Liputan6.com, Jakarta - Dampak gempa Turki kini memasuki fase baru. Cuaca dingin dan hujan salju yang menyelimuti wilayah Turki saat ini menjadi ancaman baru bagi para penyintas gempa 7,4 magnitudo di negara tersebut. Dalam kondisi seperti itu, mereka harus tinggal di tenda sementara.
Selain itu, para petugas penyelamat dan relawan pun harus berjuang melawan suhu dingin di tengah kegiatan penyelamatan korban yang masih terjebak di bawah puing-puing.
Chairman Harika Foundation Syuhelmaidi Syukur mengatakan, dia dan tim telah tiba di Kahramanmaras, lokasi yang terdampak gempa paling parah sejak Kamis (9/1/2023). Hari sebelumnya ia terlebih dahulu berkoordinasi dengan KBRI dan mitra NGO Turki lainnya di Ankara.
Advertisement
Baca Juga
“Kami berangkat dari Istanbul Kamis sejak pukul lima pagi waktu Turki. Suhu udara di sini minus sepuluh derajat, bahkan saya sudah menggunakan lima lapis pakaian, namun dinginnya masih tembus juga. Tak terbayang para penyintas gempa dengan kondisi yang seadanya, tentu sangat mengkhawatirkan,” terang Syuhelmaidi.
Syuhelmaidi menambahkan, Harika Foundation hadir untuk menyalurkan bantuan perlengkapan yang dibutuhkan para penyintas dari donatur Harika Foundation di kawasan Pusat Koordinasi AFAD (Disaster and Emergency Management Authority Turkey).
Pada Minggu (12/2/2023), Harika Foundation telah mendistribusikan 120 pakaian hangat untuk mahasiswa-mahasiswi Indonesia dari beberapa daerah gempa yang diungsikan ke Wisma Indonesia, Ankara. “Saat gempa terjadi, mereka itu gak ada waktu lagi untuk ambil barang-barangnya, jadi hanya bawa badan dari TKP, karena itu kami supply untuk baju-baju hangat supaya mereka lebih nyaman,” ucap Syuhelmaidi.
Selanjutnya pada Senin (13/2/2023), Harika Foundation juga telah mendirikan dapur umum di Kahramanmaras untuk makan siang pengungsi dan relawan.
Sejauh ini menurutnya, perlengkapan yang mereka butuhkan masih perlu didistribusikan secara merata. Namun, kendala pendistribusian tersebut yaitu ada sejumlah jalur yang masih sulit dilalui karena tertutup puing bangunan akibat guncangan yang besar serta dinginnya cuaca yang semakin menusuk..
Dukungan Internasional
Mereka masih butuh beberapa perlengkapan seperti tenda, pemanas, pakaian, selimut dan yang tidak kalah penting seperti pendirian dapur umum dan makanan siap santap.
Gempa ini termasuk salah-satu yang terbesar dalam sejarah Turki selama beberapa tahun, kata Syuhelmaidi, maka Pemerintah Turki juga berharap dukungan internasional selama pemulihan yang kurang lebih akan memakan waktu tiga bulan untuk 10 provinsi yang terdampak.
Menurut data terbaru dari Pusat Koordinasi Darurat Turki SAKOM per Selasa, 14 Februari 2023 pukul 10.03 WIB, gempa ini telah menelan korban jiwa sedikitnya 31.643 orang.
Dilansir dari Chris Elders dari School of Earth and Planetary Sciences pada Universitas Curtin di Perth, Australia, gempa di Turki bisa berkekuatan besar karena adanya dua patahan di Lempeng Anatolia.
“Kebanyakan yang hancur itu bangunan tua, terutama apartemen. Karena itu, Pemerintah Turki sudah menetapkan aturan mendirikan bangunan dalam beberapa tahun belakangan. Hal ini juga mengingat letak geografis Turki yang memang berpotensi terdampak gempa dahsyat,” kata Syuhelmaidi.
Advertisement
Proses Pemulihan
Ia juga mengungkapkan, bangunan yang hancur lebih banyak bangunan yang umurnya sudah cukup lama. Bila ada bangunan baru yang berusia di bawah 10 tahun tapi ikut roboh akibat gempa ini, Pemerintah Turki akan mencari siapa kontraktor dan penanggung jawabnya.
Syuhelmaidi juga berharap proses pemulihan pasca gempa Turki ini bisa terus dipantau oleh masyarakat dunia, khususnya Indonesia. Saat Indonesia dilanda bencana besar seperti tsunami Aceh hingga yang gempa di Palu dan tsunami Selat Sunda, atau gempa Cianjur, Turki selalu hadir terdepan membantu.
“Harika Foundation, bertekad tetap ikut bergerak dalam pemulihan pasca gempa dan selalu ada bagi para penyintas. Kami berharap para dermawan dapat bersama-sama memberi semangat dan bantuan kepada para penyintas. Saat ini Turki membutuhkan kita semua,” tutupnya.