Liputan6.com, Jakarta - Bulan Ramadhan menjadi momen istimewa bagi umat Islam untuk menjalankan ibadah puasa. Namun, tidak semua orang memiliki kondisi fisik yang memungkinkan untuk berpuasa, terutama bagi mereka yang memiliki penyakit tertentu seperti pasien hemodialisis atau cuci darah.
Salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah apakah cuci darah dapat membatalkan puasa? Pasien yang menjalani hemodialisis rutin dua kali seminggu ingin mengetahui apakah mereka tetap bisa menjalankan ibadah puasa atau tidak.
Advertisement
Dalam Islam, puasa memiliki aturan yang harus diperhatikan. Ada beberapa hal yang dapat membatalkan puasa, di antaranya adalah makan, minum, muntah dengan sengaja, haid, nifas, serta memasukkan sesuatu ke dalam tubuh melalui lubang-lubang tertentu.
Advertisement
Pengasuh LPD Al Bahjah KH Yahya Zainul Ma’arif atau Buya Yahya menjelaskan bahwa hukum cuci darah dalam konteks puasa harus dilihat berdasarkan fikih. Dalam Mazhab Syafi'i, ada sembilan hal yang dapat membatalkan puasa, termasuk memasukkan sesuatu ke dalam salah satu dari lima lubang tubuh, yaitu mulut, hidung, telinga, dubur, dan saluran kemih.
Dalam tayangan video yang dicuplik dari kanal YouTube @albahjah-tv, Buya Yahya menjawab pertanyaan terkait hemodialisis dan hukum puasanya. Ia menjelaskan bahwa jika darah dikeluarkan dan dimasukkan kembali ke tubuh melalui jalur selain dari lima lubang yang disebutkan, maka itu tidak membatalkan puasa.
Namun, ada hal yang lebih penting dari sekadar hukum batal atau tidaknya puasa bagi pasien hemodialisis. Menurut Buya Yahya, seseorang yang sudah berada pada tahap menjalani cuci darah rutin sebenarnya sudah tidak wajib berpuasa.
"Kalau orang sudah sampai kelas cuci darah, itu sudah tidak wajib puasa. Jadi, enggak usah puasa pun tidak dosa," ujar Buya Yahya.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Jangan Paksakan jika Dokter Tak Sarankan Puasa
Bagi orang yang sedang sakit berat, Islam memberikan keringanan agar tidak berpuasa. Bahkan, jika memaksakan diri untuk berpuasa dalam kondisi yang bisa membahayakan kesehatan, itu justru bisa menjadi maksiat.
"Jangan sok pengin ibadah kalau dokter melarang. Ini ibadah Ramadhan, tapi kalau dokter melarang terus Anda tetap maksa, malah maksiat jadinya," tegasnya.
Sama halnya dengan suntikan yang diberikan untuk pengobatan, hal ini tidak membatalkan puasa selama suntikan tidak dimasukkan melalui lima lubang tubuh yang telah disebutkan.
Dalam kasus lain, Buya Yahya juga menyinggung tentang orang yang memiliki penyakit jantung dan harus rutin minum obat setiap tiga jam. Jika dalam keadaan berpuasa ia tetap harus minum obat, maka ia diperbolehkan untuk tidak berpuasa.
"Boleh minum obat, tapi enggak puasa. Kalau puasa ya enggak minum obat," kata Buya Yahya dengan logika yang sederhana.
Orang yang sakit berat dan tidak memungkinkan untuk berpuasa diberikan keringanan untuk tidak berpuasa dan menggantinya di lain waktu. Jika suatu saat kondisinya membaik dan bisa berpuasa, maka ia wajib mengqada puasanya.
Namun, jika penyakitnya tergolong kronis dan tidak ada harapan sembuh, maka tidak ada kewajiban qada. Sebagai gantinya, ia cukup membayar fidyah, yaitu memberi makan satu orang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan.
Advertisement
Pasien Hemodialisis Ikuti Petunjuk Dokter
"Kalau sakitnya enggak ada harapan sembuh, cukup bayar satu mud untuk setiap harinya," jelas Buya Yahya.
Adapun besaran fidyah bisa disesuaikan dengan kondisi setempat, dan hal ini merupakan bentuk kemurahan dalam Islam bagi mereka yang tidak mampu menjalankan ibadah puasa karena alasan kesehatan.
Namun, ada juga yang salah paham terkait pembayaran fidyah. Ada orang yang sebenarnya masih bisa sembuh, tetapi sudah terburu-buru membayar fidyah tanpa menunggu kepastian kesehatannya.
"Kalau masih ada kemungkinan sembuh, jangan dulu bayar fidyah. Tunggu sampai sembuh, nanti baru qada," terang Buya Yahya.
Islam tidak membebani umatnya dengan sesuatu yang di luar kemampuannya. Jika seseorang benar-benar tidak mampu berpuasa karena kondisi kesehatannya, maka ia diberikan keringanan untuk tidak berpuasa dan cukup menggantinya dengan fidyah jika tidak ada harapan sembuh.
Bagi pasien hemodialisis, penting untuk mengikuti anjuran dokter dan tidak memaksakan diri untuk berpuasa jika memang bisa membahayakan kesehatannya.
Puasa adalah ibadah yang harus dijalankan dengan penuh kesadaran dan keikhlasan. Jika kondisi tubuh tidak memungkinkan, maka Islam telah memberikan solusi yang tidak memberatkan.
Jangan sampai karena ingin mendapatkan pahala puasa, justru malah membahayakan diri sendiri. Ibadah yang dilakukan haruslah sesuai dengan tuntunan syariat dan mempertimbangkan kondisi kesehatan.
Dengan memahami hukum ini, pasien hemodialisis tidak perlu merasa was-was dalam menjalani Ramadhan. Jika memang tidak mampu berpuasa, maka ada solusi lain yang telah diberikan dalam Islam.
Ramadhan adalah bulan penuh berkah, dan setiap orang bisa meraih keutamaannya sesuai dengan keadaan masing-masing. Jangan memaksakan sesuatu yang bisa membawa mudarat, karena Islam adalah agama yang penuh kasih sayang dan memberikan kemudahan bagi umatnya.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
