Rekor Suhu Terpanas Bumi Selalu Pecah dalam 8 Tahun Berturut-turut

Copernicus secara khusus menggambarkan tahun 2022 sebagai "tahun dengan iklim ekstrem."

oleh Asnida Riani diperbarui 11 Jan 2023, 16:14 WIB
Diterbitkan 11 Jan 2023, 16:02 WIB
Kabut Oranye Serbu Kuwait karena Badai Pasir
Pejalan kaki menyeberang jalan di tengah badai debu parah di Kuwait City pada 23 Mei 2022. Badai pasir telah melanda Timur Tengah dalam beberapa hari terakhir, dan menjadi fenomena yang para ahli peringatkan dapat berkembang luas karena perubahan iklim. (Yasser Al-Zayyat / AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Delapan tahun terakhir telah jadi rekor terpanas suhu Bumi karena meningkatnya konsentrasi gas yang memerangkap panas di atmosfer. Merujuk sebuah laporan baru, hal ini mendorong suhu global menuju titik kritis yang berbahaya.

Melansir CNN, Rabu (11/1/2023), sebuah analisis oleh Layanan Perubahan Iklim Copernicus Uni Eropa yang diterbitkan pada Selasa, 10 Januari 2023, mengatakan bahwa 2022 adalah tahun terpanas kelima bagi planet ini sejak pencatatan dimulai. Ia juga melaporkan Eropa mencatat musim panas terpanas tahun lalu dan tahun terpanas kedua secara keseluruhan, hanya terlampaui pada 2020.

Copernicus menggambarkan tahun 2022 sebagai "tahun dengan iklim ekstrem" yang membawa gelombang panas yang memecahkan rekor di Eropa, banjir mematikan di Pakistan, banjir yang meluas secara ekstrem di Australia, dan yang membuat Laut Antartika mencapai batas minimum terendah dalam catatan.

Laporan itu mengatakan bahwa suhu rata-rata tahunan Bumi mencapai 1,2 derajat celcius di atas tingkat pra-industri, menandai tahun ke-8 berturut-turut suhu setidaknya 1 derajat di atas periode referensi 1850 hingga 1900. Di bawah Perjanjian Paris 2015, sebagian besar negara setuju membatasi pemanasan jauh di bawah 2 derajat di atas tingkat pra-industri, yang kemudian lebih populer dalam batasan 1,5 derajat.

Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim PBB (IPCC) mengidentifikasi tanda 1,5 derajat sebagai ambang batas utama dan mengatakan bahwa pelanggaran itu akan secara dramatis meningkatkan risiko peristiwa cuaca ekstrem dan perubahan yang tidak dapat diubah.

Pada 2022, suhu Bumi tercatat 1,2 derajat celcius lebih panas daripada rata-rata periode 1850--1900. Suhu terus meningkat sejak 1980-an, dan pemanasan global melampaui satu derajat untuk pertama kalinya pada 2015.

 

Bumi Menghangat

Banjir Akibat Curah Hujan Tinggi Rendam Melbourne Australia
Sebuah kedai terendam banjir di pinggiran Kota Melbourne, Maribyrnong, Australia, Jumat (14/10/2022). Berdasarkan laporan ABC Australia, Jumat (14/10/2022), State Emergency Service atau SES menyebut situasi di Victoria akan terus tereskalasi karena sungai yang meluap. (William WEST/AFP)

Svitlana Krakovska, yang mengepalai delegasi Ukraina di IPCC, memiliki analogi bagi siapa pun yang bertanya-tanya apa bedanya beberapa derajat pemanasan. "Suhu tubuh normal Anda adalah 36,6 (derajat celcius). Sekarang, kami kelebihan plus (1,2) derajat (celcius) dan kami sudah sakit. Jika mencatat suhu 1,5, atau 2 (derajat celcius), terbayang akan sesakit apa? Kami tidak bisa membiarkan ini," katanya pada CNN saat konferensi iklim COP27 di Mesir, November 2022. "Setiap peningkatan suhu itu penting."

Laporan Copernicus juga menyoroti peningkatan konsentrasi karbon dioksida dan metana di atmosfer, gas rumah kaca potensial yang memerangkap panas di atmosfer dan menghangatkan planet ini. Sebelum manusia mulai membakar bahan bakar fosil dalam jumlah besar, konsentrasi karbon dioksida di atmosfer sekitar 280 bagian per juta.

Menurut Copernicus, itu mencapai rata-rata tahunan 417 bagian per juta pada 2022, meningkat 2,1 bagian per juta dibandingkan tahun 2021. Catatan menunjukkan konsentrasi karbon di atmosfer belum setinggi ini dalam waktu sekitar 2 juta tahun, tambah Copernicus.

