Liputan6.com, Jakarta - Dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang seseorang mengetahui aib saudaranya, baik secara langsung maupun melalui orang lain. Sikap yang diambil dalam situasi ini menentukan seberapa besar seseorang menjaga kehormatan sesama Muslim.
Buya Yahya menjelaskan bahwa sebagian para kekasih Allah justru merasa takut ketika melihat aib saudara mereka terbuka. Ketakutan itu muncul karena khawatir rasa cinta dan kasih sayang terhadap sesama menjadi berkurang.
Advertisement
"Para kekasih Allah merasa takut jika mereka mengetahui aib saudaranya, karena mereka khawatir hal itu akan mengurangi rasa kasih sayang mereka terhadap saudara mereka," ujar Buya Yahya dalam ceramahnya dikutip dari kanal YouTube @buyayahyaofficial.
Advertisement
"Ketika kita mengetahui kekurangan saudara kita, itu saatnya untuk beristighfar, bukan untuk menjadikannya bahan perbincangan," tambahnya.
Orang-orang sholeh bahkan menangis ketika mendapati kekurangan saudaranya terlihat. Mereka merasa takut jika hal itu menyebabkan berkurangnya rasa kasih sayang dan persaudaraan di antara sesama Muslim.
"Bagi orang-orang sholeh, mengetahui kekurangan saudara mereka adalah sebuah ujian. Mereka bahkan menangis karena khawatir hal itu merusak ukhuwah Islamiyah," kata Buya Yahya.
Sebagian orang yang memiliki hati lembut bahkan memilih bersedekah dengan niat agar Allah menutupi aib saudaranya. Tindakan ini menunjukkan betapa besar rasa kepedulian terhadap sesama.
"Sedekah bukan hanya untuk membersihkan diri, tetapi juga untuk menutupi aib saudara kita agar mereka terhindar dari keburukan yang dapat menyebar," ungkap Buya Yahya.
Baca Juga
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Menjaga Kehormatan Sangat Dianjurkan
Dalam Islam, menjaga kehormatan saudara seiman sangatlah dianjurkan. Mencari-cari kesalahan orang lain justru dapat berakibat buruk bagi diri sendiri. Rasulullah SAW telah memperingatkan bahwa siapa saja yang suka mengorek kesalahan saudaranya, maka Allah akan membongkar aibnya.
"Rasulullah SAW pernah mengingatkan, siapa yang suka mengorek aib saudaranya, maka Allah akan membongkar aibnya, meskipun ia berusaha menyembunyikannya," jelas Buya Yahya.
Bahkan, Allah akan memperlihatkan kesalahan orang tersebut meskipun ia berusaha menyembunyikannya di dalam rumahnya sendiri. Hal ini menjadi pelajaran agar setiap Muslim lebih berhati-hati dalam bersikap.
"Jangan sampai kita merasa aman karena menyembunyikan kesalahan, karena Allah Maha Mengetahui apa yang tersembunyi," kata Buya Yahya.
Mencari aib orang lain bukan hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga merusak keharmonisan dalam hubungan sosial. Orang yang terbiasa melakukan hal ini akan kehilangan rasa hormat dari orang lain. Di sisi lain, mereka yang selalu berusaha menutupi aib saudaranya justru akan mendapatkan perlindungan dari Allah di dunia dan akhirat.
Islam mengajarkan bahwa siapa yang menutup aib saudaranya, maka Allah akan menutup aibnya di hari kiamat. Ini menjadi motivasi agar setiap Muslim lebih peduli terhadap kehormatan orang lain. "Jika kita menutupi aib saudara kita, Allah pun akan menutupi aib kita, dan itu adalah bentuk kasih sayang-Nya yang luar biasa," ujarnya.
Terkadang, seseorang tanpa sadar tergoda untuk membicarakan keburukan saudaranya. Padahal, tindakan tersebut bisa berujung pada ghibah yang dilarang dalam Islam. "Ghibah itu ibarat memakan daging saudara sendiri yang sudah mati, betapa buruknya perbuatan tersebut," kata Buya Yahya dengan tegas.
Setiap Muslim seharusnya lebih fokus memperbaiki diri daripada mencari kesalahan orang lain. Jika seseorang menemukan kekurangan pada saudaranya, lebih baik mendoakan agar Allah memperbaikinya. "Mari kita lebih banyak memperbaiki diri sendiri daripada mencari-cari kesalahan orang lain. Jika kita menemukan kekurangan pada orang lain, doakan agar Allah memperbaikinya," ajak Buya Yahya.
Advertisement
Menutup Aib, Bukan Mendukung Perbuatan Salah
Menutupi aib saudara bukan berarti mendukung perbuatan salah. Jika ada kesalahan yang membahayakan, maka menasihati dengan cara yang baik adalah langkah yang lebih bijak. "Nasihat yang baik dan bijaksana adalah cara terbaik untuk menolong saudara kita yang salah, tanpa harus mencemarkan kehormatannya," ujar Buya Yahya.
Islam mengajarkan bahwa nasihat yang diberikan secara diam-diam akan lebih efektif dibandingkan dengan membicarakan kesalahan orang lain di hadapan banyak orang. "Nasihat yang diberikan dengan penuh kelembutan dan tanpa membuka aib orang lain akan lebih diterima dan mengarah pada perbaikan," tambah Buya Yahya.
Sebaliknya, membuka aib orang lain di depan umum bisa menyebabkan permusuhan dan memperburuk keadaan. Sikap ini justru bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang menekankan ukhuwah Islamiyah. "Mengungkapkan aib orang lain hanya akan memperburuk keadaan dan merusak persaudaraan kita dalam Islam," jelas Buya Yahya.
Mereka yang terbiasa menutupi aib saudaranya akan lebih dihormati dan dipercayai oleh orang lain. Sikap ini mencerminkan kedewasaan dan kebijaksanaan dalam menghadapi permasalahan sosial. "Orang yang selalu menutupi aib saudaranya akan lebih dihormati karena mereka menunjukkan kedewasaan dan kebijaksanaan," ujar Buya Yahya.
Memaafkan dan mendoakan saudara yang memiliki kekurangan adalah sikap yang jauh lebih mulia daripada mengungkapkan aibnya kepada orang lain. "Memaafkan dan mendoakan saudara kita yang memiliki kekurangan adalah sikap yang lebih mulia daripada mengungkapkan aib mereka kepada orang lain," ungkap Buya Yahya.
Menjaga kehormatan sesama Muslim merupakan salah satu bentuk ibadah yang besar pahalanya. Sebaliknya, mencemarkan nama baik seseorang dapat mendatangkan dosa yang besar. "Menjaga kehormatan saudara kita adalah ibadah yang besar pahalanya, dan mencemarkan nama baik orang lain akan mendatangkan dosa yang besar," tutup Buya Yahya.
Oleh karena itu, setiap Muslim perlu menanamkan dalam dirinya kebiasaan untuk lebih banyak beristighfar dan mendoakan kebaikan bagi saudaranya, daripada sibuk mencari-cari kesalahannya.
"Mari kita tanamkan dalam hati kita kebiasaan untuk beristighfar dan mendoakan kebaikan bagi saudara kita, bukannya mencari-cari kesalahan mereka," pungkas Buya Yahya.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
Â