Liputan6.com, Jakarta - Para pekerja pers di berbagai daerah menggelar solidaritas terhadap kasus pemukulan wartawan di Makassar, Sulawesi Selatan oleh aparat kepolisian saat mereka meliput aksi mahasiswa yang menolak rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, kemarin.
Tindakan kekerasan ditunjukkan aparat penegak hukum saat menyerbu Kampus Universitas Negeri Makasar (UNM), Kamis 13 November 2014. Sebanyak 4 wartawan yang mengalami kekerasan dalam penyerbuan polisi ke Kampus UNM adalah Waldy dari Metro TV, Iqbal (fotografer Koran Tempo), Asep Iksan (Koran Rakyat Sulsel) dan Arman (MNC TV).
Mereka mengalami luka di kepala dan pemukulan hampir di seluruh tubuh mereka. Atas tindakan tersebut, aksi solidaritas digelar pada Jumat (14/11/2014).
Puluhan wartawan dari berbagai macam media di Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten menggelar aksinya di Jalan Veteran, Kota Serang. Aksi ini diikuti pula Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Banten dan Kelompok Kerja (Pokja) Wartawan Hari dan Elektronik Provinsi Banten.
"Kapolri harus menindak tegas polisi yang sudah melanggar aturan seperti yang meneriaki 'bunuh wartawan' dan yang melakukan kekerasan terhadap wartawan," kata Rasyid Ridho, Sekretaris Banten Cyber Jurnalist Forum di sela-sela aksinya.
Ridho menjelaskan, antara polisi dengan jurnalis harus saling menghargai dalam melaksanakan tugasnya. "Karena profesi jurnalis dilindungi oleh UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Tindakan tegasnya bisa seperti penurunan pangkat atau pemberhentian secara tidak hormat," tegas dia.
Sementara di Tangerang, Banten, wartawan menggelar unjuk rasa di depan Polresta Tangerang di kawasan Tigaraksa, Kabupaten Tangerang. Mereka mengecam dan mengutuk segala bentuk kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap wartawan yang sedang menjalankan tugas peliputan.
Advertisement
"Kami mengecam tindakan polisi yang telah melakukan pemukulan terhadap rekan kami di Makassar," ujar koordinator aksi wartawan Tangerang, Juanda.
Dia mengatakan, kasus kekerasan ini harus ditindak tegas, sehingga hal-hal semacam ini tidak akan terjadi di kemudian hari dan di tempat lainnya. "Hukum berat pelaku pemukulan (wartawan), ini harus menjadi koreksi bagi kepolisian dalam mengamankan aksi," ujar Juanda saat orasi.
Selanjutnya: Aksi di Semarang
Aksi Wartawan di Semarang
Di Semarang, Jawa Tengah, puluhan jurnalis dari berbagai media juga menggelar protes. Mereka membawa aneka poster kekerasan terhadap wartawan.
"Polisi Ojo Jotosi Wartawan", "Save Jurnalis", "Stop Kekerasan Pada Jurnalis", "Pak Polisi Kamu Kok Gitu Sih", dan "Pak Polisi Sakitnya Tuh Di Sini", demikian aneka poster yang dibentangkan.
"Insan pers itu bukan pengacau, tapi kenapa kita dianiaya? Pers itu sahabat kita," kata salah satu jurnalis televisi Semarang, Roy Pancaputra saat berorasi di Jalan Pahlawan, Jumat (14/11/21014).
Para jurnalis ini menuntut agar polisi berani mengusut tuntas kasus kekerasan tersebut. Aksi jurnalis Semarang ini memuncak saat mereka berjalan kaki menuju Mapolda Jateng. Di sana mereka menggelar aneka poster yang dibawa dan secara resmi diserahkan kepada petugas jaga.
Selanjutnya: Aksi Wartawan di Gorontalo
Advertisement
Aksi Wartawan di Gorontalo
Puluhan wartawan se-Gorontalo menggelar aksi solidaritas di 2 titik, yakni halaman Mapolda Gorontalo dan Simpang Lima Telaga, Gorontalo.
Dalam aksi yang digelar di titik pertama yakni halaman Polda Gorontalo, para wartawan membawa sejumlah spanduk yang bertuliskan tentang kecaman terhadap aksi penganiayaan dan kekerasan terhadap wartawan.
Menurut Ketua IJTI Gorontalo, Zainal Ahmad, pihaknya mendesak kepada pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap wartawan.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Gorontalo, AKBP. Lisma Dunggio mengatakan, pihaknya menerima aksi tersebut dan akan menindak lanjuti aspirasi para massa aksi.
Selanjutnya: Aksi Solidaritas Wartawan di NTB
Aksi Solidaritas Wartawan di NTB
Di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), puluhan wartawan berkumpul dan mengancam akan memboikot pemberitaan tentang kegiatan polisi.
"Seluruh jurnalis NTB sepakat tidak akan memberitakan kegiatan polisi selama Kapolri Jenderal Sutarman belum mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap wartawan itu," ujar Haris Mahtul, ketua AJI Mataram, Jumat (14/11/2014).
"Kami juga meminta agar Kapolri segera mencopot Kapolda Sulsel karena terbukti gagal membina anak buahnya," kata Haris.
Sementara itu, Korwil AJI Bali-Nusa Tenggara, Abdul Latif Apriaman melakukan orasi bongkar tas sebagai bukti bahwa tidak ada barang berbahaya yang dibawa wartawan saat meliput, melainkan hanya kamera dan alat tulis.
"Polisi seharusnya melihat wartawan sebagai profesi, bukan perusuh, silakan periksa tas kami apakah ada senjata tajam," ketus Latif sambil membuka tas di hadapan polisi. (Ans)
Advertisement