Dugaan Penerimaan Rp7 Miliar Wamenkumham, Pengamat: Jaga Independensi KPK

Presiden Jokowi diminta menonaktifkan sementara Wamenkumham Eddy Hiariej selama proses pengusutan dugaan penerimaan uang Rp 7 miliar melalui asisten pribadinya demi menjaga independensi KPK

oleh Fachrur Rozie diperbarui 25 Mar 2023, 13:27 WIB
Diterbitkan 24 Mar 2023, 04:30 WIB
Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej Penuhi Panggilan KPK terkait Dugaan Gratifikasi Rp 7 Miliar
IPW mengadukan dugaan gratifikasi Rp 7 miliar. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Pengamat Hukum Fajar Trio mendorong Presiden Joko Widodo alias Jokowi menonaktifkan sementara Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej (EOSH) selama proses pengusutan dugaan penerimaan uang Rp 7 miliar melalui asisten pribadinya.

Hal ini dilakukan agar proses pengungkapan kasus yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak ada intervensi dan berjalan secara independen. 

"Penonaktifan tersebut perlu dilakukan agar independensi KPK tetap terjaga dalam mengungkap dugaan gratifikasi dan pemerasan yang dilaporkan IPW. Jadi Presiden perlu menonaktifkan sementara EOSH," ujar Fajar kepada Liputan6.com, Jumat (24/3/2023).

Menurutnya meski pun harus menerapkan azas praduga tak bersalah, namun laporan Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoss terkait EOSH cukup menarik perhatian publik dan perlu ditindaklanjuti oleh KPK.

"Sebab dugaan pemerasan yang melibatkan pejabat negara dapat mengurangi tingkat kepercayaan publik terhadap Presiden Jokowi, khususnya dalam hal komitmen pemberantasan korupsi," kata dia. 

Sementara Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menanggapi pernyataan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej yang menilai jika laporannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkesan tendensius dan mengarah pada fitnah.

Sugeng mengaku tak mempermasalahkan tuduhan Eddy yang menyebut dirinya telah memfitnah. Menurutnya, Eddy memiliki hak untuk menepis tuduhannya.

Ketua IPW itu mengatakan jika hal tersebut dilakukan sebagai suatu dialektika di ruang publik agar bisa mendidik masyarakat untuk faham terkait kasus yang tengah dihadapinya.

"Kan sama. Saya tuduh Eddy korupsi, Eddy berhak tuduh saya fitnah. Jadi itu dialektika saja, tidak masalah. Dialektika di ruang publik perlu, agar mendidik masyarakat menjadi lebih faham," kata Sugeng kepada wartawan, Selasa, 21 Maret 2023.

Ia mengatakan IPW memiliki bukti yang cukup, dan berharap laporannya ditindaklanjuti oleh penyidik KPK. "Bukti IPW cukup kuat. IPW berharap kasus dilanjutkan ke penyidikan," ujarnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Klarifikasi Wamenkumham

Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Liputan6.com/Fachrur Rozie)

Sebelumnya, Wamenkumham mendatangi KPK untuk melakukan klarifikasi atas aduan Indonesia Police Watch (IPW) terkait dugaan pemerasan senilai Rp 7 miliar lewat asisten pribadi Wamenkumham.

"Kami melakukan klarifikasi kepada KPK atas aduan IPW yang tendensius mengarah kepada fitnah," kata Eddy di Gedung Merah Putih KPK, Senin 20 Maret 2023.

Sebelumnya Sugeng Teguh Santoso menyebut jika ada dugaan pemerasan yang mengakibatkan terjadinya aliran dana senilai Rp 7 miliar diterima oleh EOSH melalui dua orang asisten pribadinya.

"Bulan April dan Mei (2022) ada satu pemberian dana masing-masing 2 miliar, 2 miliar sebesar 4 miliar yang diduga diterima oleh Wamen EOSH melalui asisten pribadinya di Kemenkumham saudara YAR," kata Sugeng di Gedung KPK pada Selasa 14 Maret 2023.

"Dugaan pemerasan itu dialami oleh saudara HH Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri, terkait dengan permintaan konsultansi terkait permasalahan PT CLM," katanya.

Tak hanya itu, Sugeng mengatakan bahwa EOSH meminta kepada HH agar asprinya bernama YAR dapat ditempatkan sebagai Komisaris di PT CLM.

"Kemudian diakomodasi dengan adanya akta notaris, satu orang yang tercantum saudara YAR," tambahnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya