Liputan6.com, Jakarta - Stunting sebagai kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek menjadi kekhawatiran para ibu. Menurut Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan pada 2022, prevalensi balita stunting berhasil ditekan hingga 21,6 persen turun dari tahun sebelumnya 24,4 persen.Â
Sementara itu, untuk mengejar ambisi pemerintah harus menekan angka stunting hingga 14 persen pada 2024. Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin mengatakan Indonesia masih memiliki tiga beban masalah gizi yang bisa menghambat pembangunan kesehatan dan kualitas masyarakat.
Advertisement
Baca Juga
"Tiga beban ini antara lain kekurangan gizi makro seperti protein, dan air, kekurangan gizi mikro yang mencakup asupan vitamin dan mineral, serta kelebihan gizi, " ungkap Menkes Budi saat Hari Gizi Nasional di Jakarta, Jumat 26 Januari 2023.
Tahun ini Kementerian Kesehatan mengangkat tema "Cegah Stunting dengan Protein Hewani", yang juga penting untuk menekan angka stunting. Selain itu, Menkes Budi menambahkan, malnutrisi pada ibu hamil dan balita, serta pola makan yang tidak sehat juga menjadi faktor risiko penyakit dan dapat mempengaruhi capaian pembangunan kesehatan ke depan. Â
Dokter Spesialis Gizi Klinik, Dr. Diana Felicia Suganda, M.Kes, Sp.GK mengungkapkan ada kiat-kiat memutus rantai stunting pada anak-anak di Indonesia. "Cara yang paling efektif dalam menurunkan angka stunting adalah dengan edukasi yang mumpuni," kata Dr. Diana di kesempatan yang sama.
Perlu diingatkan bahwa kondisi stunting pada anak tidak bisa berubah, namun kondisi tersebut bisa dicegah. Ia juga menekankan bahwa pola asuh terbaik bagi anak mulai dari masa kehamilan hingga seribu hari pertama kehidupan. Utamanya menurut Dr. Diana anak bisa berisiko terkena stunting bahkan sebelum masa kehamilan sang ibu.Â
Sejak Sebelum Kehamilan
Dr. Diana melanjutkan, stunting tidak terjadi dalam sehari atau dua hari, tapi merupakan proses jauh sebelum anak lahir bahkan saat sang ibu belum hamil. "Sehingga menjadi sangat penting bagi para orang tua, terlebih ibu, untuk menerapkan prinsip gizi seimbang dengan memenuhi asupan energi dan protein, asam lemak dan asam folat, serat, zat besi, serta vitamin dan mineral," paparnya.Â
Ia juga mengingatkan kepada para orangtua yang memiliki remaja perempuan untuk mengatur asupan gizinya di umur 12--14 tahun. Remaja perempuan ini akan menjadi ibu dan ketika menikah dan merencanakan kehamilan di sana gizi calon ibu sudah harus diperhatikan.
Selanjutnya, untuk ibu hamil kebutuhan gizinya akan berbeda tergantung dari trisemester kehamilan. Untuk trisemester pertama, kebutuhan sang ibu rata-rata sekitar 1500 kalori maka ditambah sebanyak 100--200 kalori. Untuk trisemester kedua meningkat lagi sebanyak 200 kalorin dan trisemester tiga hingga 300 kalori. "Ibu hamil bisa menambahkan protein 1 gram per kilogram berat badan," sebutnya lagi.
Â
Advertisement
Pilih Asupan Protein
Sementara saat ibu sudah dalam masa menyusui, asupan gizi anak akan berpengaruh dari makanan yang dikonsumsi sang ibu dari ASI produksinya. "Tidak harus makan dua porsi untuk mencukupi gizinya dan calon bayi. Konsepnya pada kualitas makanan, bukan makan dua porsi makanan," sambung Dr. Diana.
Asupan protein hewani sedang digencarkan Kemenkes, sebagai pencegahan kasus stunting. Namun masyarakat tak perlu berpikir bahwa protein hewani mahal, sebab masih ada bahan makanan yang terjangkau seperti telur tapi tinggi protein.
"Paling gampang telur per 1 butir ada 6 gram protein, sementara dari daging per 100 gram ada 20 gram protein," ungkap Dr. Diana.
Ibu juga perlu menerapkan pedoman gizi seimbang, kuncinya harus ada karbohidrat tapi bisa dipilih jenis karbonya seperti pengganti nasi bisa nasi merah, ubi, maupun jagung. Kemudian jangan melupakan protein hewani dan nabati, Omega 3 tak kalah penting namun masih ada banyak alternatif bahan baku makanan seperti ikan yang kandungannya tinggi vitamin dan omega 3. Salah satunya ikan kembung, kandungan gizinya tak kalah tinggi dengan ikan salmon namun harganya lebih murah.
Â
Asupan MPASI
Diketahui pada 1.000 hari pertama kehidupan anak merupakan masa emas tumbuh kembangnya. Tapi banyak orangtua mengalami kesulitan menemukan Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang sehat dan cocok untuk lidah buah hatinya.
Mengutip dari Health Liputan6.com, 27 Januari 2023, Dr dr Dian Pratamastuti, SpA mengungkapkan bahwa MPASI pada anak memang adalah fase krusial, yang terjadi pada 1.000 hari pertama kehidupannya. Pemberian MPASI harus tepat lantaran akan berperan besar untuk membantu anak bertumbuh kembang secara optimal.
Tetapi, penting bagi para orangtua untuk tidak cuma menyiapkan MPASI yang sehat, tapi juga harum dan lezat. "Makanan harus enak, harus wangi, harus harum, lezat. Pakai gula dan garam. Enggak ada lagi, saya enggak mau menemui ibu yang enggak ngasih gula garam pada anaknya di MPASI," sebut Dr. Dian saat virtual talkshow Crystal of the Sea bertema Upaya Bersama Mencegah Stunting pada Kamis, 26 Januari 2023.
"Alamat nanti di usia delapan atau 10 bulan, puncak-puncaknya anak menemui dokter anak karena masalah GTM (Gerakan Tutup Mulut). Bayi menolak makan, nggak mau makan, sebab jawabannya pertama paling banyak karena makanannya hambar, nggak enak, nggak berbau harum," katanya lagi.
Terlebih menurut Dian, pada fase MPASI, anak-anak sebenarnya sedang belajar mengenai hal baru. Seperti belajar makan, eksplorasi indera pengecap, penglihatan, dan peraba. Lebih jauh Dr. Dian mengungkapkan MPASI pun menjadi fase anak baru belajar mengenali tekstur makanan. Itulah sebab penting orangtua memberikan MPASI yang tepat.
Advertisement