Liputan6.com, Jakarta - Terhalang bujet disebut-sebut jadi salah satu penyebab busana ramah lingkungan belum bisa menyebrang ke fesyen arus utama. Pertanyaan besarnya selalu tentang, dapatkah pakaian dengan bahan yang bersumber secara bertanggung jawab dan dibuat pekerja yang dibayar dengan upah adil benar-benar terjangkau? Dan harusnya demikian?
Melansir SCMP, Sabtu, 14 Agustus 2021, berkaca pada kondisi pasar sekarang, membuat pilihan yang bertanggung jawab sebagai konsumen terdidik masih jadi "kemewahan." Belum lagi berbicara bahwa membuat fesyen berkelanjutan bukanlah pekerjaan mudah, dan murah.
Dana Thomas, jurnalis dan penulis Fashionopolis: Why What We Wear Matters, mengatakan, "Pakaian dan aksesori yang dibuat secara ramah lingkungan dan bertanggung jawab benar-benar dapat terjangkau. Mereka eksis selama beberapa dekade sepanjang abad ke-20 sebelum pengusaha mode meningkatkan margin keuntungannya."
Advertisement
Baca Juga
Itulah sebabnya Bernard Arnault dari LVMH dan Inditex oleh Amancio Ortega termasuk di antara orang-orang terkaya di dunia. "Ketika saya menulis buku pertama saya, Deluxe, rata-rata mark-up tas tangan merek mewah adalah 12 kali lipat dari biaya produksi. Hari ini, sekitar 25 kali. Alasan banyak mode tidak terjangkau bagi banyak orang adalah keserakahan perusahaan," imbuhnya.
Thomas mengatakan, situasi ini dipersulit dengan adanya godaan harga terjangkau dari fast fashion. Ia menjelaskan, "Alasan pakaian ini sangat murah adalah karena para pekerja yang membuatnya tidak dibayar dengan upah layak. 98 persen pekerja garmen tidak mendapat upah layak, dan sebagian besar mendapatkan setengah dari upah layak."
Clare Press, presenter podcast Wardrobe Crisis tentang mode berkelanjutan mengatakan, publik perlu memeriksa ide-ide kita tentang apa artinya "pakaian bagus dengan harga terjangkau." Terutama di faktor terjangkau, ini mengarah pada pertanyaan, "Untuk siapa?"
"Sistem fast fashion saat ini mungkin terjangkau bagi pembelanja yang ingin membeli pakaian berdasarkan tren berharga terendah, dan sering menggantinya dengan gaya baru. Tapi sebenarnya ada biaya untuk itu, ada orang lain yang membayar. Seringkali, itu adalah pekerja garmen," katanya.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Menjaga Keterjangkauan sekaligus Menyuntikkan Keberlanjutan
Founder Redress Christina Dean berpendapat, "Kita harus melihat kesenjangan antara pakaian yang dibuat secara konvensional dan yang dibuat secara bertanggung jawab. Pada dasarnya itu dapat datang dalam berbagai bentuk, dari perbaikan lingkungan hingga sosial, sehingga itu sendiri relatif sulit untuk diukur."
Penutupan kesenjangan harga ini bisa diupayakan melalui bahan baku yang lebih berkelanjutan, termasuk bahan daur ulang, khususnya poliester daur ulang. "Kami juga telah melihat industri bekerja keras selama lebih dari satu dekade dalam hal ini, mulai dari pengembangan serat, teknologi, hingga efisiensi rantai pasokan," katanya.
Ia mencatat, kenyataannya sebagian besar konsumen peka terhadap harga, di samping gaya dan kesesuaian, tetap jadi pendorong pembelian utama. Jadi, menjaga keterjangkauan sekaligus menyuntikkan keberlanjutan yang lebih besar jelas sangat penting.
"Artinya, jelas kita harus mengurangi produksi dan konsumsi, sambil bekerja menuju sistem berkelanjutan. Kita membutuhkan lebih sedikit barang yang dijual, ini perlu bertahan lebih lama, sehingga lebih sedikit barang yang dibuang," imbuhnya.
Advertisement
Beli Lebih Sedikit
Bandana Tewari, jurnalis gaya hidup, menyuarakan narasi serupa. "Saran saya adalah belilah lebih sedikit, tapi belilah barang-barang yang bernilai. Jangan merusak lingkungan dengan menghemat beberapa dolar," katanya.
Maxine Bédat, direktur Institut Standar Baru dan penulis Unraveled: The Life and Death of a Garment, mengatakan industri fesyen ramah lingkungan perlu memiliki opsi berkelanjutan di banyak titik harga yang berbeda. "Tapi kita harus mempertimbangkan barang-barang ini sebagai barang tahan lama, dan harganya harus sesuai," tegasnya.
Marilyn Martinez, manajer proyek tim Make Fashion Circular di Ellen MacArthur Foundation, mencatat bahwa untuk benar-benar melihat skala model bisnis sirkular, merek harus mengatasi tantangan pra persaingan. Juga, memastikan infrastruktur baru yang menyediakan pengumpulan, penyortiran, dan daur ulang yang efisien.
"Untuk mencapai hal ini, diperlukan teknologi dan keterampilan baru, kolaborasi silang, serta investasi lebih lanjut," ujarnya.
Infografis Sampah Kemasan Produk Kecantikan
Advertisement