Liputan6.com, Jakarta - SiteMinder, sebuah platform penjualan hotel, baru saja mengungkapkan temuan dari riset konsumen globalnya mengenai tren akomodasi pada 2023. Hasil penelitian menunjukkan antusiasme yang tinggi dari para wisatawan, khususnya dari Indonesia, untuk kembali menjelajahi dunia.
Sebanyak 93 persen responden dari Indonesia menyatakan memiliki keinginan untuk berwisata setidaknya dengan frekuensi yang sama seperti tahun sebelumnya. Hal yang menarik adalah, dari jumlah tersebut, hampir dua pertiga (65 persen) bahkan berencana untuk meningkatkan intensitas perjalanan mereka.
Lebih lanjut, ada peningkatan signifikan dalam jumlah wisatawan Indonesia yang ingin melakukan perjalanan internasional. Jika pada tahun sebelumnya hanya 10 persen yang berencana untuk bepergian ke luar negeri, tahun ini angka tersebut melonjak menjadi 25 persen.
Advertisement
Hasil-hasil tersebut diperoleh dari laporan bertajuk SiteMinder’s Changing Traveller Report 2023. Lebih dari 10 ribu wisatawan dari seluruh dunia berpastisipasi, termasuk responden dari Indonesia dan 11 negara lainnya.
Temuan dari laporan ini memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana pola dan motivasi perjalanan masyarakat global, khususnya Indonesia, dan bagaimana hal ini kemungkinan akan mempengaruhi industri akomodasi di seluruh dunia pada tahun mendatang.
"Menghadapi dinamika pasar yang konstan tentu bukan hal yang mudah. Saat sektor pariwisata mulai pulih, terdapat keinginan besar untuk mengetahui asal-usul para wisatawan serta destinasi yang mereka tuju. Inilah motivasi utama di balik SiteMinder’s Changing Traveller Report 2023," ungkap Bradley Haines, Regional Vice President dari Asia Pasific SiteMinder saat konferensi pers di kawasan Jakarta Selatan, Selasa, 3 Oktober 2023.
Berdasarkan data yang tersedia, ada empat karakteristik utama yang dianggap sebagai faktor pendorong utama di balik rencana dan keputusan perjalanan wisatawan, di antaranya:
1. Petualang Gigih
SiteMinder’s Changing Traveller Report 2023 menunjukan bahwa 65 persen wisatawan Indonesia berniat untuk "lebih sering" berwisata dalam 12 bulan ke depan, dan cenderung 2,5 kali lebih mungkin hanya berwisata internasional saat ini dibandingkan tahun lalu.
"Masyarakat kini merasa lebih percaya diri untuk bisa pergi ke luar negeri dan merencanakan liburan ke luar negeri berikutnya," ujar Rio Ricaro, Country Manager dari Indonesia SiteMinder pada kesempatan yang sama.
Dalam paparannya, wisatawan yang berencana untuk "hanya berwisata internasional" telah meningkat dua kali lipta secara global. Di antara penduduk Indonesia, 1 dari 4 orang berencana untuk hanya berwisata ke luar negeri dalam 12 bulan ke depan.
2. Penyuka Teknologi Digital
Laporan tersebut juga menunjukan bahwa wisatawan Indonesia merupakan "penggemar teknologi". Mereka cenderung ingin check-in otomatis dan sangat terpengaruh dengan media sosial secara global.
"Ada kesamaan antara e-commerce digital di Indonesia dengan industri perhotelan. Sebanyak 97 persen wisatawan Indonesia mengandalkan media sosial untuk menentukan destinasi liburan mereka selanjutnya. Ini lebih banyak dibandingkan dengan wisatawan dari negara lain," kata Rio.
Di sisi lain, China menduduki posisi kedua, dengan 95 persen responden menyatakan bahwa mereka akan bergantung pada media sosial untuk rencana perjalanan selanjutnya. "Oleh karena itu, saran kami bagi industri perhotelan adalah untuk benar-benar memaksimalkan keberadaan mereka di media sosial sebagai sarana promosi," lanjutnya.
Advertisement
3. Pencari Pengalaman Sensasional
Wisatawan Indonesia adalah pencari pengalaman "sensasional" terbaik, dan ingin mengeluarkan uang selain untuk biaya sewa kamar agar pengalaman menginap mereka menjadi lebih spesial. Didorong oleh semakin tingginya minat mencari momen unik dan berkesan, 2 dari 3 wisatwan Indonesia mengatakan bahwa "pengalaman terbaik" kini menjadi lebih penting dibandingkan tahun lalu.
"Dari data yang kita miliki, terlihat bahwa sekitar 66 persen masyarakat Indonesia menempati posisi tertinggi secara global dalam mencari pengalaman terbaik saat mereka memutuskan untuk berlibur. India dan China juga menunjukkan kecenderungan yang sama dalam mencari pengalaman istimewa saat berwisata," jelas Haines.
Haines mengatakan, orang-orang cenderung memilih hotel bukan hanya berdasarkan fasilitas yang ditawarkan. Mereka lebih tertarik pada pengalaman yang dapat mereka rasakan di destinasi tersebut. Tak jarang, ada yang rela menginap di akomodasi mewah dengan tarif hingga puluhan juta rupiah semata-mata untuk mendapatkan pengalaman tak terlupakan.
"Intinya, yang mereka kejar adalah pengalaman. Ini juga tercermin dalam pilihan destinasi mereka. Banyak yang memilih untuk mengunjungi daerah-daerah yang belum terlalu populer di kalangan wisatawan," ucapnya.
4. Kolaborator Komunikatif
Terakhir, wisatawan Indonesia sebagian besar ingin komunikasi tetap berlanjut setelah memesan hotel dan separuhnya memilih komunikasi diselesaikan melalui perangkat saat di lokasi.
"Mereka (wisatawan Indonesia) adalah orang yang bersedia berkolaborasi dengan pihak pengelola akomodasi. Namun, mereka memprioritaskan komunikasi dengan pihak hotel sebelum memulai masa menginap," tutur Haines.
Penggunaan Teknologi di Kalangan Wisatawan
Dia mengungkapkan, salah satu hal yang menonjol dari perilaku wisatawan Indonesia adalah keinginan mereka untuk berkomunikasi intensif dengan hotel sebelum kedatangan mereka, terutama melalui pesan konfirmasi menginap, dimana hasil laporan menunjukan sebanyak 95 persen.
Sementara itu, riset SiteMinder juga telah menemukan bahwa terdapat tiga penggunaan teknologi di kalangan wisatawan, yang meliputi:
1. Artificial Intelligence (AI)
Lebih dari separuh wisatawan, termasuk lebih dari dua pertiga milenial, memiliki kemungkinan besar dalam menggunakan AI untuk menghasilkan rekomendasi akomodasi. Wisatawan Indonesia bahkan lebih reseptif dengan 83 persen cenderung menggunakan AI untuk menghasilkan rekomendasi akomodasi.
2. Media Sosial
Sebanyak 70 persen wisatawan, termasuk 9 dari 10 Generasi Z, mengatakan bahwa media sosial mempengaruhi cara mereka menemukan akomodasi. Angka ini meningkat menjadi 97 persen di antara orang Indonesia, menjadikan mereka yang paling mungkin dipengaruhi oleh media sosial daripada wisatawan lain secara global selama proses menemukan akomodasi.
3. Situs Pemesanan
Sementara 88 persen wisatawan lokal akan mengatur akomodasi mereka dengan memesan secara online, lebih dari setengahnya mengatakan bahwa mereka belum melanjutkan pemesanan karena pengalaman yang buruk. Proses yang sulit dan waktu loading yang lama tergolong faktor yang menentukan buruknya pengalaman wisatawan dalam melakukan pemesanan.
"Riset SiteMinder menyoroti sejauh mana budaya digital-first Indonesia. Wisatawan Indonesia saat ini tidak hanya sangat bergantung pada digital, tetapi juga secara sadar dan terus-menerus memiliki keinginan kuat untuk menciptakan kenangan selama mereka masih memiliki privilege untuk berwisata," kata Haines.
Advertisement