Liputan6.com, Cilacap - Lamaran ialah momen kesepakatan atau komitmen antara calon suami dan istri untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan. Lamaran atau tunangan dalam Islam dikenal dengan khitbah.
Adapun salah satu prosesi khitbah atau tunangan ialah pemberian cincin.
Advertisement
Terdapat pertanyaan menarik seputar lamaran atau khitbah, yakni tentang hukum cincin lamaran yang nantinya dijadikan sebagai mahar atau mas kawin saat ijab qabul.
Advertisement
Baca Juga
“Assalamu’alaikum wr wb. Saya ingin bertanya perihal mahar. Saya sudah bertunangan atau lamaran. Saat lamaran saya diberikan cincin emas. Mengingat di dalam mahar ada keberkahan, apakah boleh cincin lamaran itu saya jadikan mahar? Atau kami jual dulu untuk dibelikan emas lain sebagai mahar pernikahan?” demikian pertanyaan seseorang sebagaimana dikutip dari laman Bahtsul Masail NU Online, Selasa (21/01/2024).
Simak Video Pilihan Ini:
Hukumnya
Sudah menjadi tradisi, saat khitbah atau lamaran, biasanya pihak calon pengantin laki-laki membawakan berbagai macam seserahan atau hadiah kepada pihak calon mempelai perempuan, mulai dari makanan, pakaian, hingga perhiasan.
Dalam kajian fiqih, status harta seserahan lamaran tersebut dapat berbeda-beda tergantung dari tujuan pemberi, dalam hal ini adalah pihak laki-laki. Jika pihak laki-laki bermaksud menjadikannya sebagai pemberian atau hadiah, maka harta tersebut sepenuhnya menjadi milik pihak perempuan. Jika pihak laki-laki bermaksud menjadikan sebagai bagian dari mahar, maka harta tersebut dianggap bagian mahar.
Ibnu Hajar Al-Haitami menjelaskan, status harta yang diberikan oleh pihak yang melamar kepada pihak yang dilamar bisa menjadi hadiah atau mahar tergantung dari tujuannya. Bahkan pihak yang melamar boleh memintanya kembali jika ia bermaksud memintanya kembali jika tidak jadi menikah.
وَسُئِلَ) عَمَّنْ خَطَبَ امْرَأَةً وَأَجَابُوهُ فَأَعْطَاهُمْ شَيْئًا مِنْ الْمَالِ يُسَمَّى الْجِهَازَ هَلْ تَمْلِكُهُ الْمَخْطُوبَةُ أَوْ لَا بَيِّنُوا لَنَا ذَلِكَ (فَأَجَابَ) بِأَنَّ الْعِبْرَةَ بِنِيَّةِ الْخَاطِبِ الدَّافِعِ فَإِنْ دَفَعَ بِنِيَّةِ الْهَدِيَّةِ مَلَكَتْهُ الْمَخْطُوبَةُ أَوْ بِنِيَّةِ حُسْبَانِهِ مِنْ الْمَهْرِ حُسِبَ مِنْهُ وَإِنْ كَانَ مِنْ غَيْرِ جِنْسِهِ أَوْ بِنِيَّةِ الرُّجُوعِ بِهِ عَلَيْهَا إذَا لَمْ يَحْصُلْ زَوَاجٌ أَوْ لَمْ يَكُنْ لَهُ نِيَّةٌ لَمْ تَمْلِكهُ وَيُرْجَعُ بِهِ عَلَيْهَا
Artinya, “Ibnu Hajar ditanya tentang seseorang yang melamar seorang wanita, dan pihak perempuan telah menjawabnya. Lalu dia memberi mereka sejumlah harta yang disebut jihaz (seserahan). Apakah perempuan tunangannya dapat memiliki harta tersebut atau tidak? Tolong jelaskan hal tersebut. “Beliau menjawab, hal itu tergantung niat dari pihak pelamar yang telah memberi. Jika ia memberi dengan niat hadiah, maka harta itu menjadi milik tunangannya; atau dengan niat menjadi bagian dari mahar, maka dihitung dari mahar, meskipun berbeda jenis; atau dengan niat untuk dikembalikan jika pernikahannya tidak terjadi; atau tidak ada niat apapun; maka pihak perempuan tidak memilikinya dan harta harus dikembalikan.” (Al-Fatawal Fiqhiyah Al-Kubra, [Beirut, Darul Kutub Al-'Ilmiyah: 2018], juz IV, halaman 44).
Berdasarkan referensi di atas, maka jika cincin lamaran tersebut diserahkan dengan tujuan dijadikan mahar, maka sudah pasti boleh dijadikan sebagai mahar sesuai dengan tujuannya. Sedangkan jika tujuannya adalah hadiah atau pemberian, maka cincin lamaran tersebut sepenuhnya menjadi milik calon mempelai perempuan. Ia berhak memanfaatkannya secara bebas, termasuk dengan diberikan kembali kepada calon mempelai laki-laki untuk dijadikan mahar.
Advertisement
Pemilik Bebas Menggunakan dan Memanfaatkan
Hal ini sesuai dengan prinsip dasar bahwa pihak yang menerima pemberian atau hadiah memiliki kebebasan untuk menggunakan dan memanfaatkannya sesuai dengan keinginannya, sebagaimana yang disampaikan oleh Sayyid Abu Bakar Muhammad Syatha Ad-Dimyati:
أَنَّ الْمُتَّهِبَ لَهُ أَنْ يَتَصَرَّفَ كَيْفَ شَاءَ فِي الْمَوْهُوْبِ
Artinya, “Orang yang diberi mempunyai hak untuk bertindak sesuai keinginannya terhadap barang yang diberikan kepadanya.” (I’anatuth Thalibin, [Mesir, Mushthafa Al-Babi Al-Halabi], juz III, halaman 196).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, hukum menjadikan cincin lamaran sebagai mahar adalah diperbolehkan. Cincin tersebut tidak perlu ditukarkan dengan cincin lain untuk dijadikan mahar. Baik suami bertujuan untuk dijadikan mahar ataupun untuk pemberian saja. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, jika calon mempelai laki-laki atau kedua mempelai menghendaki untuk menjadikan cincin lamaran sebagai mahar nikah, alangkah baiknya hal itu disebutkan saat penyerahan lamaran dan didokumentasikan. Wallahu a’lam.
Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul