Ketua Wantim Golkar: KMP Tak Akan Memakzulkan Jokowi

Untuk itu, Akbar Tandjung mempertanyakan poin dari pasal 74 dan 98 itu yang membahayakan bagi pemerintah.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 15 Nov 2014, 19:04 WIB
Diterbitkan 15 Nov 2014, 19:04 WIB
Akbar Tandjung Minta Aburizal Bakrie Tidak 'Ngotot' Jadi Capres
Akbar Tandjung mengusulkan 6 nama untuk dijadikan sebagai Cawapres untuk pilpres 9 Juli mendatang (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Koalisi Indonesia Hebat (KIH) di DPR RI menginginkan pasal 98 dan pasal 74 dalam UU MD3 direvisi. Sebab mereka menganggap kedua pasal itu memperkuat posisi parlemen terhadap pemerintah dengan hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.

Namun, Ketua Dewan Pertimbangan (wantim) Partai Golkar Akbar Tandjung menegaskan, Koalisi Merah Putih (KMP) tak pernah bermaksud menjegal pemerintahan Jokowi-JK melalui kedua pasal itu.

"Kekhawatiran bahwa nanti KMP akan melakukan langkah-langkah pemakzulan Jokowi, jalan pikiran itu tidak ada. Sama sekali nggak ada pikiran itu," kata Akbar dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (15/11/2014).

Untuk itu, Akbar mempertanyakan poin dari pasal 74 dan 98 itu yang membahayakan bagi pemerintah. Adapun hak angket, hak interpelasi, dan hak menyatakan pendapat memang sudah menjadi hak parlemen yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan telah diterapkan selama ini.

"Hak-hak itu sudah melekat pada DPR dan sudah merupakan turunan dari apa yang diputuskan melalui konstitusi. Dari sisi mananya yang mau diubah? Dari sisi mananya yang dianggap itu bertentangan dengan presidensial?" ucap Akbar.

Maka dari itu, Akbar berpendapat perlu adanya pembahasan lebih lanjut antara KMP dan KIH atas tafsiran pasal 74 dan pasal 98 itu. Sehingga KMP bisa memahami bagian mana dari pasal itu yang membahayakan.

"Saya kira nanti kalau dilakukan pembahasan detail mungkin dari situ baru bisa diketahui kekhawatirannya yang mana. Yang penting adalah perlu penjelasan kepada publik," tambah Akbar.

Pasal 74 ayat 3 berbunyi, Setiap pejabat negara atau pejabat pemerintah yang mengabaikan rekomendasi DPR, DPR dapat menggunakan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, atau hak anggota DPR mengajukan pertanyaan.

Sedangkan dalam ayat 4 disebutkan, Dalam hal pejabat negara atau pejabat pemerintah mengabaikan atau tidak melaksanakan rekomendasi DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPR dapat menggunakan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, atau hak anggota DPR mengajukan pertanyaan.

Pasal 98 ayat 6 berbunyi, Keputusan dan/atau kesimpulan rapat kerja komisi atau rapat kerja gabungan komisi bersifat mengikat antara DPR dan pemerintah serta wajib dilaksanakan oleh pemerintah.

Di dalam ayat 7 disebutkan, Dalam hal pejabat negara dan pejabat pemerintah tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (6), komisi dapat mengusulkan penggunaan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, atau hak anggota mengajukan pertanyaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dan pada ayat 8 disebutkan, DPR dapat meminta presiden untuk memberikan sanksi administratif kepada pejabat negara dan pejabat pemerintah yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (6).‬

Adapun Pasal 79 ayat 4 menyebutkan, Hak menyatakan pendapat adalah untuk menyatakan pendapat terkait dengan kebijakan pemerintah atau tentang kejadian luar biasa yang terjadi di Tanah Air atau di dunia internasional, dan tindak lanjut pelaksana hak interpelasi, dan hak angket.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya