Liputan6.com, Jakarta - Langkah Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Presiden (perpres)Â Nomor 39 Tahun 2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka Bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan dinilai sebagai tindakan keliru. Hal ini diungkapkan Kepala Kantor Staf Kepresidenan Luhut Binsar Pandjaitan.
"Bisa saja beliau narik kembali (perpres) kan. Ada yang masalah itu. Beliau sangat concern itu, ya beliau bilang bisa mekanisme proses pengambilan keputusan yang keliru," ujar Luhut di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (6/4/2015).
"Ya kan tidak salah kalau dicabut. Bisa saja, saya nggak tahu nanti kita tunggu aja," imbuh dia.
Luhut menilai, dengan kegiatan yang padat dan banyaknya dokumen yang harus ditandatangani, sangat wajar bila Jokowi melakukan kekeliruan. Terlebih proses pengajuan perpres tersebut telah dilakukan sejak beberapa bulan yang lalu.
"‎Saya pun kalau tandatangan, kalau sudah paraf-paraf semua, ya tanda tangan bisa saja keliru, masa Presiden nggak boleh keliru," tutur Luhut.
Menurut pensiunan jenderal itu, tidak ada yang salah dalam perpres tersebut lantaran uang muka yang diperuntukkan bagi kendaraan pribadi pejabat sudah ada sejak bertahun-tahun lalu. Namun, sambung dia karena momennya saat ini bertepatan dengan kondisi ekonomi yang sedang menurun, isu tersebut menjadi ramai. Dan mendapat respons yang kurang baik dari masyarakat.
"‎Mungkin waktunya tidak pas, nggak juga karena teman-teman di DPR itu yang memerlukannya. Itu untuk mobil Avanza, sederhana. Tidak istimewa. Hanya momentumnya, caranya memberitahunya, menimbulkan kegaduhan," tutur Luhut.
Bukan Tak Teliti
Dia juga membantah tudingan yang menyatakan Jokowi kurang teliti hingga bisa meloloskan permintaan DPR soal uang muka mobil pribadi sebagai perpres.
"Ya bukan kurang teliti. Kalau kamu sudah jadi pejabat sekelas beliau, saya aja di kantor kalau sudah paraf 3 sampai 4, ya sudah percaya, teken aja," pungkas Luhut.
Jokowi sebelumnya angkat bicara terkait Perpres Nomor 39 tahun 2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka Bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan. Dia mengaku, tidak selalu memeriksa sejumlah perpres secara rinci. Lantaran begitu banyak jumlah dokumen yang ia harus tandatangani.
"Tidak semua hal itu saya ketahui 100 persen. Artinya, hal-hal seperti itu harusnya di kementerian. Kementerian men-screening apakah itu akan berakibat baik atau tidak baik untuk negara ini," kata Jokowi 5 April 2015 lalu.
Dalam Perpres yang ditandatangani 20 Maret 2015 itu, pejabat-pejabat yang mendapat fasilitas antara lain anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Hakim Agung, Mahkamah Agung, Hakim Mahkamah Konstitusi, anggota Badan Pemeriksa Keuangan dan anggota Komisi Yudisial.
Perpres ini mengubah Pasal 3 Ayat (1) Perpres No. 68/2010 yang menyebutkan, fasilitas uang muka diberikan kepada pejabat negara sebesar Rp 116.650.000, yang diubah menjadi Rp 210.890.000. Besaran nilai fasilitas tersebut termasuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 yang disahkan DPR pada 13 Februari 2015. (Ndy/Yus)