Gus Baha Tetap Tawadhu meski Banyak Muhibin, Ini Rahasianya Menjaga Hati agar Tak Sombong

Menurut Gus Baha, Sayyid Abdullah Al Haddad pernah mendapatkan pertanyaan tentang bagaimana cara menjaga hati agar tidak sombong ketika memiliki banyak pengikut. Jawaban dari ulama besar tersebut ternyata sangat unik dan menjadi pedoman bagi dirinya

oleh Liputan6.com Diperbarui 21 Feb 2025, 08:30 WIB
Diterbitkan 21 Feb 2025, 08:30 WIB
Gus baha 22
KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha (TikTok)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Banyaknya pengikut atau muhibin sering kali menjadi ujian bagi seorang ulama. Tidak sedikit yang akhirnya tergelincir dalam sifat sombong atau merasa lebih tinggi dibandingkan orang lain. Namun, hal ini tidak berlaku bagi Gus Baha, seorang ulama yang dikenal rendah hati meskipun memiliki banyak pengikut.

Dalam sebuah pengajian, Gus Baha menjelaskan rahasia besarnya dalam menjaga hati agar tidak terjerumus dalam sifat riya atau sombong meskipun banyak orang menghormatinya. Sikap ini bukan muncul tanpa alasan, melainkan berasal dari pemahaman mendalam terhadap ilmu agama.

"Saya itu meskipun kata orang banyak muhibin, banyak yang mengikuti saya, tapi insya Allah tidak riya. Saya itu pakai kitab namanya Tasbitul Fuad, karangannya Sayyid Abdullah Al Haddad," ujar Gus Baha dalam pengajiannya, yang dikutip dari video di kanal YouTube @Ingsun_santri.

Dalam video tersebut, Gus Baha menguraikan bagaimana seorang ulama besar tetap menjaga hati meskipun dihormati banyak orang. Menurut Gus Baha, Sayyid Abdullah Al Haddad pernah mendapatkan pertanyaan tentang bagaimana cara menjaga hati agar tidak sombong ketika memiliki banyak pengikut.

Jawaban dari ulama besar tersebut ternyata sangat unik dan menjadi pedoman bagi dirinya.

"Ketika beliau punya muhibin banyak, ditanya, 'Bagaimana ya Habib Anda menjaga hati Anda?' Jawaban Sayyid Abdullah Al Haddad itu unik: Innama adzomu Allah," ujar Gus Baha.

Makna dari jawaban tersebut adalah bahwa sejatinya penghormatan yang diberikan oleh manusia itu bukan untuk dirinya secara pribadi, melainkan untuk Allah. Orang-orang hanya membutuhkan sarana untuk menyalurkan kecintaan mereka kepada Allah.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Begini Penafsiran dari Gus Baha

Gus Baha dikaplok Kiai Agus Ali Mashuri, saking lucunya. (Foto: SS YT Progresif TV)
Gus Baha dikaplok Kiai Agus Ali Mashuri, saking lucunya. (Foto: SS YT Progresif TV)... Selengkapnya

Gus Baha pun menafsirkan konsep ini dengan gaya khasnya yang ringan dan mudah dipahami. Menurutnya, orang-orang menghormati ulama bukan karena pribadi ulama tersebut, melainkan karena mereka mencintai Al-Qur'an, mencintai sunah Rasul, dan ingin belajar agama.

"Jadi saya tahu, sampean semua itu mencintai Al-Qur’an, mencintai sunah Rasul, mencintai hadis-hadis Rasul. Cuma sampean kan karena enggak paham, terus manfaatkan saya," kata Gus Baha.

Dengan kata lain, Gus Baha menganggap dirinya hanya sebagai perantara dalam menyebarkan ilmu agama. Ia merasa bahwa penghormatan yang diterimanya bukanlah untuk dirinya secara pribadi, melainkan karena posisinya sebagai penyampai ilmu.

Lebih jauh, Gus Baha bahkan menganggap dirinya sebagai seorang "korban" dalam hal ini. Ia menyampaikan hal tersebut dengan nada bercanda yang membuat suasana pengajian semakin hidup.

"Sebenarnya saya ini korban, korban! Jadi saya mau riya gimana? Wong korban kok mau bangganya di mana coba?" ujarnya sambil tertawa.

Pernyataan ini sontak disambut gelak tawa oleh para jamaah yang hadir dalam pengajian tersebut. Gaya humor khas yang diselipkan dalam ceramahnya membuat suasana pengajian menjadi lebih cair dan mudah dipahami.

Ketawadukan yang dimiliki oleh Gus Baha bukan hanya tercermin dalam ucapannya, tetapi juga dalam sikap dan kesehariannya. Ia dikenal sebagai ulama yang tetap sederhana meskipun memiliki banyak santri dan pengikut.

Gus Baha Tak Suka Terlalu Diagungkan

Gus Baha dan Habib Syech (SS: YT. NADHEERA LUXURY OFFICIAL)
Gus Baha dan Habib Syech (SS: YT. NADHEERA LUXURY OFFICIAL)... Selengkapnya

Kesadaran bahwa semua ilmu berasal dari Allah membuatnya tidak merasa lebih tinggi dibandingkan orang lain. Justru, ia selalu menempatkan dirinya sebagai pembelajar yang terus mencari ilmu.

Dalam berbagai kesempatan, Gus Baha juga selalu mengingatkan jamaahnya agar tidak terlalu mengagungkan individu tertentu. Ia menekankan bahwa kecintaan kepada ulama seharusnya tidak berlebihan, karena yang utama adalah mencintai ilmu dan mengamalkan ajaran Islam.

Sikap rendah hati ini menjadi contoh bagi banyak orang tentang bagaimana seorang ulama seharusnya bersikap. Semakin tinggi ilmu seseorang, seharusnya semakin rendah hati pula dirinya.

Gus Baha juga menambahkan bahwa ulama sejati adalah mereka yang tidak merasa dirinya lebih mulia hanya karena dihormati banyak orang. Sebaliknya, mereka justru merasa semakin bertanggung jawab dalam menyampaikan ilmu dengan benar.

Dalam Islam, sifat rendah hati sangat dijunjung tinggi. Rasulullah SAW sendiri adalah contoh terbaik dari ketawadukan, meskipun beliau adalah manusia paling mulia di sisi Allah.

Oleh karena itu, seorang ulama harus mengikuti jejak Rasulullah dengan tetap menjaga kerendahan hati dan tidak terbuai oleh pujian manusia.

Bagi Gus Baha, semakin banyak orang yang menghormatinya, semakin besar pula tanggung jawabnya dalam menyampaikan ilmu dengan baik. Hal ini justru menjadi pengingat baginya untuk tidak merasa lebih tinggi dibandingkan orang lain.

Pelajaran yang bisa diambil dari kisah ini adalah bahwa penghormatan dari manusia seharusnya tidak membuat seseorang menjadi sombong. Justru, hal itu harus menjadi pengingat bahwa semua kemuliaan sejatinya berasal dari Allah.

Dengan memahami konsep ini, seseorang dapat menjaga hatinya dari penyakit riya dan tetap fokus dalam beribadah serta menyebarkan ilmu.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya