Kisruh di ITC Mangga Dua Berlarut, Jokowi Diminta Turun Tangan

Kisruh pengelolaan ITC Mangga Dua, Jakarta Pusat berlarut. Pemprov DKI dan Kemenpera agar menegakkan aturan dalam penyelesaian masalah ini.

oleh Luqman Rimadi diperbarui 28 Feb 2014, 05:30 WIB
Diterbitkan 28 Feb 2014, 05:30 WIB
Mengeluh Jokowi
Mengeluh Jokowi

Liputan6.com, Jakarta - Kisruh pengelolaan pusat perbelanjaan ITC Mangga Dua, Jakarta Pusat masih berlajut. Hal ini karena adanya sengketa antara warga, Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS), dan pengelola dalam pengelolaan ITC Mangga Dua,  Roxy Mas serta apartemen dan rukan Graha Cempaka Mas (GCM).

Walau kasus tersebut telah dibawa hingga ke DPR RI namun sengketa tersebut belum juga tuntas. Menyikapi kasus tersebut, Praktisi hukum Erwin Kallo berharap, Pemprov DKI Jakarta dan Kementerian Perumahan Rakyat Indonesia (Kemenpera) untuk menegakkan aturan dalam penyelesaian masalah kisruh tersebut.

Menurut Erwin, usulan pembentukan PPRS baru di tiga kawasan berdasarkan hasil rapat konsultasi dengan DPR RI merupakan intervensi dan pelanggaran hukum. Ia mengatakan rekomendasi yang diputuskan bermuatan politis dan melanggar aturan.

"Apa itu tidak melanggar aturan? Pemilihan pengurus PPRS ulang harus persetujuan warga melalui mekanisme rapat umum luar biasa yang diatur di dalam anggaran dasar dan harus disepakati oleh semua pemilik suara," ujar pengacara yang juga kuasa hukum PPRS Graha Cempaka Mas (GCM) saat di temui dikawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis 27 Februari 2014.

Terlebih menurutnya, yang hadir di dalam rapat konsultasi di DPR beberapa hari lalu hanya segelintir penghuni dan tidak dapat mewakili mayoritas suara PPRS.

Melihat situasi tersebut, Erwin meyakini, Pemprov DKI dan Kemenpera akan bersikap hati-hati dan tetap mempertimbangkan aspek hukum yang berlaku. Sebab, kedua lembaga memiliki tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing.

"Terutama Pemprov DKI selaku pembina, tentunya selalu mengacu pada AD/ART sehingga  tidak bisa diintervensi siapapun untuk menggelar pemilihan pengurus baru. Dari mana dasarnya? Kan ada AD ART," kata Erwin.

Menurutnya, Pemprov DKI dan Kemenpera akan bertindak objektif, adil dan bijaksana dalam menyelesaikan permasalahan PPRS mengacu pada AD/ ART.

"Kalau AD/ART salah, ya diubah dulu sesuai mekanisme. Yang kemarin (pertemuan DPR) bukan kesepakatan. Warga dan pengurus ITC Mangga Dua dan Roxy Dua juga tidak diberikan kesempatan bicara dalam rapat konsultasi. Jadi keputusan yang dibuat bersifat sepihak dan kami secara tegas menolak," kata Erwin.

Terkait adanya tuduhan penggelapan PPN 10 persen dari tagihan listrik dan air, Erwin menyatakan PPRS GCM siap mempertanggungjawabkan.

"Semuanya sudah clear. Dalam rapat konsultasi sudah dijelaskan Dirjen Pajak. PPRS menambahkan tambahan pungutan PPN dalam tagihan listrik dan air yang selama ini disetorkan ke kas negara," kata dia.

Sementara Ketua PPRS ITC Mangga Dua, Henry S Tjandra juga meminta agar Gubernur Joko Widodo selaku pembina dapat melihat secara utuh inti permasalahan yang terjadi selama ini. Menurutnya, berbagai tuduhan seperti penggelapan pajak, kenaikan tarif listrik dan air yang selama ini dituduhkan kepada pengurus PPRS ITC Mangga Dua sudah terbantahkan.

"Biaya service charge ITC Mangga Dua memang naik karena sudah tiga tahun tidak mengalami perubahan. Sebenarnya, biaya service charge ITC Mangga Dua saat ini paling murah bila dibandingkan pusat perbelanjaan modern lainnya di Jakarta," kata dia.

Dalam rapat konsultasi antara  warga, pengelola dan pengurus Perhimpunan Rumah Susun (PPRS) ITC Roxy, Mangga Dua dan Graha Cempaka Mas (GCM) di DPR, Selasa 25 februari 2014 lalu, diwarnai aksi walk out.

Aksi tersebut dilakukan warga bersama pengurus PPRS dari ketiga rusun yang sah dan diakui pemerintah lantaran Ketua DPR, Marzukie Ali dinilai tidak memberikan kesempatan kepada mereka untuk menjawab tuduhan  bertubi-tubi yang dilontarkan pihak PPRS ilegal.

Pertemuan tersebut membahas seputar konflik yang terjadi di ketiga rusun terkait kenaikan tarif listrik dan air, service charge dan penarikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen oleh pengelola (PT Duta Pertiwi) kepada penghuni.

Selain dihadiri oleh dua pihak yang bersengketa, rapat juga dihadiri oleh utusan dari Kementerian Perumahan Rakyat, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Direktorat Jenderal Pajak, REI, Polri, Pemprov DKI, PLN, dan PDAM Jaya.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya