Liputan6.com, Jakarta - Para staf khusus milenial Presiden Joko Widodo berasal dari latar belakang pendidikan yang berbeda-beda. Satu di antaranya adalah Adamas Belva Syah Devara atau yang akrab disapa Belva.
Pria yang juga pendiri dan CEO Ruang Guru ini diketahui sempat menuntut ilmu di salah satu universitas ternama dunia, Harvard University, Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat.
Melalui akun Instagram pribadi pada 25 Desember 2019, Belva Devara mengunggah potret sedang berpose di depan papan yang bertuliskan Harvard University John F. Kennedy School of Government. Ia pun berbagi cerita saat kuliah di Harvard.
Advertisement
Baca Juga
Pria berusia 29 tahun ini mengaku belajar banyak saat kuliah di Harvard. Kala itu, Belva terdaftar sebagai mahasiswa tahun 2014--2016.
"Di Harvard, saya terdaftar sebagai mahasiswa S2 MPA (Master of Public Administration), atau administrasi/kebijakan publik di Kennedy School of Government (sekolah kepemerintahan)." tulisnya.
Ada fakta menaik soal Harvard yang dibagikan oleh Belva. Adalah di mana bisa apply mengambil kelas dari berbagai fakultas, agar pemahamannya lebih holistik.
Belva lantas mengambil macam-macam fakultas di luar fakultas yang ia ambil. Yang pertama adalah Harvard Medical School. Ia yang tidak memiliki pengetahuan medis mengambil satu kelas dengan mahasiswa-mahasiswa kedokteran Harvard.
"Kelasnya mengenai Big Data in Population Health, jadi mempelajari aplikasi2 penggunaan Big Data dalam kesehatan masyarakat. Di akhir kelas, saya bersama tim dokter mendesain aplikasi kesehatan menggunakan Big Data untuk meningkatkan "medication adherence" atau kedisiplinan pasien dalam meminum obat (ini ternyata masalah yg sangat besar, dampaknya >100milyar dolar US per tahun)." lanjutnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bidang Hukum dan Pendidikan
Selain kedokteran, Belva juga mengambil fakultas Harvard Law School. Di kelas ini, ia bersama para ahli hukum di Harvard. Salah satu dosennya kala itu adalah Lawrence Summers, mantan menteri keuangan Amerika dan rektor Harvard.
"Kelasnya meneliti banyak kebijakan, mulai dari climate change, financial regulations, behavioral econs, sampai legal limits on regulations." tulis Belva.
Lalu ada, ia turut mengolah ilmu di Harvard Graduate School of Education. Diakuinya, lewat kelas ini, ia mengeksplorasi berbagai macam intervensi di bidang pendidikan di negara-negara berkembang.
"Dilihat apakah ada dampak positif signifikannya misal: Kasih seragam gratis ada efeknya kah? Kasih teknologi di kelas, ada efeknya kah? Kasih uang tambahan langsung ke guru, ada efeknya kah? Semua diambil dari data2 intervensi di negara berkembang yg berbeda2," tambahnya.
Tak lupa Belva menyertakan keterangan terkait pengalamannya saat menuntut ilmu, di Harvard mahasiswa dituntut untuk dapat belajar hal baru dengan cepat.
"Ini butuh bgt kemampuan disiplin belajar MANDIRI yg tinggi, kalau gak, pasti akan ketinggalan." lanjutnya.
Advertisement