Pesan untuk Jokowi: Tak Ada Kata Terlambat Selamatkan Kehidupan

Presiden Jokowi diminta untuk mempertimbangkan kembali keputusan menolak grasi para terpidana mati jilid II.

oleh Nadya Isnaeni diperbarui 07 Mar 2015, 16:24 WIB
Diterbitkan 07 Mar 2015, 16:24 WIB
Ilustrasi eksekusi penembakan
Ilustrasi eksekusi mati

Liputan6.com, Jakarta - Tak sedikit pihak yang memprotes pelaksanaan hukuman mati di Indonesia. Eksekusi mati tersebut dinilai melanggar hak asasi manusia (HAM). Karena itu, Presiden Jokowi diminta untuk mempertimbangkan kembali keputusan menolak grasi para terpidana mati jilid II.

"Masih ada waktu bagi pemerintah untuk melakukan perubahan," kata Sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dalam diskusi 'Akademisi Menolak Hukuman Mati' yang diselenggarakan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (7/3/2015).

"Nggak ada istilah terlambat untuk menyelamatkan kehidupan," imbuh dia.

Apalagi, kata Robet, Indonesia baru saja terpilih menjadi anggota Dewan HAM Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Menurut dia, akan timpang jika RI masih mempraktikan eksekusi mati.

"Tak ada apapun yang bisa didapat dari hukuman mati ini. Yang diperoleh adalah cemooh," pungkas Robet.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi bersikukuh melaksanakan eksekusi mati jilid II. Menurut dia, hukuman mati merupakan hukum positif di Indonesia dan tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun.

"Yang pertama perlu saya sampaikan secara tegas, bahwa jangan ada yang intervensi masalah eksekusi mati karena itu adalah kedaulatan hukum kita. Kedaulatan hukum kita. Kedaulatan politik kita. Dan dalam hukum positif kita, ada mengenai hukuman mati ini," ucap Jokowi 24 Februari 2015. (Ndy/Ein)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya