Korea Utara Kembali Izinkan Wisatawan Asing Berkunjung Setelah Pandemi, Rombongan Turis Rusia Jadi yang Pertama

Hampir 100 turis Rusia ikut dalam rombongan tur wisata ke Korea Utara sejak negara itu kembali membuka diri untuk dikunjungi setelah ditutup karena pandemi Covid-19.

oleh Putri Astrian Surahman diperbarui 03 Mar 2024, 16:01 WIB
Diterbitkan 03 Mar 2024, 16:01 WIB
Ilustrasi Korea Utara (AFP)
Ilustrasi Korea Utara (AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Korea Utara Kembali membuka perbatasannya untuk wisatawan asing. Salah satu yang berkesempatan mengunjungi negara paling tertutup di dunia itu adalah Lena Bychcova, seorang warga Rusia. Dia tidak percaya bisa memperoleh visa turis Korea Utara.

Mengutip CNN, Kamis, 29 Februari 2024, profesional pemasaran tersebut adalah satu dari sekitar 100 turis Rusia yang diizinkan melakukan perjalanan ke Korea Utara Februari ini. Perjalanan ini diyakini sebagai perjalanan wisata internasional pertama bagi negara yang mengisolasi diri sejak pandemi Covid-19.

Pariwisata di Korea Utara dikontrol dengan sangat ketat. Pelancong individu tidak diizinkan masuk ke negara tersebut, dan rombongan wisatawan harus didampingi oleh penjaga. Pendapatan pariwisata yang dihasilkan dimanfaatkan untuk mendukung rezim diktator Kim Jong Un.

Bychova berangkat bersama dengan rombongan lainnya yang memiliki kesempatan mengikuti tur ini. Ia mengaku cemas dan takut menghadapi perjalanan wisatanya ke Korea Utara. Mamun karena rasa penasarannya sangat tinggi, ia pun memutuskan tetap berangkat. 

Selain Bychova, Ilya Voskresensky juga ikut jadi peserta tur. Blogger perjalanan itu juga merasakan ketegangan yang sama. Terlepas dari keraguannya, ia mengakui bahwa salah satu alasan untuk melakukan perjalanan ini adalah untuk mengetahui kondisi Korea Utara saat ini setelah mendengar cerita anggota keluarganya.

Ia menggambarkan perjalanannya ke Korea Utara ibarat sedang berteleportasi ke masa lalu. "Saat Anda melihat Korea Utara, Anda akan menyadari bahwa nenek dan kakek Anda hidup seperti mereka di sini," kata Voskresensky kepada CNN. "Ini adalah teleportasi ke masa lalu. Sama sekali tidak ada iklan di kota ini. Yang dipajang hanyalah slogan partai, bendera, dan sebagainya."

Aturan Melancong Ketat

Kehidupan Sehari-hari di Korea Utara
Foto pada 28 Juli 2017 terlihat para pelajar membawa sapu untuk bekerja bakti membersihkan ruang publik dalam upaya menjaga kebersihan kota di Pyongyang, Korea Utara. (AP Photo/Wong Maye-E)

Perjalanan empat hari ini menghabiskan biaya sekitar USD750 (sekitar Rp11 juta) untuk setiap pengunjung. Destinasi wisata yang dikunjungi mencakup patung perunggu mendiang pemimpin Kim Il Sung dan Kim Jong Il di Bukit Mansu, Istana Anak Mangyongdae, tempat anak-anak yang menampilkan pertunjukan musik dan tari, dan tiga hari di Resor Ski Masikryong.

Kelompok ini selalu didampingi oleh pemandu dan penerjemah berbahasa Rusia. Rombongan wisatawan Rusia itu juga harus mematuhi aturan yang ketat, terutama dalam hal pengambilan gambar dan video.

"Kami diminta untuk tidak memotret militer atau orang-orang berseragam pada umumnya, tidak memotret lokasi konstruksi atau bangunan apa pun yang sedang dibangun," jelas Bychcova. 

Ada juga aturan mengenai koran dan majalah. "Jika Anda mempunyai koran atau majalah yang bergambar pemimpinnya, maka koran atau majalah tersebut tidak boleh dilipat sehingga potretnya menjadi kusut," lanjutnya. Bagi warga Korea Utara, pemimpin negara itu dikultuskan sehingga harus diperlakukan dengan hormat.

Pertunjukan Anak-Anak Korea

Bendera Korea Utara (AFP)
Bendera Korea Utara (AFP)

Bychcova juga membagikan pengalamannya menonton pertunjukan anak-anak Korea Utara. "Sekitar 200 anak, kami menghitung mereka di atas panggung telah menyiapkan konser selama satu jam khusus untuk kami, dan jumlah kami hanya 97 orang," katanya terkesima.

"Jadi yang di panggung lebih banyak dari penonton. Kami bisa merasakan mereka mencoba menciptakan gambaran tertentu tentang Korea Utara bagi kami. Namun, beberapa rincian mengungkapkan bahwa hal itu tidak sepenuhnya benar, bahwa ada kehidupan lain," ungkapnya.

Baik Voskresensky dan Bychcova mengatakan bahwa keputusan mereka untuk bepergian ke negara tertutup tersebut bukan karena motif politik, melainkan karena keinginan untuk mengenal masyarakat lokal dan menjalin hubungan. Setelah kembali, Bychcova tidak percaya hal seperti itu benar-benar terjadi di sistem Korea Utara.

Meskipun Voskresensky dan Bychcova mengetahui pelanggaran hak asasi manusia di Korea Utara, mereka berdua mengatakan kepada CNN bahwa mereka berharap perjalanan ini bermanfaat untuk dapat berhubungan dengan warga sipil Korea Utara.

 

Oleh-Oleh dari Korea Utara

Bicara soal suvenir, Bychcova mengatakan tidak banyak yang bisa dibeli. Ia menyebut hanya ada dua toko oleh-oleh yang ditemuinya, satu di bandara dan satu di pusat kota. Di toko tersebut, dia dan wisatawan lain bisa mendapatkan magnet, boneka, set Lego, dan hadiah kecil lainnya. Namun, oleh-oleh terfavoritnya dari Korea Utara adalah surat kabar.

Sebelum pandemi Covid-19, sumber terbesar wisatawan yang datang ke Korea Utara bukanlah Rusia, melainkan Tiongkok. Para pelancong ski asal Rusia ini adalah wisatawan pertama yang diizinkan masuk ke negara tertutup tersebut sejak pandemi. Itu dinilai pertanda meningkatnya popularitas Rusia di Korea Utara.

Berwisata ke Korea Utara dinilai berisiko tinggi. Wisatawan asing yang dianggap melanggar aturan domestik terancam ditangkap dan ditahan dalam jangka waktu panjang.

Kasus tersebut menimpa mahasiswa asal Amerika Serikat, Otto Warmbier, yang ditahan saat berwisata ke Korea Utara pada 2016. Penahanan tersebut diduga karena mencuri poster propaganda. Dia dikembalikan ke Amerika Serikat 17 bulan kemudian dalam keadaan tak sadarkan diri dan meninggal segera setelahnya.

infografis nuklir korea utara
Respon AS hadapi program senjata nuklir korea utara (abdillah/liputan6.com)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya