Liputan6.com, Jakarta - Dalam pekan yang sama, dua badan pariwisata dari luar negeri mempromosikan negaranya sebagai destinasi ramah muslim di Indonesia. Singapura dan Hong Kong yang notabene populasi muslimnya sebagai minoritas dengan gencar mem-branding diri layak untuk dikunjungi wisatawan muslim Indonesia.
Mereka serius menggarap branding tersebut sehingga saling berkejaran di daftar destinasi ramah muslim, Global Muslim Travel Index (GMTI), yang disusun Mastercard-Crescent Rating. Hasilnya, Singapura berada di urutan pertama sedangkan Hong Kong ada di urutan ke-4 sebagai destinasi ramah muslim teratas non-OKI.
Baca Juga
Branding yang diciptakan bukan hanya promosi kosong. Sejak beberapa tahun terakhir, Hong Kong Tourism Board (HKTB) gencar mendorong pelaku usaha pariwisata setempat, baik restoran maupun hotel, menambah fasilitas yang mengakomodasi kebutuhan wisatawan muslim.
Advertisement
Mereka lalu mendiseminasi informasi tentang berbagai fasilitas yang dibutuhkan wisatawan muslim saat melancong ke luar negeri, seperti restoran halal, tempat ibadah, dan hotel. HKTB bahkan sengaja membuat laman khusus yang bisa diakses terutama oleh turis Indonesia dan Malaysia karena menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Melayu.
Pendekatan agak berbeda dilakukan Singapura. Distribusi informasi terkait restoran ramah muslim hingga tempat shalat lebih disebar ke berbagai laman mitra atau media sosial lainnya, terutama online travel agent (OTA) yang beroperasi di Indonesia. Apakah Indonesia juga perlu ikut mem-branding diri sebagai destinasi ramah muslim?
Â
Â
Branding Ramah Muslim Perlu, tapi...
Ketua DPP Astindo Pauline Suharno menyatakan branding ramah muslim sangat menarik terutama bagi wisatawan muslim saat ini, khususnya di Indonesia yang makin peduli pada perjalanan wisata yang tetap sesuai syariat. "Kalau misalkan tidak ada makanan halal, atau tidak ada tempat untuk ibadah, itu kayaknya agak repot, agak kurang menarik jadinya," katanya.
Hal itu juga disadari Astindo saat berpameran di luar negeri. Ia mengaku biasa menggunakan branding tersebut saat mempromosikan Indonesia kepada pasar luar negeri. Terlebih dengan populasi muslim yang besar, Indonesia layak disebut sebagai ramah muslim.
"Jadi, Indonesia itu tidak perlu dibuat halal destination segala macam karena di mana pun sudah ramah muslim. Sebetulnya di Indonesia, mau cari musala, mau cari surau, mau cari masjid itu mudah banget. Mau cari tempat makan yang halal itu juga mudah sekali di Indonesia," kata dia.
"Jadi Indonesia, kalau menurut kami, malah tidak perlu dilabeli sebagai halal destination karena sudah sangat mudah," imbuh dia.
Indonesia bahkan berbagi dengan Malaysia berada di urutan teratas Global Muslim Travel Index (GMTI). Itu menunjukkan bahwa Indonesia layak menyatakan diri sebagai destinasi ramah muslim dan bisa dimanfaatkan untuk mempromosikan pariwisata Indonesia dengan lebih baik lagi, tidak kalah dari negara-negara non-OKI.
Advertisement
Indonesia Lewatkan Promosi di Pasar Potensial
Sayangnya, promosi pariwisata tersebut yang dinilai Pauline kurang digarap dengan baik oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pariwisata (Kemenpar). Pemotongan anggaran atas nama efisiensi bahkan membuat pemerintah hanya fokus pada pasar yang itu-itu saja, seperti Australia, Eropa, dan beberapa negara Asia Tenggara, padahal ada peluang pasar yang lainnya, seperti Hong Kong.
Tak heran, kata Pauline, jumlah wisatawan Indonesia yang pergi ke Hong Kong lebih banyak dibandingkan wisatawan Hong Kong yang datang ke Indonesia.
"Itu problem kita ya, karena to be honest, dengan adanya pemotongan bujet, pemotongan anggaran promosi dari pemerintah, pemerintah ini kelihatannya tidak terlalu fokus dengan market Hong Kong itu sendiri. Kita jarang melihat adanya sales mission dari Indonesia ke Hong Kong," ujarnya.
"Kayak enggak dianggap pasar yang potensial Hong Kong ini. Sangat disayangkan karena maskapai penerbangan direct-nya itu banyak. Kita sehari ada tiga kali Garuda, ada Air Asia, ada Batik, segala macam," imbuh Pauline.
Â
Alasan Singapura Serius Garap Branding Ramah Muslim
Sebelumnya, dalam Media Gathering di Jakarta, Selasa, 11 Maret 2025, Area Director Singapore Tourism Board (STB) Indonesia, Mohamed Hafez Marican menjelaskan alasannya baru kali ini mempromosikan negaranya sebagai destinasi yang ramah muslim.
"Kami memang ramah muslim tapi selama ini kami tidak pernah benar-benar mempromosikannya karena kami berasumsi bahwa kami sudah ramah muslim," ucapnya.
Namun berdasarkan temuan di lapangan, terutama saat mempromosikan pariwisata Singapura kepada orang-orang di luar Jakarta, ternyata tidak semua orang Indonesia familiar dengan itu. Berangkat dari situasi tersebut, kampanye tentang Singapura sebagai destinasi ramah muslim pun digencarkan.
"Kami putuskan bahwa kami perlu untuk mempromosikannya sebagai cara meningkatkan awareness," kata Hafez.
Klaim ramah muslim tak lepas dari populasi umat Islam di Singapura yang jumlahnya sekitar 15 persen dari total penduduk. Karena itu, ketersediaan makanan halal dan tempat ibadah bukan lah sesuatu yang benar-benar asing bagi warga Singapura.
"Singapura ada lebih dari 6000 toko kuliner halal. Jadi, it's easy to get halal food in Singapore. Not just in the city center or places like Kampong Glam where it's historically moslem area, but around Singapore," ujarnya.
Advertisement
