Larangan Berhijab bagi Atlet Prancis di Olimpiade Paris 2024 Banjir Kritik, Publik Ancam Boikot

Larangan berhijab bagi atlet Prancis di Olimpiade Paris 2024 dituduh melanggar hukum hak asasi manusia internasional.

oleh Asnida Riani diperbarui 18 Jul 2024, 13:17 WIB
Diterbitkan 18 Jul 2024, 13:17 WIB
FOTO: Istiqomah dengan Hijab, Prestasi dan Pesona Atlet Internasional ini Tetap Bersinar
Di 2016, Attar kembali dipercaya mewakili Arab Saudi. Ia memiliki misi ingin menginspirasi perempuan Arab lainnya agar terjun ke dunia olahraga. (Foto: AFP/Oliviere Morin)

Liputan6.com, Jakarta - Larangan mengenakan hijab bagi atlet Prancis di Olimpiade Paris 2024 dikritik mengungkap "kemunafikan diskriminatif" pemerintah negara itu. Juga, menunjukkan "kelemahan" Komite Olimpiade Internasional (IOC), kata Amnesty International, Selasa, 16 Juli 2024.

Dalam laporan baru berjudul "Kami tidak bisa bernapas lagi. Bahkan olahraga, kami tidak bisa melakukannya lagi," dikutip dari Middle East Eye, Kamis (18/7/2024), kelompok hak asasi manusia tersebut mengkaji dampak negatif larangan hijab terhadap perempuan dan anak perempuan Muslim di semua tingkat olahraga di Prancis. Laporan tersebut menemukan bahwa larangan hijab melanggar hukum hak asasi manusia internasional.

Pada September tahun lalu, Menteri Olahraga Perancis Amelie Oudea-Castera mengumumkan bahwa tidak ada anggota delegasi Perancis yang diizinkan berhijab selama Olimpiade. Acara multiolahraga internasional itu akan berlangsung di Paris pada 26 Juli hingga 11 Agustus 2024.

"Perwakilan delegasi kami di tim Prancis tidak akan mengenakan hijab," kata menteri tersebut. Ia menekankan, "keterikatan pemerintah pada rezim sekularisme yang diterapkan secara ketat di bidang olahraga." "Artinya, (kami) melarang segala bentuk proselitisme dan (menerapkan) netralitas mutlak dalam pelayanan publik," tambahnya.

Beberapa hari kemudian, IOC mengklarifikasi bahwa pembatasan itu tidak berlaku bagi atlet yang mewakili negara lain di acara tersebut. Larangan ini digarisbawahi bertentangan dengan peraturan Komite Olimpiade Internasional yang menganggap hijab, yang dipakai banyak atlet perempuan Muslim dari negara lain, sebagai pakaian budaya dan non-budaya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Banjir Kritik

FOTO: Istiqomah dengan Hijab, Prestasi dan Pesona Atlet Internasional ini Tetap Bersinar
Keberhasilan tersebut membuat Ibtihaj menjadi atlet wanita muslim-Amerika pertama yang mendapatkan medali di Olimpiade. Setelah kiprah apiknya tersebut, ia menjadi salah satu simbol terbaik melawan intoleransi yang dimiliki Amerika. (Foto: AFP/Fabrice Coffrini)

Keputusan melarang atlet Prancis berhijab selama Olimpiade mendapat kritik tajam dari para ahli hak asasi manusia dan memicu gelombang kemarahan online. Beberapa pengguna media sosial bahkan menyerukan boikot terhadap acara olahraga akbar tersebut.

"Oh tidak… Kita harus memboikot Olimpiade 2024 di Paris karena menteri olahraga baru saja menjelaskan bahwa atlet Prancis tidak boleh berhijab. Apakah juga untuk atlet asing!?! Jika ya, Ibtihaj Muhammad dari Amerika tidak mungkin memenangkan medali perunggunya," cuit seorang pengguna di X, dulunya Twitter.

"Selamat datang di Olimpiade Islamofobia pertama dalam sejarah!" sejarawan Perancis Fabrice Riceputi berkomentar. Saat konferensi pers di Jenewa setelah pengumuman larangan tersebut, juru bicara Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia (OHCHR) mengatakan bahwa badan PBB tersebut "percaya tidak ada seorang pun yang boleh mendikte perempuan tentang apa yang harus atau tidak boleh dia kenakan."

Pada Oktober 2023, enam pakar hak asasi manusia PBB menulis surat pada pihak berwenang Perancis yang menyatakan keprihatinan bahwa larangan tersebut melanggar hak perempuan dan anak perempuan Muslim untuk "berpartisipasi dalam olahraga." Keputusan itu juga disebut dapat "menyulut intoleransi dan diskriminasi terhadap mereka."

 


Dituduh Melanggar Berbagai Kesepakatan HAM Internasional

FOTO: Istiqomah dengan Hijab, Prestasi dan Pesona Atlet Internasional ini Tetap Bersinar
Doaa Elghobashy juga menjadi atlet berhijab yang mencetak sejarah di Olimpiade 2016. Doaa disebut-sebut sebagai atlet voli pantai berhijab pertama yang berkompetisi di Olimpiade. (Foto: AFP/Yasuyoshi Chiba)

Di Prancis, perempuan dan anak perempuan berhijab dilarang melakukan banyak olahraga, termasuk sepak bola, basket, judo, tinju, voli, dan bulu tangkis, bahkan terkadang di tingkat amatir. Di antara 38 negara Eropa yang ditinjau Amnesty International, Prancis adalah satu-satunya negara yang menerapkan larangan penggunaan hijab dalam undang-undang nasional atau peraturan olahraga individu.

Dengan melarang hijab, tuan rumah Olimpiade 2024 ini dianggap telah melanggar berbagai kewajiban berdasarkan perjanjian hak asasi internasional. Ini termasuk konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan segala bentuk diskriminasi rasial, sebagaimana komitmen yang dijabarkan dalam kerangka hak asasi manusia IOC, tegas Amnesty.

Piagam Olimpiade, misalnya, menyatakan, "Latihan olahraga adalah hak asasi manusia. Setiap individu harus mempunyai kesempatan untuk berlatih olahraga tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun." Kontrak Tuan Rumah Olimpiade lebih lanjut mencakup ketentuan bahwa negara tuan rumah harus "melindungi dan menghormati hak asasi manusia dan memastikan setiap pelanggaran hak asasi manusia ditindak."


Tuntutan terhadap IOC

FOTO: Istiqomah dengan Hijab, Prestasi dan Pesona Atlet Internasional ini Tetap Bersinar
Sarah Attar merupakan salah satu atlet marathon berhijab yang menarik perhatian di Olimpiade 2016. Sebelumnya, wanita 23 tahun itu memang sudah mencetak sejarah dengan menjadi hijabers pertama asal Arab Saudi yang bersaing di Olimpiade 2012. (Foto: AFP/Johannes Eisele)

Larangan berhijab bagi atlet Prancis juga bertentangan dengan aturan pakaian badan olahraga internasional, seperti FIFA (federasi sepak bola internasional), FIBA ​​(federasi bola basket internasional), dan FIVB (federasi bola voli internasional). "Larangan atlet Prancis berkompetisi dengan mengenakan hijab di Olimpiade dan Paralimpiade merupakan sebuah olok-olok atas klaim bahwa Paris 2024 adalah Olimpiade Kesetaraan Gender pertama dan mengungkap diskriminasi gender rasis yang mendasari akses terhadap olahraga di Prancis," kata Anna Blus, seorang Peneliti Amnesty International, saat merilis laporan tersebut.

Meski ada tuntutan berulang kali, IOC menolak meminta otoritas Prancis mencabut larangan tersebut. Pada 11 Juni 2024, koalisi organisasi, termasuk Aliansi Olahraga dan Hak Asasi Manusia, Amnesty International, Human Rights Watch, Transparency International dan Basket Pour Toutes, menerbitkan surat yang ditujukan pada IOC.

Mereka menuntut agar badan tersebut secara terbuka meminta otoritas olahraga Prancis membatalkan peraturan larangan atlet berhijab, termasuk di Paris 2024. IOC menjawab bahwa larangan Perancis terhadap jilbab berada di luar kewenangan Olimpiade, dengan menyatakan, "Kebebasan beragama ditafsirkan dengan ragam cara oleh berbagai negara."

 

Infografis Rekor dalam Olimpiade (Liputan6.com/Triyasni)
Infografis Rekor dalam Olimpiade (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya