Jangan Percaya Makanan yang Jatuh Belum 5 Menit Tetap Aman Dimakan

Menurut Trevor Craig, ahli keamanan makanan dan direktur di Microbac Laboratories, aturan lima detik mengenai makan makanan yang jatuh ke tanah sebenarnya tidak berdasar.

oleh Farel Gerald diperbarui 30 Agu 2023, 06:31 WIB
Diterbitkan 30 Agu 2023, 06:31 WIB
Makanan Jatuh Belum 5 Menit, Amankah Dimakan?
Makanan Jatuh Belum 5 Menit, Amankah Dimakan?

Liputan6.com, Jakarta - Siapa di antara kita yang pernah mendengar atau bahkan menerapkan prinsip "belum lima menit" saat makanannya terjatuh? Meskipun terdengar sebagai 'aturan' yang membantu kita merasa lebih baik saat makanan kesukaan terjatuh, ternyata banyak dari kita yang mengandalkan prinsip ini tanpa dasar ilmiah yang jelas.

Menurut Trevor Craig, ahli keamanan makanan dan direktur di Microbac Laboratories, aturan lima menit atau lima detik mengenai makan makanan jatuh ke lantai atau mana pun sebenarnya tidak berdasar. Berdasarkan laporan dari Well Good pada 15 Agustus 2023, meskipun banyak dari kita seringkali mempraktikkan aturan ini dan tidak merasa sakit, kebenarannya adalah bakteri dapat berpindah dengan sangat cepat.

Tubuh kita mungkin mampu melawan sebagian besar bakteri, namun tidak semua. Craig menegaskan bahwa aturan lima detik hanya mitos.

Bakteri dapat bergerak dengan cepat, dan kontak dengan permukaan yang terkontaminasi adalah jaminan untuk transfer bakteri. Beberapa bakteri bahkan mampu bergerak secara mandiri. Meskipun pergerakannya lambat, mereka dapat berpindah dari satu permukaan ke permukaan lain dalam waktu singkat.

Walaupun kita selalu berpikir bahwa bakteri memerlukan waktu lebih dari lima detik untuk berpindah, ternyata anggapan tersebut salah. Pakar keamanan makanan mengungkapkan bahwa bakteri sebenarnya sangat tertarik pada makanan, sama halnya dengan kita.

Craig menjelaskan, "Bakteri membutuhkan makanan untuk nutrisi dan hidrasi, mirip dengan kita. Mayoritas makanan adalah medan subur bagi bakteri, dan mereka dapat berpindah dengan cepat dari satu permukaan ke permukaan lain."

Hiraukan Durasi Makanan yang Jatuh

Ilustrasi Bakteri
Ilustrasi Bakteri. (Gerd Altmann/Pixabay)

Singkatnya, makanan yang jatuh dan bakteri saling menarik. Meski bakteri ada di mana-mana, termasuk di tubuh kita, kebanyakan dari mereka tidak berbahaya. Tubuh kita punya sistem pertahanan untuk melawan sebagian besar bakteri, dan beberapa jenis bakteri bahkan dapat membantu melawan jenis lain.

Namun, Craig menambahkan bahwa ada bakteri berbahaya yang sulit diatasi dan makanan tidak memiliki pertahanan alami seperti tubuh kita. Saat makanan terkontaminasi, ia bisa menjadi sumber infeksi. Tapi, beberapa makanan memiliki komponen yang menghambat pertumbuhan bakteri berbahaya, seperti yang mengandung kadar asam tinggi.

Craig menyarankan bahwa alih-alih mempertimbangkan durasi makanan terjatuh di lantai, kita harus mempertimbangkan jenis kontaminasi dan seberapa lama bakteri berinteraksi dengan makanan. "Membersihkan makanan yang jatuh mungkin mengurangi bakteri tetapi tidak sepenuhnya menghilangkan risiko," ungkapnya.

Craig memaparkan bahwa waktu yang dihabiskan bakteri di makanan meningkatkan potensi pertumbuhan dan penyebarannya, sehingga kita perlu mengevaluasi risiko kontaminasi yang berdasarkan situasi. "Kita harus mempertimbangkan karakteristik permukaan dan frekuensi pembersihannya. Membersihkan meja dengan rutin adalah penting," jelas Craig.

Meski sering dibersihkan, meja dapur juga menjadi tempat untuk berbagai kegiatan dan barang, seperti tas, dompet, dan kertas-kertasan, yang meningkatkan potensi kontaminasi. Dengan kata lain, meja dapur mungkin lebih terkontaminasi dibanding area lain di rumah.

Tergantung Jenis Makanan

Inspirasi desain dapur
Inspirasi dapur dan meja makan. (Sumber: Pixabay/Skitterphotos)

Sementara, lantai sering dianggap kotor karena lebih sering terpapar bakteri. "Lantai jarang dibersihkan secara menyeluruh dan terpapar bakteri dari sepatu, hewan peliharaan, dan lain-lain. Ini meningkatkan kemungkinan kontaminasi," tambah Craig.

Meskipun banyak dari kita terkejut mengetahui bahwa aturan lima detik bukanlah hal yang benar, tidak berarti kita perlu mengubah cara hidup kita sepenuhnya. Bahkan seorang ahli seperti Craig kadang-kadang memakan makanan yang jatuh. "Saya sendiri terkadang memakan makanan yang saya jatuhkan, seperti kacang almond," ungkapnya.

Walaupun demikian, keputusannya tergantung pada jenis makanan dan apa yang dia lakukan setelahnya. "Saat saya menjatuhkan potongan bawang bombay, saya mencucinya sebelum memasaknya,” katanya, karena proses panas dari memasak akan membunuh bakteri-bakteri itu.

Penting untuk diingat bahwa mengonsumsi makanan yang mungkin terkontaminasi selalu memiliki risiko, dan kita harus mempertimbangkan apakah risikonya sebanding atau tidak. "Tidak ada kepastian bahwa makanan yang jatuh akan menyebabkan penyakit," kata Craig.

Namun, dia mengingat ketika menjatuhkan es loli di taman beberapa tahun lalu dan memutuskan untuk membuangnya. Dia bertanya-tanya apakah dia seharusnya mengambilnya dalam lima detik. "Dalam kasus ini, sebaiknya lebih baik bermain aman," pungkasnya.

Sampah Makanan

Super Indo
Nita Yulianis (kedua dari kiri), sebagai Direktur Kewaspadaan Pangan dan Gizi di Badan Pangan Nasional mengusung dua pendekatan terkait sampah makanan, yakni cegah pemborosan makanan, dan donasikan cadangan makanan. (dok. Liputan6.com/Farel Gerald)

Bicara mengenai makanan, banyak orang mungkin tidak menyadari betapa besarnya dampak pemborosan makanan terhadap lingkungan dan ekonomi. Nita Yulianis, Direktur Kewaspadaan Pangan dan Gizi di Badan Pangan Nasional, memberikan gambaran konkret mengenai permasalahan ini.

Menurut data yang diungkapkan Nita, rata-rata setiap orang Indonesia membuang makanan dalam jumlah yang mencapai 100-200 kilogram tiap tahunnya. Dengan populasi Indonesia yang mencapai ratusan juta jiwa, jumlah total sampah makanan yang dihasilkan tentunya sangat mengkhawatirkan.

"Ternyata kalau saya bagi 365 hari, sedikit, sekitar 500 gram, tapi tidak terasa. Kita 270an juta jiwa (penduduk), 1 gram saja sudah 273 juta gram, jadi kadang kita suka lupa melakukan akumulasi, karena kita big population," ucap Nita saat ditemui di Jakarta Selatan pada Rabu, 23 Agustus 2023.

Nita menjelaskan, jika semua sampah makanan ini dikumpulkan di satu lokasi, kita akan mendapatkan tumpukan makanan yang sangat besar. Pemborosan makanan ini berarti banyak sumber daya, seperti air, tanah, dan energi, yang telah dikeluarkan untuk menghasilkan makanan tersebut menjadi sia-sia.

Yang lebih memprihatinkan adalah banyak dari makanan yang terbuang tersebut sebenarnya masih dalam kondisi layak konsumsi. Karena berbagai alasan, mulai dari ketidaksesuaian standar estetika hingga kurangnya pemahaman tentang tanggal kedaluwarsa, makanan tersebut berpotensi besar untuk terbuang.

"Kalau kita mendengar istilah food waste sering kali itu sudah limbah, padahal, kalau by definition, itu makanan yang tidak terkonsumsi sebenarnya. Jadi, masih bisa dimakan, tapi dia berpotensi terbuang apabila tidak dimanfaatkan," ungkap Nila. 

Infografis 7 Penyebab Sampah Makanan
Infografis 7 Penyebab Sampah Makanan. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya