Liputan6.com, Jakarta - Kekayaan wastra Nusantara tak ada duanya, bahkan rasanya tak akan habis untuk dielaborasi. Kali ini mengangkat teknik pewarnaan alami sebagai kekuatannya, desainer Temma Prasetio dan Maya Ratih membawa songket menjadi busana yang lebih kontemporer di ajang Jakarta Fashion Week (JFW) 2025.
Kolaborasi diinisiasi oleh holding BUMN, PT Pupuk Indonesia (Persero) melalui Perkumpulan Istri Karyawan Pupuk Indonesia (PIKA-PI) untuk membawa karya UMKM binaan ke panggung internasional di JFW 2025.
Baca Juga
PIKA-PI menampilkan kain songket Palembang dari UMKM binaan Pupuk Indonesia dengan sentuhan elegan yang tetap menonjolkan nilai kebudayaan lokal. "Saat ini, Pupuk Indonesia tercatat memiliki 1.817 UMKM binaan, dengan 336 di antaranya merupakan perajin wastra nusantara," ungkap Direktur Sumber Daya Manusia Pupuk Indonesia, Tina T Kemala Intan saat konferensi pers sebelum pegelaran pada Jumat, 25 Oktober 2024.
Advertisement
Bersama kedua desainer secara konsisten melakukan pembinaan dan inspirasi desain kepada UMKM binaan wastra. Dengan itu, mereka mampu menghasilkan kain songket yang siap guna dan memiliki keindahan serta makna tinggi dalam industri fesyen.
Temma Prasetio adalah desainer menswear yang memulai debutnya di industri fashion Indonesia. Setelah menjadi pemenang kedua dari Lomba Perancang Mode (LPM) Menswear 2018 serta sempat menampilkan Tenun NTT di panggung Dubai Fashion Week.
Koleksi kali ini, Temma meramu kain songket Palembang dengan pewarna alam yang indah menjadi sebuah koleksi busana yang tidak hanya stylish dan trendi, namun juga memiliki daya pakai yang tinggi. "Menggabungkan tradisi dengan tren masa kini adalah tantangan menarik," ungkapnya sebelum pegelaran.
Wastra Tetap Relevan dengan Gaya Hidup Modern
Di koleksi ini, Temma ingin menunjukkan bahwa kain songket bukan hanya sehelai kain, tapi juga simbol identitas yang bisa relevan dalam gaya hidup modern. "Dengan sentuhan kontemporer, saya berharap wastra nusantara dapat diapresiasi lebih luas, baik di dalam negeri maupun di mancanegara," jelasnya.
Selain itu, nilai lebih koleksinya adalah dari teknik pewarnaan alam kain songket Palembangnya yang tidak beda jauh dari kain NTT. Bahan-bahannya pun menurutnya sama, hanya beda pada hasil akhir saja.
"Efek warnanya cenderung lebih dove dan muted," terang Temma sambil menyebut bahwa ia merasakan tantangan membuat kain yang tergolong baru tersebut lebih mudah diterima pasar yang selama ini memiliki persepsi bahwa songket khas Sumsel harus menggunakan benang emas dan perak.
Sementara Temma ingin karyanya relevan dengan tren anak muda. Akhirnya ia menggunakan pendekatan cutting yang dekonstruktif.
Potongan tersebut juga senada dangan motif tenun Sumsel yang motifnya geometris. Kain yang berwarna kalem ini, berkat pewarnaan alam juga menciptakan pesonanya sendiri karena ciri khasnya tetap terlihat.
Advertisement
Mengeksplore Wastra dengan Sisi Glamor
Sementara itu, desainer Maya Ratih memadukan keindahan kain warisan nusantara songket Palembang dengan bahan-bahan mewah seperti jacquard, velvet, taffeta dan linen. Karyanya bukan cuma sebagai wujud pelestarian budaya, tetapi juga peran penting UMKM dalam menjaga dan memperkenalkan nilai tradisional serta pemberdayaan perempuan.
"Kain songket Palembang adalah warisan budaya yang sarat akan makna. Dalam koleksi ini, saya meramu elemen-elemen mewah untuk memberikan kesan elegan tanpa melupakan akar tradisionalnya," tutur Ratih sambil mengatakan bahwa koleksinya adalah cara untuk menampilkan kekayaan warisan lokal, sekaligus memberdayakan para perempuan yang bekerja di balik produksi kain tersebut.
Keahliannya dalam membuat busana evening-wear, menjadikan kain songketnya dominan dalam kesan glamor. Potongannya juga mengekspos banyak siluet tubuh, mulai dari teknik leyering dan berstruktur hingga model gaun off-shoulder dan gaun peplum. Kemudian meski menggunakan teknik pewarnaan alam, pintalan benang emas songket yang digunakan meng-highlight keindahan sekaligus kemewahan.
Sebagai informasi, kolaborasi kreatif ini juga dimulai dari penyuluhan serta inspirasi desain yang dilakukan oleh Tata Rahmad Pribadi dan kedua designer kepada UMKM Wastra di Sumatera Selatan serta beberapa kota lainnya, yang menghasilkan motif-motif kreasi baru dalam kain songket Palembang, seperti motif Setir Nahkoda Kapal dan motif Burung Phoenix yang keduanya memiliki makna filosofi kehidupan mendalam.
JFW 2025 Gaungkan Inovasi dalam Modernitas Kekayaan Warisan Budaya
Ajang JFW 2025 menampilkan karya 120 lebih desainer dan jenama lokal dengan 34 peragaan busana berlangsung pada 21--27 Oktober 2024. Di tahun ke-17 penyelenggaraan, JFW 2025 mengusung tema "Future Fusion: Tradition Meets Innovation" dengan fokus pada wastra tradisional Nusantara untuk mendorong para perancang mengedepankan budaya lokal dalam berinovasi.
"Warisan budaya kita luar biasa, dengan teknologi kita entah itu menenun atau pewarnaan, pembuatan pola, dan sebagainya, kita bisa membawa craft kita dari masa lalu ke masa depan," ungkap Ketua JFW 2025, Svida Alisjahbana dalam konferensi pers di Jakarta, Senin, 21 Oktober 2024.
Svida menuturkan, JFW 2025 bukan hanya sekadar ingin menunjukkan fesyen di tengah pesatnya inovasi modern, namun juga kekayaan tradisi Indonesia yang tetap jadi inspirasi kuat para desainer. "Titik keabadian warisan budaya ini yang harus terus mengikuti zaman berevolusi dan tetap mengikuti masa kini," katanya.
Fashion yang ikut menggambarkan gaya hidup masa kini, menurutnya, harus berjalan seiring konsep slow living. Cerita Indonesia akan mengakar jadi trademark fashion Indonesia untuk mengangkat budaya dan menjadi katalisator yang membawa fashion Tanah Air ke panggungiInternasional.
Lewat Indonesia Fashion Foward (IFF) yang bekerja sama dengan konsulat Indonesia di New York, dengan pameran kontemporer, pekan mode itu diharapkan berdampak nyata pada perekonomian. "Kami berharap kolaborasi lintas agensi membawa ke jenjang lebih tinggi dengan Jakarta sebagai kota global berpengaruh, selain melalui pernyataan komunitas fashion-nya," tandas Svida.
Advertisement