Liputan6.com, Jakarta - Erina Gudono jadi salah satu yang ikut menyinggung berlangsungnya Met Gala 2024 di tengah genosida di Palestina akibat serangan militer Israel. Dukungan disuarakan istri Kaesang Pangarep ini dengan berbagi video kreator konten berdarah Palestina, Hamzah Saadah, melalui Instagram Story-nya, Kamis, 9 Mei 2024.
Ia menyertakan bendera Palestina saat berbagi video Hamzah. Di Instagram-nya, si kreator konten mengunggah ulang klip dari akun TikTok @elis_stone, Rabu, 8 Mei 2024, menulis dalam Bahasa Inggris yang artinya, "Bebaskan palestina! Sementara orang-orang kaya dan terkenal memamerkan harta mereka, orang-orang Palestina menanggung pembantaian, pembersihan etnis, dan pengungsian."
Baca Juga
"Mereka menghadapi genosida. GENOSIDA," ia menegaskan. "Di dunia manakah kita tinggal?? Ini adalah Hunger Games di kehidupan nyata. Di sini sekarang. Semua Mata Tertuju Rafah 💔️."
Advertisement
Rekaman itu memperlihatkan kontras suasana di Palestina dan karpet merah Met Gala 2024 yang bertabur bintang. "Planet yang sama, dunia yang berbeda," begitu keterangan yang tertera di video.
Sementara para figur kenamaan berpose memakai busana terbaik mereka di karpet merah acara bergengsi, banyak wilayah di Palestina, terutama Gaza, yang hanya menyisakan puing-puing bangunan. Jeritan tangis para anggota keluarga menahan pedih kehilangan orang yang mereka sayangi pun diperlihatkan.
Di hari penyelenggaraan Met Gala tahun ini, pengunjuk rasa pro-Palestina telah melakukan demonstrasi di dekat venue acara di Museum Seni Metropolitan, New York, Amerika Serikat (AS), Senin, 6 Mei 2024. Diketahui lebih dari seribu demonstran berusaha masuk ke dalam museum, menuju acara fesyen dan sosialita terbesar garapan Vogue.
Demo Pro-Palestina di Dekat Venue
Melansir NY Post, Selasa, 7 Mei 2024, kelompok demonstran lain yang bergerak dari Hunter College membakar bendera di depan tugu Peringatan Infanteri Seratus Tujuh di Central Park. Selain itu, mereka menuliskan grafiti "Gaza" dalam huruf hitam besar dan ditutupi stiker bertuliskan "Hentikan genosida. Akhiri apartheid. Bebaskan palestina," menurut sumber Kepolisian Wilayah New York.
Pihak berwajib menangkap sekitar dua lusin orang dalam insiden tersebut, namun tidak dapat membendung massa yang terus bergerak menuju venue Met Gala. Kerumunan yang terus bertambah itu bergerak ke utara di Fifth Avenue dan menghalangi lalu lintas di sepanjang jalan, sebelum polisi menghentikan mereka di East 79th Street Transverse, Central Park.
"Buka, bebaskan, kami tidak akan berhenti, kami tidak akan beristirahat," teriak para pengunjuk rasa sambil mengibarkan bendera Palestina dan mengenakan penutup kepala keffiyeh.
Meski mengincar acara mewah yang diperkirakan telah lama jadi sasaran demonstrasi, para demonstran tidak dapat mencapai museum seni ikonis tersebut karena barikade kepolisian. "Apakah itu Metnya?" ujar salah satu pengunjuk rasa bertanya pada temannya. "Oh tidak, tapi kita sudah sangat dekat."
Advertisement
Berusaha Masuk ke Lokasi Met Gala
Polisi berhasil mengalihkan kerumunan demonstran ke Central Park sebelum memblokir pintu keluar, di mana rombongan itu sempat terhenti. Namun, ratusan dari mereka tetap melanjutkan gerakan ke arah utara menuju Museum Seni Metropolitan.
"Ini adalah gerapakan yang sia-sia. Tidak ada tempat bagi mereka untuk pergi," terdengar suara seorang polisi yang mencoba mengepung kerumunan saat memberi tahu rekannya.
Para pengunjuk rasa berhasil menerobos keluar dari taman dan masuk ke dalam area jangkauan Met Gala. Namun, puluhan polisi membentuk blokade dan memberi jarak dengan dua baris peleton demi mencegah mereka semakin dekat dengan venue Met Gala.
Para demonstran pun tidak kehilangan akal. Mereka mencoba masuk ke museum dengan berbelok ke East 81st Street, namun kembali dihentikan oleh lebih banyak barikade polisi di persimpangan Madison Avenue. Demonstrasi tersebut berhasil diredam dan dihentikan Kepolisian Wilayah New York.
Sementara itu, keadaan terkini di Rafah, Gaza, diungkap seorang dokter asal Prancis, Dr Zouhair Lahna. Ia telah bekerja di zona konflik di seluruh dunia: Suriah, Libya, Yaman, Uganda, dan Ethiopia, namun mengaku belum pernah melihat kondisi seperti perang Israel di Gaza.
Situasi Tidak Manusiawi
Dalam situasi mengancam nyawa di daerah-daerah konflik, ahli bedah panggul dan dokter kandungan itu menyebut bahwa ada jalan menuju keselamatan bagi warga sipil. Namun pada Selasa, 7 Mei 2024, pasukan Israel merebut dan menutup perbatasan Rafah di Gaza dengan Mesir, satu-satunya jalan keluar bagi warga Palestina dari perang dan pintu masuk terpenting bagi bantuan kemanusiaan.
"Ini adalah ketidakadilan lainnya. … Itu tidak manusiawi," kata Lahna sambil menggelengkan kepalanya saat berbicara pada Al Jazeera dari Kairo, Mesir, tempat dia dievakuasi dari Rumah Sakit Gaza Eropa di Khan Younis, dikutip Jumat (10/5/2024). Ia menyesal meninggalkan rekan-rekan Palestinanya.
"Saya marah, galau, kesal … karena saya meninggalkan beberapa orang. Mereka adalah teman-teman saya. Saya bersama mereka, para dokter ini, orang-orang ini. Kami makan bersama, kami bekerja bersama, dan sekarang saya meninggalkan mereka dalam kesulitan. Mereka harus pindah, mencari tenda, mencari air, mencari makan," ujarnya.
Pada pagi hari ketika warga Palestina yang mengungsi di Rafah timur diperintahkan mengungsi dan sebelum tank Israel menyerbu, Lahna dan rekan-rekan dokter asing menerima pesan teks dari tentara Israel. "Tentara Israel, mereka tahu segalanya. Mereka tahu semua orang yang berada di Gaza dan bagaimana cara menjangkau mereka. Mereka menyuruh kami pergi," ia mengatakan.
Advertisement