Polri Dorong Perppu Cabut Kewarganegaraan WNI Gabung ISIS

Dia menilai, landasan hukum diperlukan untuk mencegah bergabungnya lebih banyak WNI ke dalam ISIS.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 22 Mar 2015, 17:18 WIB
Diterbitkan 22 Mar 2015, 17:18 WIB
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Rikwanto.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Rikwanto lakukan akan melakukan tes urine mendadak.(Liputan6.com/ Moch Harun Syah)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Pol Rikwanto mendorong lahirnya Perppu tentang pencabutan kewarganegaraan WNI yang bergabung dengan organisasi radikal Negara Islam Irak Suriah atau ISIS. Dia menilai, landasan hukum diperlukan untuk mencegah bergabungnya lebih banyak WNI ke dalam ISIS.

"Kalau paspor masih WNI, begitu kembali masih WNI, tapi kita pertimbangkan (masih WNI atau tidak). Harus dipersiapkan landasannya, dengan perppu misalnya. Kan masih pembicaraan," kata Rikwanto, dalam Talkshow Bincang Senator 2015 'ISIS dan Upaya Deradikalisme', di Brewerkz Restaurant & Bar, Senayan, Jakarta, Minggu (22/3/2015).

"Harus gerakan cepat. Buat perppu atau revisi KUHAP. Agar yang ke sana tahu, ada landasan hukum dan Anda salah," imbuh dia.

Sementara Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris Komjen Pol Saud Usman Nasution‎ menambahkan, tanpa adanya landasan hukum jelas, tak bisa diambil sebuah tindakan. Ia juga meminta adanya revisi untuk pengetatan aturan tentang teroris.

"Kita negara hukum, tak bisa buat apa-apa, kalau nggak ada landasan hukum, kita cuma bisa jadi pemadam kebakaran saja," imbuh Saud.

‎Mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (Waka BIN) Asad Said Ali juga mendorong agar pemerintah mengambil langkah tegas untuk antisipasi semakin berkembangnya potensi ancaman ISIS. Ia menjelaskan, diperlukan revisi atas sejumlah aturan, seperti UU Antiteror, UU KUHP, dan UU Kewarganegaraan.

"UU Antiteror perlu diperkuat agar pertumbuhan kelompok radikal dapat ditekan. Namun, penguatan UU tersebut berpotensi mendapat penolakan dari sejumlah aktivis seperti aktivis pro-demokrasi dan aktivis HAM. Sekarang kita tinggal pilih, mau UU Antiteror kita yang lemah, atau kedaulatan NKRI yang lemah," ujar Asad.

Sementara, revisi atas UU Kewarganegaraan dan UU KUHP, ujar dia, untuk lebih menjelaskan, tindakan apa saja yang dapat disebut dengan tindakan makar. Menurut dia, apa yang kini diduga dilakukan relawan asal Indonesia yang berjuang bersama ISIS termasuk perbuatan makar.

"Perlu dirinci lagi soal tindakan warga negara yang tidak mau pulang ke Indonesia bagaimana hukumannya. Lalu kalau sudah pulang bagaimana hukumannya, itu harus dirinci," pungkas Asad Said Ali. (Ndy/Mut)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya