namun tidak dapat menghindari dosa-dosa kecil, seperti melihat wanita yang bukan mahramnya.
Meskipun demikian, menurut Gus Baha, orang-orang seperti ini tetap termasuk dalam kategori muttaqin, meskipun mereka masih perlu memperbaiki kekurangan-kekurangan tersebut.
Gus Baha kemudian menjelaskan bahwa tingkat yang paling tinggi dari muttaqin adalah mereka yang tidak hanya menghindari dosa besar dan dosa kecil, tetapi juga mampu menjauhkan diri dari segala sesuatu yang tidak penting atau yang dapat mengalihkan perhatian dari Allah. Orang-orang yang termasuk dalam kategori ini adalah para wali atau ulama yang memiliki tingkat ketakwaan yang sangat tinggi. Mereka mampu menjaga diri mereka dari segala hal yang tidak mendatangkan kebaikan.
Baca Juga
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Menjadi Mutaqqin Itu Bisa Dilakukan Semua Orang
Menurut Gus Baha, menjadi muttaqin bukan berarti seseorang harus sempurna tanpa dosa. Namun, yang terpenting adalah usaha untuk terus memperbaiki diri dan menjauhkan diri dari dosa-dosa besar maupun kecil. Bahkan, usaha untuk menghindari hal-hal yang tidak penting juga menunjukkan kedalaman ketakwaan seseorang.
Pentingnya menjaga pandangan dan perilaku di hadapan lawan jenis menjadi salah satu aspek yang sering dibahas dalam konteks muttaqin. Banyak orang yang berhasil menghindari dosa besar seperti zina, namun masih terjebak dalam dosa kecil seperti menatap wanita yang bukan mahram. Gus Baha mengingatkan bahwa menjaga pandangan adalah bagian dari usaha untuk menjaga kesucian hati dan perilaku.
Ketakwaan bukan hanya soal menghindari dosa-dosa yang tampak besar, tetapi juga tentang menjaga hati agar tetap bersih dan fokus pada kehidupan akhirat. Ini adalah konsep yang sangat penting dalam Islam, di mana setiap individu diharapkan untuk terus-menerus meningkatkan keimanan dan ketakwaan mereka.
Penting untuk dipahami bahwa tidak ada seorang pun yang sempurna dalam menjalani kehidupan ini. Setiap orang pasti pernah berbuat salah, namun yang membedakan adalah niat untuk selalu memperbaiki diri dan kembali kepada jalan yang benar. Gus Baha mengajarkan bahwa kita harus terus berusaha, meskipun tidak sempurna.
Pada akhirnya, Gus Baha menekankan bahwa menjadi muttaqin adalah perjalanan yang tidak mudah dan penuh dengan tantangan. Meskipun seseorang mungkin masih terjebak dalam dosa kecil, selama ia terus berusaha untuk menghindarinya dan menjaga keimanan, maka ia tetap berada di jalan yang benar menuju keridhaan Allah.
Konsep muttaqin ini juga berkaitan erat dengan pemahaman tentang kesungguhan dalam beragama. Seorang muttaqin tidak hanya terlihat dari amalan luarannya, tetapi juga dari niat dan upayanya untuk menjaga hati tetap bersih dan hanya mengharapkan ridha Allah.
Â
Â
Advertisement
Cerminan Ketaqwaan Begini
Â
Tingkat ketakwaan seseorang juga tercermin dari kemampuannya untuk menjaga keseimbangan dalam hidup. Seorang muttaqin harus mampu menghindari hal-hal yang tidak bermanfaat dan fokus pada hal-hal yang mendekatkan diri kepada Allah. Inilah yang membedakan antara mereka yang hanya menghindari dosa besar dan mereka yang benar-benar mengusahakan segala sesuatunya demi kebaikan dunia dan akhirat.
Bagi Gus Baha, menjadi muttaqin adalah proses yang berkelanjutan, bukan status yang bisa dicapai secara instan. Setiap orang harus terus berusaha memperbaiki diri, memperdalam ilmu agama, dan menjaga hubungan dengan Allah agar tetap berada di jalan yang lurus.
Salah satu cara untuk menjaga ketakwaan adalah dengan meningkatkan amalan-amalan sunah, seperti shalat malam, dzikir, dan membaca Al-Qur'an. Amalan-amalan ini dapat membantu seseorang untuk tetap menjaga ketenangan hati dan menjauhkan diri dari godaan dunia yang dapat mengurangi ketakwaan.
Dalam kehidupan sehari-hari, Gus Baha menekankan bahwa menjadi muttaqin bukan berarti harus menghindari interaksi sosial atau kegiatan duniawi. Yang terpenting adalah menjaga niat dan tujuan agar segala sesuatu yang dilakukan selalu dalam kerangka untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Penting juga untuk tidak meremehkan dosa-dosa kecil, karena hal-hal yang dianggap sepele dapat mengurangi nilai ketakwaan seseorang. Meskipun dosa tersebut tidak sebesar zina atau kemaksiatan lainnya, tetap saja kita harus berusaha menghindarinya agar hati tetap bersih dan terjaga dari godaan setan.
Akhirnya, Gus Baha mengingatkan umat Islam untuk selalu berdoa dan memohon kepada Allah agar diberikan kekuatan untuk menghindari dosa-dosa dan menjadi muttaqin yang sebenarnya. Proses ini memang tidak mudah, namun dengan tekad dan usaha yang sungguh-sungguh, setiap orang dapat terus memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Allah.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul