Warganet Bahas Utang Negara, Ini Penjelasan Kemenkeu

Perhitungan utang negara dengan cara dibagi per individu (menghitung per kapita) kurang tepat.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Sep 2023, 16:18 WIB
Diterbitkan 19 Sep 2023, 16:16 WIB
Ilustrasi Utang atau Pinjaman. Foto: Freepik
Ilustrasi Utang atau Pinjaman. Foto: Freepik

Liputan6.com, Yogyakarta - Warganet ramai membahas utang negara. Bahkan, unggahan di media sosial menunjukkan setiap orang akan menanggung utang negara Rp28 juta.

Hal ini mendapat tanggapan dari Direktur Surat Utang Negara, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Deni Ridwan. Ia menyatakan perhitungan utang negara dengan cara dibagi per individu (menghitung per kapita) kurang tepat.

"Secara internasional, kaidah umum perhitungan rasio utang per kepala itu tidak dikenal," kata Deni Ridwan, melalui keterangannya, Senin (18/9/2023).

Menurut Deni Ridwan, perhitungan yang kerap digunakan adalah perbandingan utang dengan Gross Domestic Product (GDP). Hal itu sebagai gambaran dari ukuran ekonomi suatu negara, sekaligus kemampuan pemerintah mengumpulkan pajak.

"Semakin kecil rasio debt to GDP menunjukkan suatu negara semakin aman atau mampu memenuhi kewajiban utangnya," ucap Deni Ridwan.

Posisi utang pemerintah Indonesia per akhir Juli 2023 sebesar Rp 7.855,53 triliun dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 37,78 persen. Posisi tersebut di bawah ambang batas yang diperbolehkan UU No.1/2003 tentang Keuangan Negara, yakni 60 persen.

Bila diperbandingkan dengan negara lain, posisi utang Indonesia juga tergolong lebih rendah, seperti, Malaysia 60,4 persen, Filipina 60,9 persen, Thailand 60,96 persen, Argentina 85 persen, Brazil 72,87 persen, dan Afrika Selatan 67,4 persen.

Oleh karena itu, Deni Ridwan memastikan kondisi utang Indonesia masih aman dan dikelola dengan hati-hati. Terlebih defisit anggaran APBN saat ini sudah di bawah 3 persen dari GDP dan hal ini telah sejalan dengan komitmen konsolidasi fiscal kita agar segera kembali ke batas 3 persen hingga 2023.

"Dalam pengelolaan utang, kita tergolong sangat aman. Kita berkomitmen dalam pengelolaan utang ini, sehingga telah dinilai cukup kredibel oleh investor, baik di dalam atau luar negeri. Terupdate, Lembaga rating R&I memberikan afirmasi rating Indonesia BBB+ dan menaikkan outlook menjadi positif," kata Deni Ridwan.

Faktor lain yang mendukung pengelolaan utang Indonesia sangat positif adalah komposisi utang yang didominasi oleh domestik dibanding dari luar negeri. Per akhir Juli 2023, outstanding utang domestik dalam mata uang Rupiah mencapai 72,4 persen.

"Ini menunjukkan pengelolaan kita semakin aman karena utang yang kita terbitkan sekitar 72 persen dalam mata uang rupiah dan dijual di pasar domestik. Resiko currency-nya semakin kecil," kata Deni Ridwan.   

Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPRR) Kemenkeu memiliki strategi untuk menjaga agar pengelolaan utang Indonesia makin baik.  Pertama, dari sisi volume diupayakan makin berkurang. Lalu dari segi komposisi, penerbitan (utang) dalam mata uang rupiah diprioitaskan, “Berikutnya, kita juga kurangi refinancing risk atau menjaga rata-rata jatuh tempo semakin panjang. Saat ini rata-rata jatuh tempo utang kita pada 8,15 tahun," tutur Deni Ridwan.

Terakhir adalah dengan meningkatkan peran dari investor ritel. Mengingat saat ini minat masyarakat untuk berinvestasi pada SBN Ritel cukup besar, sekaligus memberikan ruang investasi yang aman bagi masyarakat.

SBN Ritel tidak sekadar alat untuk mendapatkan pembiayaan untuk APBN, tetapi juga sebagai alat untuk redistribusi kekayaan. Alasannya, selama ini investor SBN kebanyakan adalah institusi dan nantinya bisa individu.

“Sehingga masyarakat punya opsi lebih untuk berinvestasi dengan imbal hasil yang baik dan aman, sekaligus berkontribusi pada pembangunan," kata Deni.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya