Liputan6.com, Jakarta - Keindahan alam Indonesia merupakan daya tarik utama wisata Indonesia di mata turis, terutama dari mancanegara. Namun, banyak pengelola hanya mengeksploitasinya tanpa memperhatikan keberlanjutannya yang berakibat pada kerusakan lingkungan. Untuk itu, perlu pendekatan bisnis wisata yang lebih komprehensif lewat penerapan konsep ekowisata.
Yozua Makes, pendiri Grup Plataran, bahkan menyebut ekowisata menjadi pembeda utama wisata di Indonesia dengan tempat lain di dunia. "Karena, wisata Indonesia bukan wisata biasa," ujarnya dalam peluncuran virtual Berani, Jumat malam, 20 Agustus 2021.
Advertisement
Ada tiga komponen penting dalam pengembangan ekowisata di Indonesia, yakni keindahan alam, interaksi dengan manusia Indonesia, dan budaya setempat. Ketiganya harus berjalan bersama jadi satu kesatuan agar bisa sangat kuat untuk membedakan pariwisata Indonesia dengan negara-negara lain.
"Dalam kerangka ini, sejak lima tahun lalu kami memang mengembangkan sustainable development. Tempat kami jadi pusat pilot project ekowisata nasional," kata Yozua.
Ia mengatakan ketiga elemen itu sangat bisa diterapkan di setiap destinasi wisata di Indonesia dengan konsep gotong-royong. Terlebih, pandemi mendorong orang lebih mencintai kegiatan di alam.
"Pandemi punya nilai positif, kita harus kapitalisir dari wisata biasa jadi ekowisata," sambungnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno. Ia bermimpi menjadikan Indonesia sebagai episentrum dan pusat referensi ekowisata dunia. "Tapi, saya titip soal CHSE dalam program ke depan," katanya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Libatkan Masyarakat
Perihal pelibatan masyarakat, hal tersebut disadari betul oleh Swietenia Puspa Lestari, pendiri sekaligus Direktur Eksekutif Divers Clean Action. Ia menyebut tanpa unsur masyarakat, sangat sulit menjaga lingkungan agar tetap terawat. Ekowisata menjadi salah satu kunci, bersama dengan pemberdayaan masyarakat.
"Aku percaya saat booming wisata, orang yang sudah lelah, letih, chasing uang untuk wisata, Indonesia jadi top priority. Tapi kalau tidak dibarengi penjagaan lingkungan yang baik, takutnya rusak," ujar perempuan yang menjadi salah satu narasumber Berani.
Di masa pandemi ini, pihaknya berkolaborasi dengan gerakan Revitalisasi Bumi, membantu sejumlah titik wisata yang terdampak pandemi. Mereka menguji coba di lima titik di Bali, Manado, dan Nusa Tenggara Barat, untuk melatih pemuda setempat berusia 18--35 tahun agar memberdayakan masyarakatnya sendiri untuk menerapkan ekowisata.
"Ternyata dampaknya berhasil, walau kita dukung dari jarak jauh karena harus tetap menjaga protokol kesehatan. Dampaknya cukup signifikan dan bahkan dapat dukungan dari local stakeholder," ujar dia.
Advertisement
Tambah Titik Baru
Kini, pihaknya baru menambah 10 titik baru yang tersebar di antaranya di Maluku, Maluku Utara, dan Jambi. Para pemuda yang menunjukkan kemampuan mengorganisasi kegiatan dipilih untuk menerapkannya di daerah masing-masing. Mereka dibina selama enam bulan.
"Bagaimana untuk menerapkan ekowisata, mengelola sampah, dan kontribusi terhadap kemajuan daerah, menerapkan prinsip circular economy agar bisa bangkit dan tangguh sekaligus peduli terhadap lingkungan," Tenia menerangkan.
Kegiatan itu pun didukung perusahaan. Banyaknya pihak yang terlibat, sambung dia, menunjukkan bahwa pengembangan ekowisata adalah hal yang kompleks dan butuh kerja sama dari berbagai pihak.
"Harapannya walaupun pandemi ini jadi pukulan sangat berat bagi teman-teman pelaku wisata, sampai kehilangan mata pencaharian dan semangat menjaga lingkungan menurun, semoga semua segera pulih."
4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan
Advertisement