IPCC mengatakan bahwa dunia perlu mengurangi emisi gas rumah kaca hampir setengahnya pada 2030 dan mencapai nol bersih pada 2050 untuk memiliki peluang menjaga pemanasan global hingga 1,5 derajat celcius di atas tingkat pra-industri.

 

Hubungan Antara Konsentrasi Gas Rumah Kaca dan Kenaikan Suhu

Gelombang Panas Melanda Eropa
Warga duduk di kursi malas Taman Alnwick saat gelombang panas melanda Eropa di Alnwick, Inggris, Rabu (24/7/2019). Badan cuaca nasional Inggris, Met Office, meramalkan suhu akan memuncak di negara tersebut hingga bisa mencapai 39 Celcius. (Owen Humphreys/PA via AP)

Para ilmuwan mengatakan, hubungan antara konsentrasi gas rumah kaca dan kenaikan suhu tidak lagi bisa disanggah. "Menurunnya rekor suhu dikombinasikan gelombang panas yang belum pernah terjadi sebelumnya, kekeringan, dan curah hujan yang intens, serta banjir di seluruh planet, bersama pemanasan global yang berkelanjutan selama dekade terakhir, semuanya sepenuhnya konsisten dengan pemanasan dunia yang cepat," Richard Allan, profesor di ilmu iklim di University of Reading, mengatakan.

Allan mengatakan hal itu terjadi karena "efek pemanasan tambahan dari gas rumah kaca yang secara kolektif kita keluarkan ke atmosfer."

Para ilmuwan mengatakan, 2022 adalah tahun yang sangat panas meski adanya fenomena La Niña, yang sekarang telah diamati selama tiga tahun berturut-turut dan biasanya menyebabkan suhu rata-rata global lebih dingin.

"Sangat mungkin bahwa La Nina baru-baru ini menutupi beberapa pemanasan dari perubahan iklim global," kata Marybeth Arcodia, seorang peneliti postdoctoral di Colorado State University.

Ia menambahkan bahwa karena El Niño, fase kebalikan dari La Niña, cenderung menyebabkan suhu lebih tinggi dari rata-rata, “kemungkinan ketika El Niño berikutnya terjadi, suhu rata-rata global akan lebih tinggi daripada yang pernah kita lihat di beberapa tahun lalu."

 

Catatan Tahun 2022

Dilanda Gelombang Panas, Warga Swiss Asyik Berenang di Danau Jenewa
Turis menggunakan payung berada di Danau Jenewa di Saint Saphorin, Swiss barat saat gelombang panas melanda seluruh Eropa utara (31/7). Wilayah yang terkena dampak gelombang panas Valais, Danau Jenewa, Ticino dan Basel. (AFP Photo/Fabrice Coffrini)

Laporan Copernicus datang hanya beberapa hari setelah UK Met Office mengumumkan bahwa 2022 adalah tahun terpanas di Inggris, dengan suhu rata-rata lebih dari 10 derajat celcius tercatat untuk pertama kalinya.

Dalam sebuah laporan yang dirilis Met Office, tercatat bahwa perubahan iklim yang disebabkan manusia telah membuat suhu tahunan memecahkan rekor sekitar 160 kali lebih mungkin terjadi. Para ilmuwan menghitung bahwa apa yang biasanya berada di sekitar "suhu tahunan satu dalam 500 tahun" sekarang mungkin terjadi setiap tiga hingga empat tahun karena perubahan iklim.

Météo-France, dinas meteorologi nasional Prancis, mengatakan bahwa 2022 adalah tahun terpanas di daratan Prancis sejak pencatatan dimulai pada 1900, menambahkan bahwa delapan dari 10 tahun terhangat dalam catatan terjadi sejak 2010. Dikatakan bahwa panas ekstrem yang dialami Prancis pada 2022 adalah "tanda yang jelas dari perubahan iklim" dan suhu serupa dapat jadi "normal" pada pertengahan abad.

Institut Ilmu Atmosfer dan Iklim Italia juga menyebut 2022 sebagai tahun terpanas dalam catatan Italia. Sementara, Layanan Meteorologi Nasional Jerman mengatakan 2022 "setidaknya" sama dengan tahun terpanas dalam catatan mereka tahun 2018, dan dapat melampaui 2018 setelah data akhir dianalisis bulan ini.

Infografis: Bumi Makin Panas, Apa Solusinya? (Liputan6.com / Abdillah)
Infografis: Bumi Makin Panas, Apa Solusinya? (Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya