Liputan6.com, Jakarta Produsen barang mewah di Eropa mengungkapkan bahwa mereka masih bisa memanfaatkan kekuatan penetapan harga untuk mengimbangi tarif impor baru yang dikenakan oleh Presiden AS Donald Trump.
Seperti diketahui, merek-merek tas dan sepatu mewah seperti Louis Vuitton dari LVMH atau Gucci dari Kering mengandalkan pasar AS tahun ini karena China tertinggal.
Baca Juga
Para eksekutif di Hermes dan Kering, pekan lalu mengungkapkan bahwa mereka dapat memanfaatkan daya tarik merek untuk menyerap bea tambahan.
Advertisement
"Jika bea naik, kami akan menaikkan harga kami sesuai dengan itu," kata Ketua Eksekutif Hermes, Axel Dumas, dikutip dari MarketScreener, Rabu (18/2/2025).
CEO Kering Francois-Henri Pinault juga mengisyaratkan hal serupa. Ia mengatakan mereknya, termasuk Gucci, Balenciaga, dan Yves Saint Laurent, akan meninjau strategi penetapan harga jika ada pemberlakuan tarif impor baru.
"Kami tahu cara mengaturnya," bebernya.
Namun, kenaikan harga yang agresif selama bertahun-tahun, khususnya selama masa pascapandemi, dapat mempersulit beberapa merek untuk meneruskan biaya impor yang tinggi.
Sebagian besar merek menaikkan harga paling tinggi yang pernah mereka lakukan dalam beberapa tahun terakhir, menurut analis dari perusahaan termasuk UBS, Citi, dan Bernstein.
Sebagai contoh, harga tas merek Chanel telah naik lebih dari tiga kali lipat sejak 2010, sementara tas Lady Dior dan tas travel Louis Vuitton telah naik harga lebih dari dua kali lipat, menurut UBS.
"Kita telah banyak membicarakan tentang 'greedflation' selama 12 bulan terakhir, gagasan bahwa Anda telah melangkah terlalu jauh, terlalu tinggi, terlalu cepat. Dan pada akhirnya, Anda pada dasarnya telah memisahkan diri dari konsumen yang penuh aspirasi itu," kata analis HSBC, Erwan Rambourg.
Ruang Untuk Kenaikan Harga Terbatas?
Kenaikan harga yang signifikan juga akan berbanding berbeda fengan tren terkini untuk kebijakan harga barang fashion mewah, terutama di pasar AS.
Dior, misalnya, mempertahankan harga di AS tetap stabil tahun lalu, sementara Louis Vuitton menaikkannya sedikit lebih dari 2%, menurut firma intelijen pasar yang berbasis di Paris, Data & Data, yang memantau harga eceran daring untuk katalog merek.
Chanel juga menaikkan harga sebesar 5,4%, sementara Cartier dan Van Cleef & Arpels milik Tiffany dan Richemont memperlambat laju kenaikan harga di AS menjadi 4% hingga 6%, dari lebih dari 8% pada tahun sebelumnya.
"Saya pikir ruang gerak merek-merek besar dalam hal kenaikan harga di Amerika Serikat akan cukup terbatas pada tahun 2025," kata CEO Data & Data, Zouheir Guedri.
"Ini berisiko mempertajam perbedaan harga antara berbagai wilayah dan membahayakan upaya kenaikan yang dilakukan selama bertahun-tahun untuk menyelaraskan harga dalam skala global,” jelasnya.
Advertisement
Jerman Ketar Ketir Ada Tarif Impor AS: Ekonomi Kami Bisa Ambles
Diwartakan sebelumnya, Jerman mengungkapkan bahwa serangkaian tarif dagang baru yang dikenakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, berisiko menimbulkan dampak yang signifikan pada negara ekonomi terbesar di Eropa itu.
Mengutip BBC, Presiden Bank Sentral Jerman Bundesbank, Joachim Nagel, memperingatkan bahwa tarif dagang AS lmenimbulkan risiko signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi negaranya.
Berbicara di Speaker's Luncheon Union International Club di Frankfurt, Nagel menekankan bahwa sebagai ekonomi yang digerakkan oleh ekspor, Jerman berisiko menderita kerugian besar imbas perubahan kebijakan perdagangan AS.
Mengacu pada pengenaan tarif 25 persen oleh AS pada baja dan aluminium, Nagel mencatat bahwa langkah ini akan berdampak khusus pada Jerman, menimbulkan ancaman terhadap prospek ekonominya.
Nagel juga mengutip perkiraan Bundesbank yang menunjukkan bahwa meningkatnya ketegangan perdagangan transatlantik dapat menyebabkan output ekonomi Jerman pada tahun 2027 menjadi 1,5 poin persentase lebih rendah dari yang diharapkan.
