Liputan6.com, Jakarta - Chanel tercatat telah bangkit kembali setelah dikalahkan pandemi tahun lalu. Seperti merek lain yang menawarkan desain abadi dan "barang investasi," merek ini diuntungkan oleh keinginan konsumen untuk membeli lebih sedikit, tapi degan kualitas lebih baik.
"Produk selalu jadi inti dari merek kami," kata Bruno Pavlovsky, presiden fesyen rumah mode Prancis tersebut, dikutip dari SCMP, Minggu (19/12/2021). "Anda bisa melupakan gambar dan hanya fokus pada produk."
Advertisement
Baca Juga
Bersamaan dengan koleksi haute couture yang diperhalus, rangkaian Métiers d'Art, yang telah ditampilkan di lokasi-lokasi seperti Dallas, Edinburgh, dan Roma, adalah puncak komitmen Chanel terhadap apa yang disebut Pavlovsky sebagai "kemewahan tertinggi."
Ia menyebut, "Ada sesuatu yang sangat kuat dan autentik tentang produk kami dan itu membuat perbedaan besar dalam cara kami melibatkan pelanggan. Mengapa koleksi Métiers d'Art selalu sukses? Itu karena pelanggan kami merasakan hubungan dengan koleksi dan maknanya."
Koneksi itu, bagaimanapun, hadir bersama label harga yang semakin mahal. Dalam beberapa bulan terakhir, Chanel telah jadi berita utama untuk kenaikan harga bertahap pada beberapa barang yang paling didambakan seperti tas 2.55. Pihaknya bahkan membatasi jumlah tas yang dapat dibeli pelanggan di pasar utama seperti Korea Selatan.
Pavlovsky mengaitkan kenaikan ini dengan gangguan yang memengaruhi rantai pasokan global akibat pandemi. "Bahan baku semakin mahal dan biaya meningkat, dan kami terpengaruh oleh itu dan tidak punya pilihan," katanya.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Situasi Global?
Pavlovsky mengatakan, "Jika ingin tetap jadi merek mewah tertinggi, kami harus menawarkan yang terbaik pada pelanggan kami, dan yang terbaik semakin mahal. Saya pikir kenaikan akan terus terjadi bukan karena Chanel, tapi situasi global. Kami ingin menawarkan kreasi terbaik pada pelanggan kami, jadi ya, itu mahal."
Ia menambahkan bahwa Chanel telah mengakuisisi pemasok di Prancis dan Italia untuk menjamin kualitas tertinggi, juga mengontrol seluruh proses produksi. Bahkan pada puncak pandemi, merek tersebut terus mengirimkan banyak koleksinya.
Itu dilakukan tidak hanya untuk memenuhi permintaan pelanggan, tapi juga memastikan pemasok utamanya bisa bertahan di tengah pembatalan pesanan dari merek lain. Pandemi telah membuat Chanel semakin eksklusif, tapi Pavlovsky tidak percaya ini adalah hal yang buruk.
Ia menghubungkan peningkatan fokus Chanel atas kemewahan dengan komitmennya terhadap keberlanjutan. "Terkadang ada perasaan kelangkaan di butik kami," katanya.
"Tapi itu karena kami menjual semua persediaan dan tidak memproduksi terlalu banyak. Setiap produk memiliki peran bermacam-macam. Pertanyaannya untuk 10 tahun ke depan adalah menggabungkan pertumbuhan dan keberlanjutan. Tidak mungkin mengurangi ukuran bisnis, tapi kami harus memantau pertumbuhannya," urainya.
Advertisement
Perihal Pasar Barang Bekas
Chanel telah jadi outlier dalam konteks penjualan produk bekas. Isu ini sebenarnya bukan kali pertama menyambangi sederet merek mewah. Namun baru-baru ini, label seperti Gucci dan Louis Vuitton, jadi lebih nyaman dengan gagasan bahwa produk mereka memiliki kehidupan baru di pasar barang bekas.
"Bukan tugas kami untuk mempromosikan barang bekas, tapi menawarkan pengalaman terbaik pada pelanggan kami," kata Pavlovsky.
Ia menambahkan, merek tersebut malah memiliki program baru, Chanel & Moi. Layanan ini memungkinkan pelanggan memperbaiki tas yang diturunkan oleh ibu atau nenek mereka secara gratis, dan merupakan bukti nilai "transmisi" di Chanel.
Infografis Fakta-Fakta Menarik tentang Fashion
Advertisement