Corby Divonis 20 Tahun Penjara

Schapelle Leigh Corby, dinyatakan secara sah dan meyakinkan terbukti dan melanggar Pasal 82 Ayat 1a UU No 22 Tahun 1997 tentang Narkotik. Terdakwa kepemilikan 4,1 kg mariyuana ini didenda Rp 100 juta.

oleh Liputan6 diperbarui 27 Mei 2005, 17:52 WIB
Diterbitkan 27 Mei 2005, 17:52 WIB
270505bCorby.jpg
Liputan6.com, Denpasar: Majelis hakim Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, Jumat (27/5), memvonis 20 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan terhadap Schapelle Leigh Corby, warga negara Australia dalam kasus kepemilikan 4,1 kilogram mariyuana. Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan Corby secara sah dan meyakinkan terbukti dan melanggar Pasal 82 Ayat 1a Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotik. Putusan ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut hukuman seumur hidup.

Mendengar putusan majelis hakim, ibu dan kakak Corby, Rosleigh Rose dan Mercedes, berteriak histeris. Seusai pembacaan vonis, pihak keluarga juga langsung meninggalkan ruang sidang sambil membacakan pernyataan sikap kepada majelis hakim. Dalam pernyataannya, Mercedes menyatakan kekecewaannya kepada majelis hakim dan meminta adiknya segera dikembalikan ke Australia.

Sebaliknya, pemerintah Australia melalui Menteri Luar Negeri Alexander Downer menyatakan menerima vonis yang dijatuhkan kepada Corby. Downer menyatakan, pihaknya akan bertemu dengan Corby nanti sore, untuk menawarkan bantuan hukum dalam pengajuan banding. Pemerintah Australia juga akan memulai pembicaraan formal mengenai kesepakatan transfer tahanan antarkedua negara. Downer berharap, pembicaraan ini dapat dimulai dalam 10 hari mendatang, meski kesepakatan ini baru dapat dilakukan setelah proses banding Corby usai [baca: Menlu: Corby Belum Bisa Dibawa Ke Australia].

Juru Bicara Departemen Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan, hingga hari ini, pemerintah Indonesia belum menerima permintaan resmi dari pemerintah Australia mengenai pemindahan Corby ke negara asalnya. Namun, menurut Marty, permintaan pemindahan penahanan itu akan menimbulkan pro dan kontra terhadap tahanan lain yang berkewarganegaraan asing.

Sidang kasus Corby mendapat perhatian media asing--khususnya Australia, termasuk warga Negeri Kangguru yang ada di Bali. Mereka umumnya menyesalkan kasus yang menimpa Corby. Mereka meyakini Corby hanya korban dari sebuah sindikat perdagangan narkoba. Mereka juga menyatakan kasus Corby ini akan membawa pengaruh pada keengganan wisatawan Australia untuk datang ke Pulau Dewata. Hari ini, situs-situs internet di Negeri Kangguru juga mengikuti tahap demi tahap jalannya sidang vonis.

Kisah Corby bermula 8 Oktober 2004. Petugas Imigrasi di Bandar Udara Ngurah Rai menemukan mariyuana seberat 4,1 kilogram dalam tas selancarnya [baca: Empat Turis Australia Membawa 4,2 Kilogram Mariyuana]. Sejak itulah wanita berusia 27 ini menjadi pesakitan di Lembaga Pemasyarakatan Krobokan dan menjalani proses hukum di Tanah Air. Menjalani persidangan dengan dakwaan sebagai penyelundup narkotik juga membuat Corby tertekan. Apalagi, dengan kasus yang menimpanya, dia bakal dijerat hukuman mati. Dalam satu persidangan, Corby sempat pingsan akibat stres berat.

Kondisi ini menggugah rasa simpati warga dan pemerintah Australia. Media massa Australia menaruh perhatian besar pada kasus ini. Sementara Konsulat Jenderal Indonesia di Perth, mendapat teror dengan dikirimi beberapa butir peluru. Diplomat Indonesia pun diancam akan dibunuh [baca: Deplu Meminta WNI di Australia Waspada].

Pemerintah Australia pun bereaksi terhadap kasus ini. Menlu Downer, mengungkapkan kekecewaannya jika pada akhirnya Corby dihukum mati. Soalnya, Australia tak mengenal hukuman mati. Untuk menghindari hal ini, Australia terus melakukan lobi-lobi untuk memastikan Corby tak diganjar hukuman mati. Berkenaan dengan itu, timbul wacana pemerintah dua negara untuk saling tukar tahanan. Artinya, Corby akan menjalankan hukuman di tanah kelahirannya.

Belakangan jaksa penuntut umum bersikukuh Corby bersalah dan menuntut penjara paling lama seumur hidup. Kemungkinan perjanjian tukar tahanan ini dapat dilakukan. Maklum, sejumlah nelayan yang dinilai melanggar wilayah perbatasan masih ditahan di Australia. Kendati begitu, pertukaran ini tentu saja tak menghitung Muhammad Heri, nelayan Indonesia yang disekap oleh aparat Australia yang akhirnya meninggal dunia [baca: Australia Didesak Menyelidiki Kematian Nelayan Indonesia].(ORS/Tim Liputan 6 SCTV)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya