Larang Rapat dengan DPR, Menteri BUMN Disebut Tidak Cerdas

Menurut Farid, surat larangan tak memenuhi undangan DPR yang dikeluarkan Presiden Jokowi hanya berlaku untuk menteri, bukan jajaran direksi

oleh Andi Muttya Keteng diperbarui 25 Nov 2014, 12:01 WIB
Diterbitkan 25 Nov 2014, 12:01 WIB
Tim Transisi Jokowi-JK Datangi KPK
Ketua tim transisi, Rini Soemarno menunjukkan buku delapan agenda antikorupsi bagi Presiden 2014-2019 di Gedung KPK, Jakarta, (26/9/14). (Liputan6.com/Miftahul Hayat)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI, Muhammad Farid Alfauzi, mengaku kecewa dengan keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno yang melarang jajarannya menghadiri rapat dengan DPR.

"Saya sebagai anggota Komisi VI kecewa. Sangat kecewa dengan Menteri BUMN ini. Kalau ini dilarang, tegas saya katakan Bu Rini tidak cerdas menyikapi kondisi dewan dan masyarakat. Ini persoalan teknis jangan dibawa ke ranah politik," tegas Farid di Gedung DPR RI, Senayan, Selasa (25/11/2014).

Padahal, kata Farid, Komisi VI sudah mempersiapkan rapat dengan beberapa direksi BUMN. Namun, rapat batal dilaksanakan gara-gara ada surat edaran dari Rini soal pelarangan itu. Terkait hal ini, Farid mempertanyakan kerugian pemerintah jika menghadiri rapat tersebut. Sebab, DPR sendiri ingin menjalankan fungsi evaluasi dan pengawasannya.

Menurut Farid, surat larangan agar tak memenuhi undangan DPR yang dikeluarkan Presiden Jokowi, hanya berlaku untuk para menterinya. Bukan jajaran direksi dalam Kementerian. Sehingga penafsiran Rini terkait surat larangan itu dinilai salah dan tidak taktis.

"Jadi saya minta surat edaran itu segera dicabut supaya agenda kita bisa jalan. Oke-lah Ibu Rini tidak bisa hadir nunggu revisi UU MD3 selesai misalnya. Tetapi ketika di tingkat direksi BUMN juga dilarang, inikan apa ruginya pemerintah? Kemudian akan berkembang juga apa yang disembunyikan?" kata Farid.

Presiden Jokowi melarang menterinya rapat dengan DPR setelah mengeluarkan Surat Edaran bernomor SE-12/Seskab/XI/2014 bertanggal 4 November 2014. Surat tersebut ditandatangani Sekretaris Kabinet (Seskab) Andi Widjajanto.

Dalam surat itu, Presiden Jokowi meminta menteri, panglima TNI, kapolri, para kepala staf TNI, kepala BIN, dan jaksa agung untuk menunda pertemuan dengan DPR sampai konflik di tengah mereka selesai. Presiden Jokowi mengatakan, terpaksa melakukan hal itu karena Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesa Hebat (KIH) masih kisruh di parlemen.

"Nanti kalau kita datang sini keliru, datang sini keliru. Gimana? Ya, di sana (DPR) sudah rampung, sudah selesai baru, silakan," ujar Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin 24 November 2014.

Berdasarkan surat ini, Rini Soemarno dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menunda rapat dengan DPR. Belakangan, Rini juga menyerahkan surat bernomor: S-724/MBU/XI/2014 perihal permohonan penundaan jadwal-jadwal rapat dengar pendapat komisi VI DPR RI dengan pejabat Eselon I KBUMN dan BUMN. (Mut)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya