Liputan6.com, Jakarta Terdakwa Hasto Kristiyanto mengecam tindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinilai melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dalam proses hukum yang menjeratnya.
Hal itu dibacakan dalam sidang nota keberatan atau eksepsi kasus suap dan perintangan penyidikan atau obstruction of justice (OOJ) terkait Harun Masiku.
Baca Juga
"Proses penyidikan yang dilakukan KPK terhadap saya dan saksi-saksi jelas melanggar HAM. Penyidik KPK melakukan operasi 5M, menyamar, membohongi, mengintimidasi, merampas, dan memeriksa tanpa surat panggilan. Ini adalah pelanggaran serius terhadap prinsip hukum yang adil," tutur Hasto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).
Advertisement
Hasto kemudian mengulas penyidik KPK Rossa Purbo Bekti yang melakukan operasi 5M itu terhadap Kusnadi. Hal itu terjadi saat pemeriksaannya pada 10 Juni 2024 lalu.
"Namun, pemeriksaan saya hanya sebagai kedok. Tujuannya sebenarnya adalah untuk merampas paksa barang-barang milik Kusnadi yang dilakukan secara melawan hukum," jelas Hasto Kristiyanto.
Saat itu, Kusnadi didatangi oleh penyidik KPK yang disebut Hasto menyamar, berbohong, dan mengintimidasi. Barang-barang milik Kusnadi dan PDIP, termasuk telepon genggam hingga buku catatan rapat partai pun disita tanpa surat panggilan yang sah.
"KPK di dalam menjalankan tugasnya harus berasaskan pada penghormatan terhadap HAM. Namun, dalam praktiknya, KPK justru melakukan pelanggaran HAM yang serius," ungkapnya.
Selain mengutip UU KPK Nomor 19 tahun 2019, Hasto juga mengambil Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yang menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh perlakuan yang adil dalam hukum.
"Kusnadi diintimidasi dan diperiksa selama hampir tiga jam tanpa surat panggilan. Barang-barang yang dirampas kemudian dijadikan sebagai bukti dalam surat dakwaan. Ini adalah bukti yang diperoleh secara melawan hukum," ujar dia.
Adapun operasi 5M tersebut tidak hanya merugikan Kusnadi, namun juga telah merusak integritas proses hukum. Bukti yang diperoleh dengan melawan hukum adalah tidak sah dan seharusnya tidak dapat digunakan dalam persidangan.
"Saya memohon kepada majelis hakim yang mulia untuk menolak bukti-bukti yang diperoleh secara melawan hukum. Proses hukum harus dilakukan dengan cara yang adil dan menghormati HAM," terangnya.
"KPK harus bertanggung jawab atas tindakan melawan hukum yang merugikan saya dan saksi-saksi. Ini bukan hanya tentang kasus saya, tetapi tentang integritas penegakan hukum di Indonesia," Sekjen PDIP menandaskan.
Baca juga Momen Hasto Kristiyanto Singgung Jokowi Usai Ditahan KPK
Hasto Sebut Ancaman Tersangka Muncul Jika PDIP Pecat Jokowi
Selain itu, kepada majelis hakim, Hasto juga menyatakan adanya kriminalisasi terhadapnya, khususnya jika PDIP memecat Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi dari PDIP.
"Dari berbagai informasi yang saya terima, bahwa sejak Agustus 2023, saya telah menerima berbagai intimidasi dan semakin kuat pada masa-masa setelah Pemilu Kepala Daerah Tahun 2025. Puncak intimidasi kepada saya terjadi pada hari-hari menjelang proses pemecatan kader-kader partai yang masih memiliki pengaruh kuat di kekuasaan," tutur Hasto Kristiyanto di Pegadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).
Hasto menyebut, dirinya sebagai Sekjen PDIP hanya menjalankan sikap politik partai. Namun begitu, kasus Harun Masiku malah selalu menjadi instrumen penekan kepadanya.
"Hal ini nampak dari monitoring media seperti terlihat di gambar di bawah ini, di mana kasus Harun Masiku selalu cenderung naik seiring dengan dinamika politik dan sikap kritis PDI Perjuangan," jelas dia.
Menurutnya, dalam wawancara bersama Connie Rahakundini yang dipandu Akbar Faizal, disampaikan bahwa ada aparat TNI-Polri yang bersikap lurus mengabarkan adanya rencana mentersangkakan Hasto jika masih tetap bersikap kritis, termasuk dalam pilkada di beberapa wilayah yang dinilai sudah dikondisikan.
"Pascawawancara tersebut, tekanan terhadap saya semakin meningkat, terlebih pada periode 4-15 Desember 2024 menjelang pemecatan Bapak Jokowi oleh DPP PDI Perjuangan setelah mendapat laporan dari Badan Kehormatan Partai. Pada periode itu, ada utusan yang mengaku dari pejabat negara, yang meminta agar saya mundur, tidak boleh melakukan pemecatan, atau saya akan ditersangkakan dan ditangkap," ungkap Hasto Kristiyanto.
Hingga akhirnya, pada 24 Desember 2024 atau satu minggu setelah pemecatan para kader partai tersebut, Hasto ditetapkan sebagai tersangka.
"Tekanan yang sama juga pernah terjadi pada partai politik lain yang berujung pada penggantian pimpinan partai dengan menggunakan hukum sebagai instrumen penekan," Hasto menandaskan.
Advertisement
Infografis
