Sejarah Mengejutkan Pulau Sentosa di Singapura

Pulau Sentosa dulunya sempat dikenal sebagai Pulau Belakang Mati.

oleh Dyah Ayu Pamela diperbarui 20 Sep 2022, 09:30 WIB
Diterbitkan 20 Sep 2022, 09:30 WIB
Sentosa Singapura
Sentosa Singapura. Foto: Dok. Sentosa

Liputan6.com, Jakarta - Pulau Sentosa yang terkenal di Singapura tidak hadir begitu saja. Dalam catatan perjalanannya, wilayah itu dulunya dikenal sebagai Pulau Belakang Mati. Beberapa orang menerjemahkan nama itu sebagai "pulau celaka," tapi terjemahan yang paling banyak dikutip adalah "pulau yang di baliknya terletak kematian."

Citranya kemudian diubah 180 derajart, dinamai Sentosa yang dalam Bahasa Melayu berarti damai. Dipenuhi taman hiburan, pantai, resor mewah, kasino, dan hiburan lain, kawasan ini menjelma jadi salah satu tujuan paling populer bagi wisatawan internasional. Tapi, bagaimana semua perubahan ini dimulai? 

50 tahun lalu, Singapura membentuk Singapore Development Corporation (SDC). Badan ini kemudian mengubah Sentosa, pulau pedesaan yang sebagian besar tidak berpenghuni, jadi taman bermain urban.

Mengutip CNA, Sabtu 17 September 2022, pulau seluas 500 hektare ini berbentuk seperti ujung besar pipa rokok, melengkung di sekitar sisi selatan yang sekarang disebut Singapura. Bentuk dan posisi Sentosa menjadikannya tempat sempurna bagi para pedagang yang bepergian dari dan ke Malaysia. Juga, tempat persembunyian bagi para perompak yang menyerbu kapal-kapal di zaman dulu.

Awalmya, ada tiga desa utama di sini: Ayer Bandera, Serapong, dan Belakang Mati. Penduduk pulau itu adalah campuran dari etnis Cina, Melayu, dan Bugis.

Pada 1819, Sir Stamford Raffles tiba di tempat yang kemudian kita kenal sebagai Singapura. Negarawan Inggris itu meninggalkan cap tidak terhapuskan. Tidak hanya di Singapura, tapi di sebagian besar Asia Timur, yang ia jelajahi dan tulis selama jabatan diplomatiknya di sana.

Penjajahan Inggris

Donald Trump dan Kim Jong-un Menuju Pulau Sentosa
Mobil kepresidenan Presiden Amerika Serikat, The Beast, yang membawa Donald Trump memasuki Pulau Sentosa di Singapura, Selasa (12/6). Trump dan pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un akan bertemu dalam KTT Korea Utara-AS di Hotel Capella. (AP/Wong Maye-E)

Sebagai negara jajahan Inggris, selama paruh kedua abad ke-19, banyak dibangun benteng di sekitar Singapura. Ada empat di antaranya di Sentosa: Benteng Serapong berada dekat pusat pulau, Benteng Connaught, Baterai Imbiah, dan Benteng Siloso yang letaknya di ujung barat laut. 

Sementara Singapura dikuasai Inggris, tentara tinggal di Pulau Belakang Mati. Buruh Melayu, Cina, dan India mencuci pakaian, mengemudikan perahu sampan, dan membuka lahan untuk anggota militer kulit putih. Meski Sentosa diubah pada 1970, penggemar sejarah masih akan mengenali nama banyak tempat yang tersebar di sekitar pulau.

Benteng Siloso sekarang jadi  taman umum dan museum sejarah, tapi pantai, jalan setapak yang ditinggikan melalui hutan, dan stasiun trem semuanya juga menyandang nama Siloso. Baterai Imbiah sekarang jadi tempat pengamatan bagi para pejalan kaki, bangunan-bangunan yang ditinggalkan di Benteng Serapong populer bagi para penggemar eksplorasi perkotaan.

Sementara itu, resor The Barracks yang elegan pernah jadi rumah bagi artileri Inggris. Meski akomodasi jauh lebih nyaman akhir-akhir ini, para tamu masih dapat berjemur di bekas lapangan parade.

 

Dulunya Pedesaan

[Bintang] Singapura
Sentosa Boardwalk, Singapura. (Sumber Foto: ajp__001/Instagram)

Sebagian besar sejarah Sentosa sama dengan sejarah Singapura. Pada 1965, Singapura secara resmi keluar dari dederasi dengan Malaysia dan mulai mencari tahu negara seperti apa yang mereka inginkan.

Ketika perdagangan dan industri tumbuh di Negeri Singa, Sentosa sebagian besar tetap jadi pedesaan dan tidak berpenghuni. Sebagian besar penduduk pergi pada 1970-an dan bermukim kembali di pulau utama Singapura.

Perubahan datang dengan cepat dan dramatis. Pada 1970-an, pengunjung pulau dapat naik kereta gantung, tapi dalam satu dekade, ada juga trem yang memudahkan untuk pergi dari satu tempat ke tempat lain. Kemudian, pada 1992, Sentosa Causeway yang menghubungkan kedua pulau diresmikan.

Tempat-tempat wisata datang dan pergi seiring berubahnya tren. Underwater World, yang pada saat itu merupakan oseanarium terbesar di Asia, baru dibuka pada 1991. Jumlah pengunjung berfluktuasi selama bertahun-tahun, hingga atraksi itu tutup pada 2016.

Peninggalan masa lalu lainnya adalah The Asian Village. Atraksi ini mirip Epcot Disney World, dengan "desa" berbeda yang mewakili Malaysia, Thailand, Filipina, dan negara-negara Asia lain, ditambah beberapa wahana. Namun, tempat itu berhenti beroperasi pada 2000.

Apollo Hotel adalah akomodasi wisata pertama di pulau itu, dibuka pada 1978 dan ditutup tahun 1986. Sementara itu, resor pantai pertama di pulau itu adalah Shangri-La, yang menyambut tamu perdananya pada 1993. Butuh satu dekade, tapi akhirnya merek mewah besar lain yang melayani wisatawan internasional tiba di Sentosa, seperti Capella pada 2009, W pada 2012, dan Sofitel pada 2015.

Berkembang Pesat

Resorts World Sentosa
Beach Villas Tree Top Lofts, Resorts World Sentosa, Singapura. (Ist)

Pertunjukan air mancur musikal adalah salah satu dampak pembangunan, serta kompleks Resorts World yang mencakup satu-satunya taman hiburan Universal Studios di Asia Tenggara dan sekitar 1.700 kamar hotel di beberapa properti. "Seiring berjalannya pariwisata, ekspektasi lebih tinggi (dan kita harus) membuka jalan untuk sesuatu yang baru," sebut Christopher Khoo, direktur pelaksana konsultan pariwisata internasional MasterCounsult, dikutip dari CNA.

Saat ini, katanya, wisatawan lebih tertarik pada pengalaman daripada landmark. Panas dan kelembapan kota yang konstan juga telah menciptakan permintaan untuk atraksi di malam hari. Kreasi digital dan pertunjukan cahaya pun ada dalam daftar kemungkinan wisata yang akan ditambahkan.

Di tengah perubahan pesat, anggapan Sentosa adalah pulau buatan terus bermunculan dari waktu ke waktu. Reklamasi lahan mungkin jadi sumber kebingungan. Pulau Belakang Mati berukuran sekitar 280 hektare, dan sejak 1972, Sentosa telah berkembang jadi sekitar 500 hektare.

 

Salah satu perubahan besar adalah kembalinya penduduk bermukim ke pulau itu. Namun, penduduk Sentosa modern hampir tidak memiliki kemiripan dengan masyarakat yang tinggal di Pulau Belakang Mati.

Sentosa Cove, di pantai timur pulau, adalah satu-satunya komunitas mewah yang terjaga keamanannya di Singapura. Itu dengan cepat jadi beberapa real estat yang paling dicari di negara ini.

Saat ini, rumah di Sentosa Cov dijual hingga 23 juta dolar Singapura atau setara Rp239 miliar. Kebanyakan dari mereka memiliki kolam renang, taman atap, garasi multi-mobil, dan kemewahan kelas atas lainnya.

Infografis Terhantam Covid-19, Singapura Masuk Jurang Resesi Ekonomi. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Terhantam Covid-19, Singapura Masuk Jurang Resesi Ekonomi. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya