Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) menegaskan, bukan satu-satunya pihak yang bisa melegalkan pelantikan Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Masih ada DPRD Jakarta dan Menteri Dalam Negeri yang bisa melantik Ahok sebagai gubernur DKI Jakarta.
"MA bukan satu-satunya lembaga yang memutuskan statusnya (Ahok). Masih ada DPRD sama Mendagri. Ada mekanisme hukum yang lain," ujar Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Masyur saat dihubungi, Jumat (7/11/2014).
Dia menegaskan, para pimpinan MA belum memberikan pendapat apapun terkait permohonan fatwa yang diajukan oleh DPRD DKI Jakarta soal status hukum pelantikan Ahok menjadi gubernur. Menurutnya, MA juga membutuhkan waktu untuk menjawab permohonan atas fatwa tersebut. "Kami masih membutuhkan untuk menjawab permohonan fatwa tersebut," jelas dia.
Ridwan mengingatkan, meski MA telah memberikan fatwa, akan tetapi, tidak bisa menjadi rujukan utama. "Ini semacam alternatif. Tidak bisa dijadikan pedoman satu-satunya," tutur dia.
Ridwan juga mengatakan, fatwa MA ini juga bersifat tidak mengikat. Jika nantinya terdapat tindakan berupa pelantikan sebelum fatwa MA diberikan, hal itu tetap dianggap sah.
"Kalau ada tindakan yang dilakukan, itu tidak bergantung pada fatwa MA," terang Ridwan.
Wakil Ketua DPRD M Taufik menentang rencana Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi untuk segera melantik Ahok menjadi gubernur DKI Jakarta. Dia tetap menunggu surat balasan dari MA.
Taufik mengatakan, walaupun Mendagri sudah memerintahkan untuk segera melantik Ahok, bukan berarti fatwa MA bisa diabaikan. Sebab, fatwa itu dapat menjadi landasan untuk proses pelantikan dan pemilihan wakil gubernur.
Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta itu menerangkan, perbedaan tafsir untuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 1 tahun 2014. Sehingga, perlu ada penengah untuk perbedaan penafsirannya. Sehingga jika memang Ahok langsung dilantik tidak menjadi masalah. (Ein)