Kisah Satinem Mencari 12 Keluarganya di Longsor Banjarnegara

Satinem terkejut saat tiba di kampung halamannya di Dusun Jemblung, Banjarnegara, Jawa Tengah. Dusunnya sudah lenyap rata dengan tanah.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 15 Des 2014, 21:31 WIB
Diterbitkan 15 Des 2014, 21:31 WIB
Kisah Satinem dan 12 Keluarganya Tertimbun Longsor Banjarnegara
Satinem (berkerudung biru) dan ayahnya Tablani (topi hitam). Mereka kehilangan 12 anggota keluarganya. Jumlah terbesar dari seluruh korban yang ada. (Liputan6.com/Edhie Prayitno Ige)

Liputan6.com, Banjarnegara - Satinem tak menyangka kepulangan dirinya ke kampung halamannya di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Banjarnegara, Jawa Tengah hanya untuk mendapati 12 anggota keluarganya hilang setelah dusunnya tertimbun longsor.

Ditemui di posko pengungsian Ngaliyan, Desa Sampang, Satinem bercerita bahwa dirinya sudah lama tinggal bersama suaminya di Sukabumi, Jawa Barat.

"Saya ikut suami dan 1 anak saya. Saya jualan tempe goreng. Hari Sabtu pagi saya pulang, setelah Jumat malam nonton berita kok kampung saya kena longsor," tutur wanita berumur 51 tahun itu, Senin (15/12/2014).

Kurang lebih 5 kilometer dari dusunnya, Satinem mengaku sudah merasa deg-degan saat pulang kampung. Saat itu jalan ke dusunnya sudah sangat ramai. Bahkan, ia harus memutar jalan agar sampai ke kampung halamannya itu.

Satinem terkejut saat tiba di dusun orang tuanya itu. Batapa tidak, dia melihat dusunnya sudah tertimpa longsor, lenyap rata dengan tanah. Ia mencoba menerobos di antara rintikan hujan untuk mencari informasi keluarganya.

"Sudah seperti orang gila. Orang-orang yang saya tanyai juga bercerita mereka sedang mencari keluarganya," ujar Satinem.

Minggu pagi, Satinem ditemani anak laki-laki satu-satunya, berkeliling ke kampung-kampung sekitar. Hasilnya sedikit membuat dirinya lega.

"Saya dipertemukan dengan bapak saya, Pak Tablani itu yang pakai topi. Waktu itu wajah dan tubuh bapak seperti dibaluri lumpur. Tapi setelah bertemu, kesedihan kami makin menjadi-jadi karena bapak bercerita bahwa ibu, kakak, adik, anak, dan keponakan saya semuanya hilang. Belum ditemukan hingga sekarang," ucap dia dengan tatapan kosong.

Mata Satinem mulai berkaca-kaca dan tak sanggup melanjutkan cerita memilukan itu. Saat itulah sang ayah, Tablani menyambung kisahnya saat bencana alam itu menimbun rumah berisi istri dan anak-anaknya.

"Saya baru pulang dari sawah. Belum sempat cuci tangan dan sedang siap-siap mandi. Tahu-tahu ada suara seperti kapal terbang mendekat. Saya melompat keluar tanpa sempat mengajak istri dan anak-anak," ungkap Tablani.

Tablani mengaku sangat terpukul, ketika melihat halaman rumah dan tetangganya sudah terkubur lumpur. Dengan sisa tenaga yang ada ia berteriak meminta tolong. Tapi siapa hendak menolong ketika semua orang mengalami hal yang sama?

Satinem, dan sang ayah Tablani serta seorang cucunya kini berada di posko pengungsian Dusun Ngaliyan. Makanan memang tersedia, baik mie instan maupun nasi bungkus. Namun jaminan kebutuhan fisik itu tak mampu mengusir kegundahan hatinya.

"Saya mencoba mau membantu mencari keluarga saya, namun tak diizinkan petugas. Selain karena saya sudah tua, juga tidak tahu bagaimana harus mencarinya," ucap Tablani pasrah.

Sementara Satinem mengaku akan bertahan di posko pengungsian itu, hingga keluarganya ditemukan atau upaya evakuasi dihentikan.

"Mau bagaimana lagi. Saya masih ingin melihat wujud ibu dan keluarga saya. Apa pun wujudnya," pungkas Satinem.

Bencana tanah longsor terjadi di Dusun Jemblung, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, terjadi pada Jumat 12 Desember 2014. Lebih dari seratus warga diperkirakan tertimbun akibat bencana yang berlangsung sekitar pukul 17.30 WIB itu. (Rmn/Sss)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya