Liputan6.com, Jakarta - Sidang kasus dugaan korupsi pembangunan proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Desa Hambalang, Kabupaten Bogor, dengan terdakwa Mahfud Suroso digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Sidang hari ini beragendakan mendengarkan keterangan saksi.
Saksi bernama Teguh Suhanta yang merupakan mantan staf Adi Karya mengatakan, Direktur Utama PT Dutasari Citra Laras (DCL) Mahfud Suroso sering berkunjung ke kantornya untuk bertemu eks Direktur Operasional PT Adhi Karya Teuku Bagus Muhammad Noor. Menurutnya, pertemuan tersebut terkait lelang proyek Hambalang.
"Sekitar bulan Juli, sebelum lelang (proyek Hambalang) terdakwa sering ke kantor ke tempatnya Pak Bagus (Teuku Bagus Muhammad Noor). Kalau Pak Bagus belum datang, terdakwa sering nunggu di pemasaran, tapi kita nggak pernah tahu perusahaannya (Mahfud) itu apa," ujar Teguh Suhanta di dalam persidangan, Rabu (7/1/2015).
Teguh mengungkapkan, karena sering hadir di kantor Adhi Karya, akhirnya diketahui, Mahfud Suroso ikut juga lelang Mechanical Electrical (ME) pada proyek P3SON.
Dia mengatakan, Mahfud Suroso pernah memberikan uang sebesar Rp 25 juta kepadanya karena terlibat dalam lelang. Meskipun demikian, Teguh mengklaim tidak mengetahui apakah Mahfud juga pernah memberikan uang kepada panitia lelang.
"Saya pernah menerima sesuatu sebesar Rp 25 juta. Waktu itu diberikan di lantai 2 (PT Adhi Karya). Saya ditelepon security bahwa ada titipan (uang) dari kurirnya. Saya (diberikan uang) karena ikut terlibat dalam lelang dan kasih informasi tentang lelang. Tapi saya nggak tahu (Mahfud Suroso) pernah kasih ke panitia," jelas dia.
Mantan Manager Estimating Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya, Yuli Nurwanto yang juga bersaksi untuk Mahfud Suroso mengatakan, nilai kontrak yang digarap PT Dutasari Citra Laras dinaikan dari nilai kesepakatan dari Rp 245 miliar berubah menjadi Rp 295 miliar.
"Dutasari awalnya memasukan nilai sebesar Rp 300 miliar. Kemudian dari hasil nego kami dengan Dutasari sebesar disepakati, Rp 245 miliar. Namun tiba-tiba angkanya berubah menjadi Rp 295 miliar," ujar Yuli.
Yuli menegaskan angka tersebut berubah setelah mengetahui perusahaan Mahfud dilibatkan sebagai subkontraktor atas perintah Kepala Divisi Konstruksi I PT AK saat itu, Teuku Bagus M Noor.
Meski demikian, Yuli mengaku tak mengetahu alasan kenaikan nilai kontrak tersebut akibat beban yang ditanggung Machfud terkait dengan fee 18 persen terkait proyek Hambalang. Dia juga tak tahu adanya beban fee 18 persen untuk subkon pekerjaan ME kala ditanya jaksa KPK.
>>Dakwaan Mahfud Suroso>>
Advertisement
Dakwaan Mahfud Suroso
Dakwaan Mahfud Suroso
Machfud Suroso, didakwa memperkaya diri Rp 46,5 miliar dari proyek pembangunan lanjutan P3SON di Hambalang, Bogor. Keuntungan tidak sah tersebut diperoleh Machfud setelah perusahaannya berhasil menjadi subkontraktor pengerjaan proyek.
Dalam rangka mengikuti proses lelang jasa konstruksi, PT AK bekerjasama dengan PT Wijaya Karya dengan membentuk Kerjasama Operasi (KSO) Adhi Wika.
Dalam dakwaan dipaparkan, KSO Adhi Wika meneken surat perjanjian (kontrak) induk dengan nilai kontrak Rp 1,077 triliun pada 10 Desember 2010 dan kontrak anak senilai Rp 246,238 miliar. Selanjutnya pada 29 Desember ditandatangani kontrak anak tahun 2011 dengan nilai Rp 507,405 miliar.
Setelah kontrak ditandatangani PT DCL ditunjuk KSO Adhi-Wika menjadi subkontrak pekerjaan ME dengan harga yang telah digelembungkan yakni Rp 295 miliar ditambah pajak sehingga nilai kontrak Rp 324,500 miliar.
KSO Adhi-Wika menerima pembayaran seluruhnya Rp 453,274 miliar yang sebagiannya digunakan membayar PT DCL Rp 171,580 miliar. Selain itu Machfud juga menerima pembayaran dari PT Adhi Karya Rp 12,5 miliar dan PT Wika Rp 1,5 miliar sehingga total duit yang diterima menjadi Rp 185,580 miliar. (Mvi/Mut)
Advertisement