Saksi: Pimpinan KPK Tak Mesti 5 Saat Putuskan Status Tersangka

Sang ahli menilai apabila pimpinan KPK hanya berjumlah 2 orang, diperlukan seorang pelaksana tugas.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 13 Feb 2015, 17:21 WIB
Diterbitkan 13 Feb 2015, 17:21 WIB
Zainal Arifin Mochtar Jadi Saksi Ahli di Praperadilan BG
Kuasa hukum Budi Gunawan bertanya kepada Zainal Arifin Mochtar di praperadilan Budi Gunawan. Zainal dihadirkan menjadi saksi ahli oleh kuasa hukum KPK, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (13/2/2015). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pakar Hukum dan Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) ‎Zainal Arifin Mochtar menyatakan, dalam kondisi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kurang dari 5 orang, pengambilan keputusan bisa dilakukan dengan prinsip kuorum.

Saat ini, pimpinan KPK hanya berjumlah 4 orang. Komisioner yang ada tinggal Ketua KPK Abraham Samad bersama 3 wakilnya. Yakni Bambang Widjojanto, Adnan Pandu Praja, dan Zulkarnain. Sedangkan Busyro Muqoddas sudah habis masa jabatannya pada Desember 2014 lalu.

"Sekurang-kurangnya pimpinan KPK 3 misalnya, bisa ambil keputusan," kata Zainal saat menjadi saksi ahli dalam persidangan praperadilan Komisaris Jenderal ‎Pol Budi Gunawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Jumat (13/2/2015).

Zainal menjelaskan, apabila pimpinan KPK hanya berjumlah ‎2 orang, diperlukan seorang pelaksana tugas. Sehingga mereka bisa mengambil keputusan. "Kalau 2 pimpinan saja, tidak tercapai (kuorum)," jelas dia.

‎Namun ia menambahkan, prinsip kuorum itu tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Karena itu, Zainal menyarankan soal kuorum tersebut bisa diatur dalam UU tersebut.

Zainal menjelaskan, selain habisnya masa jabatan salah satu pimpinan KPK, bisa jadi penyebabnya kurangnya dari salah satu pimpinan itu adalah konflik kepentingan pada saat menangani suatu kasus.

Soal konflik kepentingan itu, kata dia, diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Dia memberikan contoh terkait konflik kepentingan tersebut, yakni ketika KPK menangani suatu kasus yang mana pihak yang berperkara memiliki hubungan sedarah dengan salah satu pimpinan KPK.

"Secara struktur Undang-Undang KPK mustahil ditafsirkan wajib 5 orang komisioner mengambil putusan," ucap Zainal.

Ia mencontohkan, pimpinan KPK yang memiliki konflik kepentingan dalam suatu kasus harus mengundurkan diri pada saat mengambil keputusan. "Mundur pengambilan keputusan," ujar dia.

Ada kondisi-kondisi selain konflik kepentingan yang memungkinkan KPK mengambil keputusan tidak dilakukan oleh lima orang. Misalnya salah satu pimpinan KPK meninggal dan sakit.

‎"Kemungkinan untuk tidak ikut serta lima-limanya bisa terjadi," tandas Zainal.

Tetap 5 Pimpinan

Sementara saksi Ahli Hukum Romli Atmasasmita menyatakan KPK tak dibenarkan menetapkan tersangka jika pimpinannya kurang dari 5. Menurut dia, KPK harus berisi 5 pimpinan dalam menjalankan tugasnya. Apabila alasan kurangnya pimpinan lembaga antikorupsi masih bisa berjalan, hal itu tidak benar.

"Korupsi kejahatan luar biasa dan kewenangan lebih besar dan pimpinan harus utuh 5. Kalau terjadi kekosongan dimintakan calon pengganti," tutur Romi saat hadir sebagai saksi ahli dalam persidangan Budi Gunawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu 11 Februari 2015.

Romli menekankan agar KPK dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka perlu berhati-hati. Menurut dia, alat bukti untuk menetapkan seseorang haruslah cukup agar tidak terjadi kekeliruan pada kemudian hari.‪ (Ali/Yus)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya