Liputan6.com, Kairo - Ramadan selalu menjadi bulan yang dinanti-nanti oleh umat Muslim di seluruh dunia, tak terkecuali bagi mahasiswa perantauan di Mesir.
Bagi Hanifa Minhajil, mahasiswi asal Bandung yang tengah menempuh studi Tafsir di Universitas Al-Azhar, Kairo, Ramadan di negeri orang membawa kesan yang unik dan berbeda dari di Indonesia.
Advertisement
Baca Juga
"Euforianya lebih ramai dibandingkan di Indonesia. Masyarakat Mesir menyambut Ramadan layaknya perayaan besar, seperti 17 Agustus di Indonesia. Mereka menganggap Ramadan sebagai tamu agung," ujar dia kepada Liputan6.com, Minggu (16/3/2025).
Advertisement
Sebagai bentuk penyambutan, masyarakat Mesir menghiasi jalanan dan rumah mereka dengan lampu-lampu khas yang disebut "Fanush". Hal ini menciptakan suasana Ramadan yang begitu semarak, membuat malam-malam selama bulan suci terasa lebih hidup. Tak hanya kegiatan ibadah seperti salat Tarawih yang menjadi sorotan, tetapi juga kemeriahan dekorasi yang mempercantik kota.
Salah satu tradisi yang sangat mencolok di Mesir saat Ramadhan adalah kehadiran Meidatu Rahman, sebuah tradisi berbagi makanan berbuka bagi siapa saja yang membutuhkan. Di pinggir jalan dan depan bangunan, tersedia meja-meja panjang dengan hidangan lengkap—bukan hanya takjil, tetapi juga makanan berat.
"Masya Allahnya itu, makanannya itu bukan hanya takjil tapi juga ada makanan beratnya jadi karena menyambut Ramadan, bulan yang penuh berkah, bulan penuh rahmat, pasti orang-orang juga bersemangat untuk berbagi disini," tutur gadis berusia 22 tahun itu.
"Bahkan, restoran yang istilahnya dikenal harganya lumayan pricey lah itu pun mengadain Meidatu Rahman. Kita juga sebagai mahasiswa yang istilahnya kan kita terbatas secara finansial Ramadan ini benar-benar berkah lah."
Kuliner Khas Ramadan di Mesir
Selain atmosfer yang berbeda, Ramadan di Mesir juga identik dengan makanan dan minuman khas yang unik. Kurma tetap menjadi sajian utama, tetapi ada beberapa hidangan lain yang menjadi favorit masyarakat setempat.
"Kalau kue, ada kunafa dan zalabiya. Kunafa itu yang sempat viral, yang diisi keju atau susu, lalu diberi gula cair. Sementara zalabiya mirip bola-bola donat yang juga diberi gula cair," jelas Hanifa.
Untuk minuman, tamerhin yang terbuat dari asam jawa, subia yang menyerupai santan manis, dan asop atau jus tebu menjadi favorit saat berbuka. Sementara untuk hidangan utama, masyarakat Mesir kerap menyantap roti eish.
"Roti eish ini roti khas Mesir yang akan selalu ada dimanapun kita berada. Biasanya roti eish itu dimakan buat sarapan, semuanya sih. Pengganti, pokoknya nasinya orang Mesir itu namanya roti eish," tambahnya.
Advertisement
Ibadah di Pusat Ilmu Islam
Merayakan bulan Ramadan jauh dari Tanah Air dan keluarga tentu membuat Hanifa merasakan pengalaman yang berbeda.
"Apalagi sebelum Ramadan biasanya kalau di Sunda itu kan ada istilah munggahan gitu, ngumpul bareng keluarga, ngeliwat biasanya gitu kan," kata Hanifa, yang kini tengah menjalani tahun terakhirnya menempuh Pendidikan S1.
Meski demikian, ia memanfaatkannya untuk menambah pengalaman imannya secara pribadi.
Salah satu pengalaman Ramadan yang paling berkesan bagi Hanifa adalah kesempatan untuk beribadah dan belajar langsung dari ulama-ulama besar di Mesir. Sebagai pusat keilmuan Islam, Mesir menawarkan pengalaman spiritual yang mendalam bagi para mahasiswa asing.
"Di sini kita bisa salat Tarawih dengan imam yang memiliki berbagai qira’at (cara membaca Al-Qur’an). Suasananya sangat berbeda, terasa dekat dengan para ulama dan ilmu Islam itu sendiri," katanya.
Selain itu, Masjid Al-Azhar setiap tahunnya menyediakan iftar gratis bagi mahasiswa asing. Tak hanya itu, pada 10 malam terakhir Ramadan, mereka juga menyediakan makanan sahur bagi mereka yang ingin beri’tikaf di masjid. Fasilitas ini semakin mempererat ikatan antara mahasiswa dengan tradisi keilmuan di Mesir.
Momen Kebersamaan antar Pelajar Indonesia
Lantaran sama-sama hidup sendiri di perantauan, para mahasiswa Indonesia di Mesir pun memanfaatkan Ramadan sebagai momen untuk mengeratkan silaturahmi.
Mereka juga turut serta dalam semangat berbagi. Gotong royong menjadi ciri khas mereka, terlihat dari inisiatif mengadakan "Takjil on the Road." Mereka berkumpul, memasak, lalu membagikan makanan khas Indonesia kepada sesama perantau dan warga sekitar. Dari cilok hingga es buah, suasana Ramadan semakin terasa akrab meski jauh dari tanah air.
"Dan kalau Ramadan itu rame banget poster-poster bagi-bagi takjil di story-story WA. Jadi, orang-orang juga pada berburu tajil nggak cuma makanan Mesir, tapi makanan Indonesia," cerita Hanifa.
Â
Advertisement
Aktif di Organisasi Perempuan
Selain fokus menyelesaikan studinya, Hanifa juga aktif dalam kegiatan organisasi dan saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Wihdah organisasi induk keputrian bagi mahasiswi Indonesia di Mesir.
Wihdah, yang dalam bahasa Arab berarti "persatuan," adalah organisasi induk yang menaungi seluruh mahasiswi Indonesia di Mesir. Dari hampir 5.000 mahasiswi yang tersebar di berbagai organisasi berbasis daerah, provinsi, maupun afiliasi tertentu seperti Muhammadiyah dan Fatah, Wihdah hadir sebagai wadah pemersatu yang menghimpun mereka tanpa membedakan latar belakang daerah atau pendidikan.
"Entah itu dari daerahnya atau jurusannya, pendidikan yang diambil, semuanya Bersatu di Wihdah," kata Hanifa.
Salah satu program unggulan yang digagas Wihdah di bawah kepemimpinan Hanifa adalah Gema Wihdah Ramadan. Program ini awalnya diinisiasi pada tahun sebelumnya, tetapi kali ini dikemas lebih spesifik untuk menyemarakkan bulan Ramadan.
Pada hari pertama, Wihdah mengadakan seminar motivasi bersama Ustadzah Oki Setiana Dewi, yang mengupas cara menjaga istiqamah dalam beribadah selama Ramadan. Selain itu, berbagai perlombaan turut memeriahkan acara, termasuk Musabaqah Qur'an (MHQ), lomba memasak hidangan berbuka yang mendapat dukungan dari sponsor produk kecap, serta lomba Nasyid yang disponsori oleh organisasi Nasyid Nusantara.
Tak hanya itu, ada juga lomba Kultum atau Kuliah Ramadan, yang bertujuan untuk mengasah keterampilan public speaking mahasiswi dalam menyampaikan kajian Islami. Kegiatan ini menjadi ajang bagi mereka yang ingin menampilkan potensi lebih dari sekadar keilmuan, tetapi juga dalam dakwah.
