Liputan6.com, Jakarta - Kisah yang disampaikan oleh KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) tentang seseorang yang meninggal dengan membawa utang 2 dinar ini sangat mengharukan dan penuh pelajaran hidup. Melalui cerita ini, Gus Baha mengingatkan umat Islam akan pentingnya melunasi utang, baik di dunia maupun di akhirat.
Pada zaman Nabi Muhammad SAW, ada sebuah kejadian yang menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Diceritakan, seorang pria meninggal dunia, namun masih memiliki utang sebanyak 2 dinar. Ketika Nabi Muhammad mendengar bahwa orang tersebut mati bawa utang, beliau langsung bertanya kepada orang-orang yang ada di sekitar jenazah.
Advertisement
“Apa orang ini punya utang?” tanya Nabi Muhammad dengan serius. Orang-orang yang berada di sekitar jenazah itu langsung menjawab, “Naam, Ya Rasulullah, dia punya utang 2 dinar.”
Advertisement
Mendengar jawaban tersebut, Nabi Muhammad SAW kemudian berbalik dan berniat untuk tidak sholat jenazah. Keputusan ini tentu sangat mengejutkan banyak orang, mengingat Nabi Muhammad SAW selalu menunjukkan rasa cinta dan perhatian terhadap umatnya.
Namun, seperti yang dijelaskan Gus Baha dalam ceramahnya, Nabi Muhammad SAW punya sikap yang sangat tegas dalam soal tanggung jawab, terutama soal utang.
“Nabi langsung balik kanan dan enggak mau nyolati, tapi Nabi itu unik. Ketika mau meninggalkan jenazah tadi, Nabi sempat ngendikan dan itu mutawatir,” ungkap Gus Baha, dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @takmiralmukmin.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Akhirnya Nabi Muhammad SAW Berkenan Sholat Jenazah
Nabi Muhammad SAW kemudian berkata kepada para sahabat yang ada di sekitar jenazah, “Shollu Ala Shohibikum, kowe nyolati wae, aku ora usah ya.” (Sholatlah kalian untuk sahabat kalian, aku tidak perlu menyolati jenazah ini.)
Dengan perkataan tersebut, Nabi Muhammad SAW berbalik untuk meninggalkan tempat, namun salah satu sahabat beliau, yaitu Qotada, segera mengejar langkah Nabi. Qotada, yang bukan ahli waris dari orang yang meninggal tersebut, merasa terpanggil untuk bertanggung jawab terhadap utang orang tersebut.
“Ya Rasulullah, Huma alaiya utang itu tanggungan saya,” kata Qotada, berusaha menanggung utang orang yang telah meninggal itu.
Mendengar jawaban Qotada, Nabi Muhammad SAW akhirnya berbalik dan memutuskan untuk menyolati jenazah tersebut. Nabi Muhammad SAW mengetahui bahwa utang orang yang meninggal itu sudah akan dilunasi oleh Qotada, meskipun Qotada bukan ahli warisnya.
Namun, dua hari setelah kejadian itu, Nabi Muhammad SAW kembali mendatangi Qotada untuk menanyakan kelanjutan utang tersebut. “Ya Qotada, apa kamu sudah membayar utang orang yang meninggal itu?” tanya Nabi Muhammad SAW.
“Belum, Ya Rasulullah,” jawab Qotada dengan penyesalan.
Melihat jawaban Qotada, Nabi Muhammad SAW pun memberi peringatan tegas, “Saya melihat dia masih dibakar api. Ya Qotada, sahur dan lunasi sekarang! Kowe sing muni nanggung!” (Kamu yang menyatakan akan menanggung, segera lunasi utangnya!)
Qotada yang mendengar peringatan tersebut segera pulang untuk melunasi utang orang yang meninggal itu. Setelah itu, Nabi Muhammad SAW kembali memberikan penjelasan kepada para sahabat yang hadir.
Advertisement
Begini Kondisi Mayit setelah Dilunasi Utangnya
“Alana barid jilduh, sekarang kulit mayit itu sudah adem,” kata Nabi Muhammad SAW, yang menandakan bahwa setelah utang tersebut dilunasi, azab yang menimpa mayit pun akhirnya mereda.
Kisah ini mengandung pelajaran yang sangat mendalam tentang pentingnya menyelesaikan kewajiban kita, khususnya utang, sebelum meninggalkan dunia. Gus Baha dengan jelas mengingatkan bahwa utang adalah beban yang tidak hanya mempengaruhi kehidupan di dunia, tetapi juga dapat berdampak pada kehidupan di alam kubur.
Dalam tayangan video tersebut, Gus Baha juga menekankan bahwa setiap utang harus dilunasi, karena utang yang tidak diselesaikan dapat membawa akibat yang buruk di alam kubur. Gus Baha menegaskan, “Jika kita tidak mampu melunasi utang, segeralah meminta bantuan, dan jangan biarkan utang itu menjadi sesuatu yang menghantui kita setelah meninggal.”
Cerita ini mengingatkan kita bahwa kehidupan kita di dunia tidak hanya dipertanggungjawabkan di hadapan manusia, tetapi juga di hadapan Tuhan di akhirat. Setiap amal yang kita lakukan, baik itu baik atau buruk, akan berpengaruh pada nasib kita di alam kubur.
Gus Baha juga menyampaikan bahwa setiap orang yang memiliki utang, sebaiknya berusaha melunasinya sebelum ajal menjemput. Hal ini penting untuk menghindarkan kita dari azab yang mungkin datang akibat ketidakmampuan kita untuk menyelesaikan kewajiban tersebut.
Selain itu, kisah ini mengajarkan kita untuk saling membantu dalam menyelesaikan masalah, seperti yang dilakukan oleh Qotada. Meskipun bukan ahli waris orang yang meninggal tersebut, Qotada berusaha menanggung utang orang tersebut, sehingga jenazah tersebut bisa mendapatkan haknya untuk dishalatkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Gus Baha juga mengingatkan agar kita selalu menjaga amanah, baik itu berupa harta maupun kewajiban lain. Utang adalah amanah yang harus dilunasi, dan meskipun kita tidak bisa membawa harta benda kita ke alam kubur, kewajiban seperti melunasi utang tetap harus diselesaikan dengan baik.
Kisah ini juga menunjukkan betapa pentingnya menjaga hubungan kita dengan sesama. Melunasi utang bukan hanya tentang kewajiban finansial, tetapi juga tentang rasa tanggung jawab terhadap orang lain dan menjaga kepercayaan yang telah diberikan.
Akhirnya, Gus Baha menutup ceramahnya dengan mendorong umat Islam untuk selalu menjaga kewajiban mereka dalam kehidupan sehari-hari, baik itu kewajiban terhadap sesama maupun kewajiban terhadap Tuhan. Dalam hal ini, melunasi utang menjadi bagian penting dari amal kita yang tidak hanya berdampak di dunia, tetapi juga di akhirat.
Kisah ini mengajarkan kepada kita bahwa menyelesaikan utang adalah kewajiban yang harus dipenuhi. Bahkan, jika kita meninggal dengan membawa utang yang belum dilunasi, hal itu bisa menambah kesulitan di alam kubur.
Dengan pemahaman yang mendalam ini, Gus Baha mengharapkan umat Islam agar lebih bijak dalam mengelola utang dan selalu berusaha untuk melunasinya, sehingga tidak menjadi beban yang akan menghantui kita, baik di dunia maupun di akhirat.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul